Eksistensi Budaya Dalam Perspektif Islam Kontemporer

TIMESINDONESIA, MALANG – Budaya atau adat adalah hasil cipta, rasa dan karsa dari dari suatu masyarakat atau bangsa yang mereka anggap baik dan diterapkan dalam tatanan hidup. Setiap negara memiliki adat tersendiri, yang menunjukkan eksistensinya, makna filosofis dan simbol. Khususnya Indonesia memiliki adat yang sudah ada sejak nenek moyang, dan sebelum penjajahan itu datang Keberadaan dan keberagamannya cukup fantastis. Didalamnya banyak cerita mistis dan filosofis yang hingga kini menjadi legenda atau cerita.
Adat istiadat termasuk salah satu ‘urf yang diyakini mayoritas orang telah menjadikan kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik perkataan maupun perbuatan. Sejak nenek moyang berada negeri ini menganut aliran animisme dan dinamisme. Dimana aliran animisme adalah kepercayaan pada roh akan kekuatan gaib, sedangkan dinamisme adalah suatu keperacayaan pada benda-benda gaib. Suatu kepercayaan yang seperti ini pada abad sekarang tentu masih ada, seperti orang primitif (pedalaman) dan masyarakat yang hidup di keraton. Disamping itu, keanekaragaman budaya membuat Indonesia menjadi daya tarik bangsa lain, mereka ingin belajar dan mendalaminya.
Advertisement
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Kedatangan para walisanga hingga beberapa kali periode, membawa tradisi bersifat magis dan religius dalam proses penyebaran Islam. Proses akulturasi budaya dengan agama islam mulai terjadi, tujuannya untuk menarik masyarakat untuk memeluk agama islam. Meninggalkan kebiasaan yang berbau kemusyrikan dan menuntunya ke jalan yang baik dan benar.
Dewasa ini, semakin melajunya perkembangan ilmu, perkembangan teknologi, perkembangan industri, dan perkembangan ekonomi, membawa umat manusia ke sebuah peradaban. Corak berpikir, bersikap, dan bertutur katapun sudah beda. Ditambah lagi dengan pemahaman tentang agama islam kian luas. Para pemuda sama-sama menimba ilmu hingga ke pelososk negeri. Seperti pada saat ini pertukaran pelajar dari penjuru dunia kini gencar-gencarnya. Eksistensi tradisi dan adat leluhur mulai terkikis. Budaya yang luar mulai masuk secara perlahan dan sedikit demi sedikit dipakai oleh masyarakat lokal. Tantangan seperti ini membuat masyarakat muslim harus beradaptasi dan mampu membentengi budaya asli tanah air.
Adat juga dapat dipengaruhi dengan mitos-mitos yang ada. Adanya mitos ini juga di zaman sekarang memiliki nilai yang tidak empiris, dalam artian tidak masuk akal. Seperti pada contoh, ketika ada gerhana matahari orang jaman dahulu menebar nasi aking untuk menjauhkan balak (musibah), kemudian, ketika masuk dalam rumah harus cuci tangan dan kaki terlebih dahulu, sehingga didepan rumah rumah ada sebuah wadah air (padasan untuk cuci kaki) dan yang lain sebagaianya. Padahal jika ditelisik lebih dalam kebiasaan seperti itu memiliki arti membuang balak yang ada diluar rumah dengan mencuci kaki sebelum masuk. Ini diketahui dari orang suku Jawa yang hidup di abad 19.
Berlanjut di era modern ini, tidak sedikit orang berani menghakimi tentang halal dan haram suatu kepercayaan. Memang benar, kepercayaan ada yang berpengaruh buruk dan berpengaruh baik. Pengaruh buruk disini meninjau suatu budaya yang memiliki kemistikkan yang kental. Dan biasanya berbau dengan kemusyrikan, Ini seharusnya yang ditingglakn. Yang berpengaruh baik itu yang bisa digunakan bahkan dilestarikan, terlebih lagi ada peninggalan walisongo akan kesenian dan budaya yang diciptakannya.
Menurut La Eda (Majalah Sedekah) mengatakan bahwa contoh budaya yang menyelisihi Islam dan fitrah manusia adalah sesajen, ritual berbau syirik lainnya. Meskipun semua bearasal dari hasil karya menusia, namun sangat bertentangan dengan prinsip akidah Islam. Dari adanya banyak aliran Islam yang ada di Indonesia ini, menimbulkan masyarakat kurang dalam mempelajari tentang hubungan adat (budaya), islam dan penyebarannya.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Budaya atau kebiasaan terdahulu (‘urf) dipakai apabila ditidak menyalahi dan tidak bertentangan dengan ajaran dan prinsip keislaman atau fitrah kemanusiaan. dalam firman Allah pada surah An-Nahl: 123, “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), Ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk orang musyrik”. Dari ayat diatas perlunya melestarikan budaya yang sudah sesuai dengan syariah agama. Artinya, umat islam diwajibkan untuk tetap menjaga tradisi islami dan melestarikan budaya yang membawa pengaruh baik sesuai dengan syariah islam. Perlu diingat pula, khususnya Negara Indonesia memiliki empat mahdzab yang tentunya berbeda cara penerapan budayanya.
Untuk Islam modern seperti saat ini dapat memegang teguh sebuah ucapan singkat dari Gus Dur, mengatakan bahwa “Islam datang bukan untuk mengubah budaya leluhur kita jadi budaya Arab. Bukan untuk aku jadi Ana, sampeyan jadi Antum, sedulur jadi Akh. Kita pertahankan milik kita, kita ambil ajarannya bukan budayanya”. Jadi bisa dimengerti bahwa filterasi budaya sangat perlu dilakukan dengan meninjau dari kebutuhan dan kelestarian. Seringkali terjadi kesalah pahaman mengenai filterasi budaya atau adat. Sehingga berakibat fatal bagi keutuhan tatanan ssosial buadaya yang agamais dalam masyarakat islam.
Menurut teori dari ushuliyyin, adat memiliki syarat dan itu dapat digunakan oleh masyarakat. Syarat- syaratnya ialah budaya (urf) bersifat khsusus dan umum yang bersifat perbuatan. Kedua, ‘Urf masyarakat ketika persoalan yang akan ditetapkan hukumnya. Ketiga, urf tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas dalam transaksi (jual beli). Dan yang terakhir urf tidak bertentangan dengan nash, dalam artian kehujjahan urf bisa diterima apabila tidak ada nash yang mengandung hukum permasalahan yang dihadapi. Sebagai contoh budaya yang tetap dijaga sampai era modern ini adalah tradisi memperingati hari kematian, berziarah kubur, siraman untuk calon pengantin atau wanita hamil, menyakini hari-hari dan bulan-bulan tertentu sebagai hari atau bulan yang tidak baik unu melakuakan hajat-hatan.
Pengikisan budaya di masa modern ini atau kontemporer memang sangat pesat dan ditinggalkan begitu saja. Padahal jika dikaji lebih dalam dengan tasawuf, budaya yang ada memiliki sisi, makna yang tersembunyi dan penuh arti. Untuk lingkup pendidikan pula adat dan kebudayaan membawa pengaruh baik. Salah satunya dapat membentuk rasa nasionalis, dan toleransi.
Untuk keberadaan (eksistensi) budaya pada saat ini, perlu memfilterasi demi tercapainya islamisasi kebudayaan secara positif sehingga budaya yang baik tidak sirna dengan tetep berpegang pada prinsip islam. Untuk budaya yang bertentangan wajib diubah secara bijak dengan memperhatikan kearifan lokal, tatanan sosial dan selanjutnya bersih dan hilang.
Sebagai pemuda yang nasionalis, dan berakhlak maka pandai-pandailah dalam bertindak, berpikir dan menyaring terhadap aliran yang sekarang beredar khususnya islam modern saat ini.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*)Penulis: Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : AJP-5 Editor Team |
Publisher | : Rochmat Shobirin |