Menggapai Hakikat Puasa: Perspektif Tasawuf

TIMESINDONESIA, MALANG – Ada yang berbeda pada bulan ramadhan tahun ini baik itu Indonesia bahkan dunia, pasalnya virus corona kian hari belum juga kembali. Oleh sebabnya kegiatan atau rutinitas ramadhanpun berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tak terkecuali juga menimpa masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam
Perlu diketahui bahwasanya ditengah pandemi Covid-19 ini tidak mengurangi esensi daripada keberkahan bulan romadhon, bahkan jika boleh dikata ganjaran atau pahala disetiap amal ibadah dilipat gandakan daripada tahun-tahun sebelumnya, sebab Ramadhan adalah bulan yang mulia dimana keberkahan, rahmat dan maghfirah NYA senantiasa dicurahkan bagi siapa yang mengharapkannya.
Advertisement
INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id
Berbicara tentang Tasawuf tentu bukan lagi berbicara masalah pahala atau dosa, surga atau neraka namun berbicara tentang estetika atau dalam ilmu agama di kenal dengan istilah Ihsan.
Hal ini bisa kita berkaca pada kisah salah seorang tokoh sufi yang membawa air dan api guna untuk menyirami neraka dan membakar surga dikarena takut jika ia beribadah hanya mengharap surga dan takut pada neraka, tokoh Sufi itu adalah Rabi'ah Aladawiyah.
Sedangkan puasa adalah "Shoum" Yang artinya menahan diri dari hal yang membatalkan puasa.
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddinnya ada tiga tingkatkan orang yang berpuasa, yakni puasa orang umum, puasa orang khusus dan puasa khusus buat orang khusus khusus.
Puasa orang umum adalah puasa orang awam yang menahan diri dari tidak makan dan minum dan menahan diri dari godaan syahwat kemaluan.
Puasa orang khusus adalah puasa nya orang Shalihin (orang sholeh) yang tidak hanya menahan diri dari makan minum dan godaan syahwat namun juga menahan diri dari pandangan, pendengar, ucapan maupun tingkah laku yang tercela.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id
Sedangkan puasa khusus buat orang khusus adalah puasa mereka para anbiya' ( nabi-nabi ) dan rasul NYA.
Namun jika kita melihat tujuan dari pada puasa itu sendiri adalah kembali kepada kesucian ruhaniyah, fitrah artinya suci atau yang sering kita kenal dengan istilah hari raya Idul Fitri (kembali kepada fitrah) sebagaimana sabda baginda Nabi Muhammad SAW bahwa “Tidaklah seorang anak dilahirkan, melainkan ia dilahirkan dalam keadaan fitrah (bersih/suci). Orangtuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari).
Dalam Al-quran disebutkan
(قَدۡ أَفۡلَحَ مَن تَزَكَّىٰ ???? وَذَكَرَ ٱسۡمَ رَبِّهِۦ فَصَلَّىٰ)
Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman), dan mengingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. [Surat Al-A'la 14 - 15]
Lantas bagaimanakah cara agar sampai pada kesucian ruhaniah itu? Tentu langkah awalnya adalah meningkatkan great atau level puasa kita dari yang tadinya level orang awam menuju tahapan selanjutnya yakni puasa nya orang khusus agar puasa kita terhindar dari yang di khawatirkan oleh baginda Rhasullullah SAW yakni mereka berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan haus.
Selanjutnya Ada tiga tahapan konsep atau proses pensucian jiwa yang ditawarkan oleh ilmu tasawuf yakni Takholli, Tahalli, dan Tajalli.
Takholli artinya mengosongkan diri dari sifat-sifat yang mengotori jiwa, iri hati, dengki, riyak, takabbur ujub dan sebagainya itu merupakan noda yang selalu menempel dan mengrogoti jiwa.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id
Oleh sebabnya seorang sufi atau orang yang berpuasa hendaklah bersegera kembali bertaubat dari segala macam dosa yang telah diperbuat dan menghindarinya sejauh mungkin.
Tahap ini merupakan langkah awal yang wajib dilewati oleh seorang sufi.
Setelah dikosongkan tahap selanjutnya adalah Tahalli.
Tahalli artinya mengisi diri atau menghiasi diri dengan memperbanyak amal ibadah tidak hanya ibadah wajib namun juga ibadah sunnah. Atau bisa dengan memperbanyak zikir, shodaqoh, sholawat, solat sunnah dan membaca Al-Quran di siang maupun malam hari.
Selanjutnya Tajalli
Tajalli artinya tampak atau juga terbukanya hijab antara makhluk dan kholik, bahwa alam semesta ini merupakan manifestasi nya Allah, jadi pada tahap ini seorang sufi tak pernah lupa sedetikpun dengan Allah, setiap hembusan nafas, langkah, pendengaran dan penglihatannya selalu diiringi dengan zikir kepada Allah, dan semua yang ia lihat dan ia rasakan selalu bermuara pada kasihNYA, kuasaNYA dan keindahanNYA. Begitupun jugalah kiranya bagi orang yang berpuasa, mentiadakan atau melenyapkan zat selain dari pada zat NYA
''Wallahualam''
"Takobbalallahu minna wa min kum," Semoga kita kembali dengan kesucian dan kemenangan. Aamiin
INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id
*)Penulis: Ahmad Khairudin Sidik, Mahasiswa Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : AJP-5 Editor Team |
Publisher | : Rochmat Shobirin |