
TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Pendapa masih akan menjadi magnet penentu kemenengan pada Pilkada 2020 kabupaten Lamongan mendatang. Istilah “pendapa” ini tentu merujuk pada rumah dinas bupati aktif yang kini masih menjabat sebagai Bupati Lamongan Periode 2015-2020. Setidaknya gambaran itulah yang selama ini terjadi, berkaca pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung yang digelar di Lamongan atau Pilkada Lamongan selama 3 periode terakhir.
Pilkada yang digelar pada Desember 2020 mendatang akan menjadi ajang pertarungan sengit, guna memperebutkan kursi Bupati yang akan segera di tinggal oleh Fadeli yang telah dua kali menjabat.
Advertisement
Setidaknya sudah lima kandidat yang telah ramai diperbincangkan masyarakat Lamongan. Ada Kartika Hidayati, Sholahudin, Yuhronur Efendi, Dedy Nordiawan, dan Suhandoyo. Terakhir dikabarkan Suhandoyo telah memastikan diri melaju melalui jalur independen yang telah mendaftarkan diri ke KPUD Lamongan dengan menyetorkan 92 ribu syarat dukungan.
Kabarnya, Januari 2020 lalu PKB telah memberikan dukungannya kepada Solahudin, atau yang akrab disebut sebagai Kaji Shola, lalu disusul Gerindra dan PDIP yang turut serta menyokong pencalonan Kaji Shola, namun hingga saat ini belum jelas arah rekomendasi ketiga Parpol tersebut, karena masing-masing parpol belum mengumumkan secara resmi.
Sementara Yuhronur mengklaim telah mengantongi rekomendasi dukungan dari Golkar dan PAN, dengan total 13 kursi DPRD Lamongan. Kemudian Kartika yang saat ini masih menjabat sebagai wakil Bupati lamongan mendampingi H. Fadeli, masih berharap ada koalisi parpol yang menyokong pencalonannya sebagai calon Bupati Lamongan. Posisinya sebagai wakil bupati, dan sekaligus ketua PC Muslimat Lamongan belum mampu menjadikannya magnet bagi Parpol atau koalisi Parpol yang berkehendak mendukungnya.
Yang terakhir adalah Dedi Nordiawan. Namanya sempat beredar menjadi salah satu kandidat. Dedi sendiri adalah anak kandung dari Fadeli, yang sukses melaju sebagai Bupati selama dua periode. Menurut informasi yang beredar, selain Dedi dari dinasti Fadeli, ada yakni Makdumah istri Fadeli dan Deby Kurniawan ketua DPC Demokrat yang juga anak dari Fadeli.
Lantas bagaimana sebenarnya peta politik warga Lamongan dalam menentukan pemilihnya dalam Pilkada Lamongan mendatang?
Pengalaman Pilkada tahun 2010 dan 2015 memberikan jalan penunjuk kita untuk menganalisa seberapa mungkin kemenangan yang akan diraih oleh beberapa kandidat yang telah memastikan diri melaju pada Pilkada serentak 2020 mendatang.
Koalisi “gemuk” pada Pilkada 2010 yang terdiri dari PKB, PAN, Golkar, Demokrat telah menghantarkan pasangan Fadeli – Amar (Faham) memenangkan Pilkada dengan perolehan suara 268,806 (40,98%) unggul tipis dari pasangan Suhandoyo-Kartika (Sehati) dengan perolehan suara 238,816 (38,44%). Sementara dibelakangnya ada Tsalist-Subagio 14,45% dan Ongky-Ismail 6,17%.
Sementara pada Pilkada 2015 lalu, guna mengamankan kemenangan, bupati petahana Fadeli meminang Kartika Hidayati untuk menjadi wakilnya dengan memborong rekomendasi seluruh parpol. Walhasil kemenangan mutlak diperoleh pasangan ini dengan 75,66% suara. Dua pasang pesaing lainnya yang maju melalui jalur independen yakni, Mujianto – Sueb memperoleh 2,55% dan Nur Salim – Edi Wijaya 21,79%.
Sebagaimana diketahui, kala itu Suhandoyo yang telah bersiap menjadi penantang terkuat Fadeli saat itu kandas karena tidak memperoleh dukungan dari PDIP yang notabene adalah partai dimana dia bernaung.
Kini, menjelang perhelatan Pilkada serentak tahun 2020 yang akan digelar pada Desember mendatang situasi kembali memanas. Saling klaim dukungan parpol kembali mengemuka.
Gambaran peta politik pada pileg 2014 dan 2019 tidak banyak berubah. Perolehan kursi untuk masing-masing Parpol pada Pileg 2014 PKB dan Demokrat masing-masing memperoleh 10 Kursi, disusul oleh PDIP 8, Kursi Golkar dan PAN masing-masing 6 kursi, Gerindra dan PPP masing-masing 4 kursi, serta Hanura dan PKS masing-masing 1 Kursi.
Pada Pileg 2019 lalu PKB mempertahankan perolehannya 10 kursi, Demokrat kehilangan 1 kursi menjadi 9, PAN mendapat tambahan 1 kursi menjadi 7, Golkar dan Gerindra masih sama masing-masing 4 kursi, dan PPP kehilangan 1 kursi, Nasdem, Perindo, dan Hanura masing-masing memperoleh 1 kursi, dan PKS pada pileg 2019 sama sekali tidak memperoleh kursi di DPRD Lamongan.
Melihat peta politik yang terjadi pada 2014 dan 2019 sebagaimana disampaikan di atas, serta hasil koalisi dukungan pada kandidat bupati lamongan hampir simetris tercermin dari perolehan kursi di DPRD. Kita tidak akan melihat kejutan yang signifikan akan terjadi. Artinya, kekuatan Partai papan atas seperti PKB, Demokrat, dan PDIP masih akan menjadi penentu kemenangan pada Pilkada Lamongan mendatang.
Kita juga berkaca pada hasil perolehan suara di kabupaten Lamongan pada Pilpres 2014 dan 2019. Kembali kita melihat betapa peranan koalisi parpol sangat berpengaruh terhadap kemenangan paslon dalam Pilpres 2014 dan 2019 lalu. Pada Pilpres 2014 dimenangkan oleh Prabowo – Hatta 51,85% sementara Jokowi – JK memperoleh 48,15%. Pasangan Prabowo – Hatta di dukung oleh 7 Parpol yakni Demokrat, Golkar, Gerindra, PAN, PKS, PPP, dan PBB. Sementara Jokowi – JK diusung oleh 5 Parpol yakni, PDIP, PKB, Nasdem, Hanura, dan PKPI.
Gemuknya koalisi pada Pilpres 2019 lalu nyatanya dapat membalik keadaan. Perolehan suara masing-masing paslon di Kabupaten lamongan, pasangan Jokowi – Ma’ruf memperoleh 65% suara dan Prabowo - Sandi memperoleh 35% suara. Dimana, Pasangan Jokowi – Ma’ruf di dukung oleh 7 Parpol antara lain, PDIP, PKB, Golkar, PPP, Nasdem, Hanura, dan PKPI. Pasangan Prabowo – Sandi didukung 4 Parpol yakni, Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat.
Peta politik yang terjadi pada Pileg dan Pilpres 2014 dan 2019 cukup menjadi bekal untuk memperkirakan siapa yang akan melaju pada Pilkada kabupaten Lamongan mendatang. Kekuatan koalisi dan dukungan parpol terhadap paslon memiliki keterkaitan yang kuat terhadap tingkat kesuksesan kandidat bupati lamongan 2020 mendatang.
Bagaimana dengan calon independen? Berkaca pada Pilkada Kabupaten Lamongan pada 2010 dan 2015 lalu, faktanya kandidat yang diusung dari jalur independen belum begitu diminati calon pemilih. Sebagaimana perolehan Pilkada pada 2010 calon independen hanya memperoleh 6,17% dan pada Pilkada 2015 calon independen masing-masing memperoleh 21,79% dan 2,55%.
Melihat hasil perolehan Pilkada pada 2015 lalu, perolehan independen maksimal berada pada kisaran 21%, pun jika perolehan keduanya dikonsolidasi hanya mampu memperoleh suara kisaran 24%, itupun belum mampu menghantarkan kandidatnya menuju Lamongan satu.
Namun demikian, apapun bisa terjadi dalam kontestasi mendatang. Semua calon memiliki peluang yang sama, tergantung kekuatan mesin politik masing-masing untuk mengoptimalkan perolehan suara, dan memenangkan kandidat masing-masing. Sudah tentu kekuatan jaringan dan finansial yang dimiliki masing-masing kandidat, turut menjadi faktor penentu kemenangan di Pilkada Lamongan. Selamat berpilkada.
***
*)Oleh: Lilik Agus Purwanto, Penulis adalah intelektual Muda NU.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
________
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sholihin Nur |