
TIMESINDONESIA, MALANG – Puasa disamping mengajarkan kita untuk menahan amarah, juga diajarkan bagaimana merasakan lapar seandainya kita kesulitan makanan. Dengan berpuasa, kita jadi tahu bagaimana beratnya orang yang kesusahan. Tentu ini tidak sekedar memberikan pengetahuan tersebut. Ada makna lain yang terkandung, yaitu dengan kita tahu dan merasakan sendiri, akan dapat menumbuhkan empathy, semangat berbagi, dan berbagai semangat kebaikan lainnya.
Semangat semangat tersebut sangat dibutuhkan sebagai upaya menumbuhkan kebersamaan, kecintaan sesama, semangat saling mendukung, dan sekaligus mengurangi ego pribadi yang terkadang mengalahkan segalanya. Jika kebersamaan, kecintaan dan sejenisnya muncul, tentu akan dapat mengurangi kesenjangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemanan dan menumbuhkan rasa aman pada sebagian besar masyarakat.
Pesan ini juga mengandung makna bagaimana pentingnya kita semua melalui puasa bisa mengurangi kecintaan duniawi yang berlebihan. Kecintaan ini pada akhirnya akan memunculkan sifat kikir, pelit, dan sejenisnya. Inilah sifat yang tidak disukai oleh Islam. Islam selalu mengajarkan tentang pentingnya berbagi kepada sesama. Seorang penceramah terkenal (KH. Anwar Zahid) dalam ceramahnya mengungkapkan betapa orang yang kikir dan pelit itu tidak akan pernah jadi orang yang bermanfaat. Bahkan tidak menurut beliau dengan bahasa khasnya : jangan berharap jadi ulama, kalau kita masih kikir dan pelit.
Jika orang tidak bermanfaat, tentu tidak akan bisa menjadi yang terbaik. Hal ini sebagaimana disampaikan Rasulullah saw bahwa orang yang paling baik itu adalah orang yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Hal yang akan dihindari bagi orang yang meyakini bahwa menjadi yang terbaik itu adalah salah satu bekal kita menghadap dan menuju syuranya Allah swt.
Peringatan Allah untuk tidak pelit dan kikir juga difirmankan Allah swt dalam beberapa ayat Al Qur’an dengan memberikan pengetahuan bahwa harta itu bukan milik pribadi saja, akan tetapi ada haknya orang lain yang harus diberikan baik diminta atau tidak. Tidak diminta saja disuruh memberikan, apalagi jika diminta.
Dengan demikian, sebetulnya tidak ada alas an bagi ummat manusia untuk terus memelihara sifat kikir dan pelit. Disamping tidak dibenarkan dalam ajaran Islam, juga tidak akan menciptakan kemanfaatan. Bahkan bisa jadi hidupnya malah terus dihantui oleh kekhawatiran akan berkurangnya harta. Hidup yang dilanda kekhawatiran inilah yang dalam jangka panjang akan berdampak tidak baik bagi kesehatan. Seorang ulama yang sangat terkenal (Ibnu Sina) menyampaikan, bahwa ketidaknyamanan, kekhawatiran, dan lain sebagainya adalah bagian pengurang dari daya imun (pertahanan) manusia dari serangan penyakit.
Momentum puasa adalah saat yang sangat baik untuk introspeksi diri. Apakah kita ini masih tetap memelihara kikir dan pelit, atau berani mengambil pembelajaran puasa dengan meningkatkan empati diri pada setiap keadaan di sekitar kita. Prinsipnya harta tidak akan dibawa mati, sehingga tidak perlu dicintai secara berlebihan. Bagian yang menjadi haknya oranglain, segeralah ditunaikan dan jangan ditunda tunda lagi. Bagaimana dengan anda ??
***
*)Oleh : Noor Shodiq Askandar, Ketua PWLP Maarif NU Jatim dan Wakil Raktor 2 Unisma.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Advertisement
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Rochmat Shobirin |