Pandemi Covid 19 dan Kerinduan Belajar di Sekolah

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Lima bulan sudah kita menjalani kehidupan di tengah pandemi Covid 19 ini. Akibat pandemi ini, perilaku masyarakat dalam beraktivitas sehari-hari mengalami perubahan yang cukup signifikan. Selain penerapan protokol kesehatan (cuci tangan dengan sabun, pakai masker, dan menjaga jarak minimal 1 - 2 meter), masyarakat “dipaksa” untuk beradaptasi ketika melakukan aktivitas di luar rumah, salah satunya belajar mengajar di sekolah.
Aktivitas belajar mengajar di tengah pandemi menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi guru, murid, dan orang tua murid. Mereka dituntut untuk cepat beradaptasi dengan kondisi yang terbilang baru ini. Sejak pandemi melanda, metode belajar mengajar dialihkan ke rumah dengan dibantu penggunaan internet dan gawai sebagai sarana pendukung pembelajaran.
Advertisement
Untuk sementara, kegiatan mengajar di sekolah ditiadakan, mengingat sekolah merupakan tempat berkumpul, bermain, dan belajar, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan klaster penularan virus covid 19.
Yang menjadi persoalan adalah, adaptasi semacam itu membutuhkan kemampuan secara teknologi, maupun sumber daya manusia. Tidak semua guru memiliki bekal literasi digital yang cukup dalam melakukan pembelajaran daring, khususnya pada aspek pelaksanaan secara teknis.
Demikian juga pada murid dan orang tuanya, selain persoalan keterampilan dalam penggunaan gawai, tidak semua dari mereka memiliki gawai untuk mendukung proses belajar. Meski demikian, adaptasi seperti ini harus tetap dilakukan agar tidak menghambat keberlangsungan proses belajar mengajar, sekalipun ditengah pandemi.
Namun di sisi lain, ada sesuatu yang berbeda dalam proses belajar mengajar secara daring ini. Sesuatu yang pada akhirnya akan menjadi kerinduan bersama.
Digitalisasi dalam proses belajar pada dasarnya telah terjadi dalam 10 tahun terakhir. Hal ini seiring dengan keberadaan internet yang perlahan, menggeser buku sebagai sumber referensi siswa dalam belajar dan mengerjakan tugas, mengingat buku memiliki kapasitas yang terbatas.
Jika dilihat dari kondisi tersebut, belajar secara daring dapat dilakukan secara maksimal, apabila hanya dilakukan beberapa kali dan dilakukan dalam waktu yang terbatas, bukan menjadi metode pembelajaran pokok. Meskipun dapat dilakukan untuk sarana belajar mengajar, metode ini tidak dapat mengakomodasi kebutuhan belajar mengajar secara komprehensif. Sederhananya, internet tidak bisa menggantikan mekanisme tatap muka dan interaksi langsung antara murid dan guru.
Belajar bersama merupakan esensi dari proses belajar mengajar di sekolah, bahkan ditingkat universitas. Artinya, nilai kebersamaan dalam proses belajar mengajar inilah yang tidak boleh dihilangkan. Ada relasi atau hubungan yang tertanam selama proses belajar mengajar, baik dengan guru, maupun dengan teman. Artinya, ruang kelas tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, namun juga menumbuhkan nilai - nilai kebersamaan dan solidaritas antar sesama teman, dan ini tidak dapat digantikan dengan bentuk yang lain, termasuk dalam mekanisme digital. Kebersamaan dalam menimba ilmu, bermain di halaman sekolah, dan mungkin dalam melakukan tindakan-tindakan konyol di sekolah, menjadi bagian dari dinamika di sekolah yang akan menjadi kenangan manis suatu saat nanti.
Proses pembelajaran di sekolah tidak hanya mendengarkan dan mencatat materi yang diberikan oleh guru kita. Namun, ada kedekatan secara emosional antara guru sebagai “orang tua”, dengan murid sebagai “anaknya” dalam transfer ilmu. Tentu, ini cukup berpengaruh terhadap kemampuan seorang murid untuk menyerap dan memahami materi yang disampaikan oleh gurunya secara langsung.
Memang, metode seperti ini juga dapat dilakukan dalam pembelajaran daring, dengan memanfaatkan fitur video call. Namun, fasilitas tersebut juga memiliki keterbatasan, khususnya secara teknik seperti gangguan sinyal, perangkat yang digunakan, dan kemampuan dalam menggunakan perangkat itu sendiri, baik dari pihak guru, maupun murid, atau orang tua murid yang menemani anaknya di rumah.
Pandemi ini menyadarkan kita, bahwa tidak semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara maksimal melalui daring karena ada beberapa hal yang tidak bisa dilakukan dengan metode daring. Selain itu, metode belajar daring, secara tidak langsung, telah menghilangkan esensi dari proses belajar mengajar itu sendiri.
Kenyamanan belajar mengajar di sekolah tentu sangat berbeda dengan di rumah. Sekolah menjadi ruang belajar sekaligus ruang berekspresi bagi murid yang berguna untuk menunjang cita-citanya dimasa depan. Sehingga, ada baiknya selama proses belajar mengajar secara daring ini, lebih ditekankan pada aspek kenyamanan belajar bagi para murid. Mereka tidak perlu diberi beban untuk mengerjakan tugas secara berlebih karena justru itu akan semakin menambah beban psikis bagi murid, khususnya yang memiliki kemampuan terbatas dalam penguasaan materi.
Semoga pandemi Covid-19 ini dapat segera berakhir, dan kerinduan akan belajar mengajar di sekolah dapat segera terobati. (*)
***
*)Oleh: Faza Yudiansyah, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |