
TIMESINDONESIA, BANTEN – Tentang anak muda, impian, dan Indonesia. Indonesia akan memasuki usia 75 tahun nya di tahun ini. Indonesia butuh jembatan yang menyatukan bangsa ini, dan jembatan itu adalah Anak Muda Indonesia. Sedikit berbagi cerita 3 tahun lalu, cerita hidup saat melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari UGM yang saya alami selama 60 hari di Distrik Kais (Kecamatan Kais), sebuah daerah terpencil Kabupaten Sorong Selatan di Provinsi Papua Barat, malam itu seakan terulang kembali walau balutannya sedikit berbeda.
60 hari hidup dengan ketidaktersediaannya pasokan air bersih, listrik, hingga komunikasi membuat 60 hari saya berasa "buronan." Mandi dan mencuci (pakaian maupun alat makan) semua dilakukan di sungai yang airnya terindikasi terkena limbah sagu dan berlumpur pula disertai buaya yang kadang lewat tanpa permisi.
Advertisement
Lilin seakan menjadi tempat hidup dan curhatan dikala mentari sudah tidak menampakkan sinarnya. Bulan yang berhati mulia dengan seberkas cahaya nya kadang mengawal rasa rindu kepada siapapun saat saya berada di sana.
Hidup zaman now adalah hidup dengan tuntutan komunikasi. Saat di Kais, saya tidak mengenal itu. Handphone dengan ukuran dan spesifikasi hingga kelebihan dengan model apapun akan sama dengan handphone yang harganya 99 ribu rupiah masih diberikan kembalian pula hehe. Handphone sangat awet baterainya. Praktis, kegiatan handphone hanya untuk berfoto, mendengarkan musik, dan sesekali galau sambil melihat chat terakhir dengan siapapun itu.
Ketika waktu kami harus kembali pasca mengabdi, berat hati ini meninggalkan segala bentuk pengalaman hidup yang terjalin selama 60 hari itu. Meninggalkan mama, bapa, kaka, ade, dan semuanya di Kais yang tidak dapat sewaktu-waktu kami hubungi ketika rindu merana. Sepucuk surat? mungkin ekspedisi apapun akan bingung hendak menyampaikan surat tiba hingga ke Kais. Maka doa menjadi penghantar rindu itu kepada Kais.
Malam itu, Tuhan menunjukkan keagunganNya. Tanpa campur tanganNya tidak akan terjadi. This is Kun Faya Kun. Bapa Melkianus Saimar (Ketua Majelis Gereja Bahtera Injil Kampung Kais / Tokoh Agama) yang rumahnya pernah saya tumpangi untuk shalat, dan Mama T. Kabare (Tokoh adat wanita Kais) yang saya ukur luasan tanah miliknya guna pembuatan peta desa bertemu kami kembali di Jogja kala itu dengan keadaan yang sehat dan ingatan yang kuat akan kami. Beliau diberikan kesempatan oleh UGM untuk mengisi acara Sarasehan Kebangsaan untuk topik tanah adat.
Tanpa komunikasi dan tanpa pengaturan sebelumnya ini semua terjadi begitu saja dengan keleluasanNya membuat drama ini. Kami yang bingung bagaimana cara bertemu, akhirnya dipertemukan. Setelah dipikir-pikir, film AADC 2 itu tidak fiktif belaka berarti ketika Rangga dan Cinta bisa bertemu kembali di Yogyakarta setelah satu purnama berpisah dan tidak berkabar. Hanya saja ini bukan Ada Apa dengan Cinta tapi Ada Apa dengan Kais. Haha mungkin ini hanya gurauan tapi benar adanya.
Mama dan Bapa, dalam pelukan hangat malam itu saat sebelum berpisah, saya akan selalu ingat pesan Bapa dan Mama selalu kepada saya. "Anak, jadi orang baik pasti berdosa. Jadi orang jahat pasti berdosa. Tantangan hidup adalah bagaimana hidup diantaranya." Kata Bapa Meki (sapaan akrab Bapak Melkianus Saimar).
Cerita ini sederhana. Tersimpan keagungan Tuhan yang tidak pernah kira sebelumnya. Ada spirit didalamnya, ada doa yang dihaturkan, dan ada harapan serta motivasi yang tersirat. Kiranya Tuhan mengabulkan semua yang ada. Manusia boleh berencana, namun Tuhan yang menentukan. Maka semua perlu usaha untuk mencapai semua itu.
semoga menginspirasi.. (*)
***
*)Oleh: Raden Muhammad Lukman Fauzi Perkesit., ST, Surveyor Kadastral Kementerian Agraria & Tata Ruang/BPN RI (Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang – Provinsi Banten).
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |