Kopi TIMES

Mengintegrasikan Nilai Kepemimpinan Rasulullah SAW

Jumat, 06 November 2020 - 00:22 | 339.78k
Dio Aditya Pratama.
Dio Aditya Pratama.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Berbicara tentang kepemimpinan tentu sebuah hal yang sangat fundamental nilainya. Terkhusus bagi seluruh aspek tatanan masyarakat. Rusaknya sebuah tatanan masyarakat karena rusaknya pemimpin itu sendiri. Pemimpin bagaikan kapten yang memegang kendali sebuah perahu dalam berlayar, yang akan mengarahkan seluruh pengikutnya kearah dan tujuan yang sama.

Menurut Prof. Kadarmen, SJ dan Drs. Yusuf, upaya dalam mengartikan kepemimpinan sebagai seni atau proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka mau berusaha mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh kelompok. Maka perlu kecakapan dalam mengaplikasikan hal tersebut, agar tujuan dan cita-cita dapat tercapai dengan baik.

Advertisement

Islam sangat cermat dalam menetapkan pemimpin yang akan menjadi teladan kelompok dalam membangun kepribadian Muslim. Salah seorang pemimpin yang berkualitas bagi seluruh umat Islam adalah Nabi Muhammad SAW. Pengangkatan beliau sebagai Rasul, adalah untuk memimpin umat manusia dan seluruh alam semesta.

Kepemimpinan yang patut diteladani adalah ketangguhan beliau untuk menjadi pribadi yang tidak dipengaruhi keadaan masyarakat di sekitarnya yang masih jahiliyah. Aspek kepribadian yang sangat menonjol di dalam diri Rasulullah seperti kejujuran (shiddiq) yang menjadi prinsip dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Kepribadian yang sempurna ini dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul yang dikenal dengan sebutan sifat-sifat wajib bagi Rasul Allah. Meliputi shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. 

Dalam catatan sejarah, sosok Nabi Muhammad SAW berperan tidak hanya sebagai pemimpin dalam satu hal saja. Perannya juga sebagai pemimpin yang dalam segi kehidupan politik, ekonomi, militer, maupun dakwah.

Periode Madinah, Nabi Muhammad SAW menjadi pemimpin tertinggi dalam bidang administratif negara Islam yang dibantu oleh kaum muslimin. Sebagai manajer dakwah, Rasulullah sangat memperhatikan kebutuhan masyarakat, mendengar keinginan dan keluhan, memperhatikan potensi yang ada dalam masyarakatnya. Kunci suksesnya karena Community Resources, Community Educator dan Community Devoloper yang patut kita teladani.

Keteladanan sifat-sifat diatas yang harus kita teladani yaitu empat sifat nabi Muhammad SAW yang sangat mulia, yang harus ditiru dalam kepemimpinan baik pada diri sendiri maupun kepada orang lain.

Sifat kepemimpinan beliau disegani kawan dan dihormati lawan. Beliau selalu memperlakukan lawannya dengan tingkah laku yang baik. Berbagai cara yang dilakukan oleh musuh-musuh beliau untuk menghentikan perjuangannya, tidak pernah berhasil. Rasulullah tetap tabah, sabar, dan sungguh-sungguh. Rasulullah SAW dikenal istiqamah dan berpegang pada keputusan yang telah disepakati.

Mengetahui kekuatan dan kelemahan, teguh memegang prinsip, dan belajar dari pengalaman, bagaimana belajar dari/dan bekerja dengan orang lain. Rasulullah SAW. menjadi panutan dalam melaksanakan nasihat dan saran-sarannya, sehingga menjadikan pribadi Rasulullah saw. sebagai pribadi yang mulia. Beliau adalah orang yang sangat dermawan kepada siapa pun yang datang dan meminta pertolongan.

Karakter Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW

Secara fakta historis tentang usaha-usaha Nabi dalam membentuk masyarakat Islami di Mekkah, Rasulullah menggunakan proses evolusi sosio kultural. Nabi tidak langsung mengubah Mekkah secara cepat, tetapi secara bertahap-tahap yang membutuhkan waktu yang lama yaitu 13 tahun pada periode Mekkah, tahap kedua mengubah paradigma berpikir, dan selanjutnya merubah pola gerakan yaitu setelah mempunyai kekuatan di Negeri Yastrib (Madinah) selama 10 tahun. 

Dalam hal ini Yusuf Qardhawi mengatakan, “ Madinah merupakan basis negara Islam yang baru, yang di kepalai oleh Rasulullah, maka beliau menjadi komandan dan pemimpin bagi mereka sebagaimna sebagaimana Nabi dan Rasul Allah kepada mereka.”

Nabi di Madinah mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar seperti mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad bin Rabi’ dan lainnya. Mempersatukan umat dalam piagam madinah antara kaum muslimin dan orang-orang Yahudi mengenai kebebasan beragama, kesejahteraan sosial dan urusan-urusan kolektif lainnya antara mereka. Menurut Dr. Muhammad Husein Haekal, merangkumkan ke dalam 36 pasal isi piagam madinah. Sedangkan dalam kitab ar-Risalah, hanya mengambil intisari dari perjanjian tersebut yang isinya sebagai berikut :

1. Persamaan hak dan kewajiban. 2. Gotong royong dalam urusan kemaslahatan. 3. Kompak dalam menentukan hubungan dengan pihak uang memusuhi warga Medinah. 4. Membangun masyarakat dalam sistem yang sebaik-baiknya, kokoh dan kuat. 5. Melawan orang-orang yang membangkang tanpa boleh memberi bantuan. 6. Melindungi bagi setiap orang yang ingin hidup berdampingan dengan kaum muslimin dan tidak boleh berlaku zhalim terhadapnya. 7. Ummat di luar Islam bebas melaksanakan agamanya, mereka tidak boleh dipaksa masuk Islam dan tidak boleh diganggu hartanya bendanya. 8. Ummat dil uar Islam harus ikut serta menanggung beban pembiayaan negara sebagaimana umat Islam sendiri. 

Piagam inilah yang oleh Ibnu Hisyam disebut sebagai undang-undang dasar negara dan pemerintahan Islam yang pertama. Dasar-dasar piagam tersebut ditunjang oleh dua kekuatan yaitu kekuatan spiritual yang meliputi keimanan seluruh anggota masyarakat kepada Allah SWT. Keimanan akan pengawasan dan perlindunganNya bagi orang-orang baik dan konsekuen dan kekuatan material akan kepemimpinan negara yang tercermin dari kepribadian Rasulullah SAW itu. 

Dengan demikian inti dari kiat Nabi menyatukan ummat adalah persuasif approach, diplomasi, dialog konsensus, dan rekonsoliasi bukan dengan cara security approach, intimidasi, dan pemaksaan. Mengenai penyusunan kekuatan dan barisan perjuangan tidak ada alasan yang kuat untuk menyatakan bahwa Muhammad SAW sebagai agresor sebab tujuan Nabi hanyalah sebatas memperkuat kedudukan Madinah, disamping adanya upaya-upaya untuk melemahkan tujuan perdagangan Quraisy hal itu semua merupakan suatu proteksi.

Mengenai tuduhan orientalis bahwa sudah merupakan kebiasaan orang Madinah sebagai orang pedalaman yang suka merampok, Dr. Muhammad Husein Haekal menolak dan menyatakan bahwa seperti juga penduduk Mekkah, penduduk Madinah bukan orang-orang terisolir, mereka hidup dari hasil pertanian, mereka pun lebih suka menetap dan orang-orang Madinah tidak begitu tertarik melakukan peperangan kecuali jika ada sesuatu alasan yang luar biasa. (Dalam teori politik dikenal istilah defensif bukan offensif).

Islam tidak menolak perang bahkan mewajibkan pada masa itu, sekarang dan seterusnya. Seperti pada masa itu sebatas membela diri, membela keyakinan, dan menolak permusuhan.

Dalam urusan tatanan politik, Nabi sebagai pemimpin tertinggi telah mencurahkan perhatian yang besar kepada kafir Quraisy sebagai penghalang pertama dalam dakwah penyiaran Islam, watak yang keras kepala (wiqfah) yang telah menyebabkan kelambanan tersebarnya ajaran tauhid tersebut, ditambah lagi mereka (Quraisy) sebagai pemegang peranan penting dalam urusan keagamaan, kekuasaan, ekonomi, politik, dan kebudayaan. 

Begitu juga konspirasi politik kafir Quraisy dengan pihak Yahudi secara koalisi, mereka berusaha keras menghalang-halangi bahkan hingga terjadi perang Khandak yang sangat menentukan akhir eksistensi kaum muslimin. Akan tetapi setelah Futtuhul Makkah pada tahun kedelapan hijrah maka tunduklah suku Hawazin dan Isaqif di Thaif, kedua kekuatan besar setelah Quraisy di Semenanjung Arabia. Maka beerbondong-bondonglah mereka masuk Islam sesuai kapasitas iman masing-masing. 

 Jika ditinjau dari unsur negara maka terpenuhilah Madinah itu sebagai negara, sebagaimana penjelasan di atas. Kaum Muhajirin dan Anshar sebagai rakyat, wilayahnya adalah Madinah, Pemerintahnya adalah Nabi Muhammad SAW yang dibantu oleh kaum muslimin, undang-undangnya adalah Piagam Madinah, pengakuan dari negara lain dapat ditinjau dari Rasulullah mengajak para pemimpin negara-negara lain atau daerah lain seperi Raja Heraklius. Yang mana Herakhilius mengaku Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin Madinah. Jika dilihat dari unsur negara maka Madinah adalah sebuah negara.

Dalam Islam, suri teladan yang paling sempurna terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW., seorang yang mempunyai sifat-sifat yang selalu terjaga dan dijaga oleh Allah SWT.  Sifat yang dimaksud dikenal dengan sebutan sifat wajib Rasul. Sifat wajib Rasul merupakan pencerminan karakter Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan kepemimpinan dan tugasnya sebagai pemimpin umat.

***

*)Oleh: Dio Aditya Pratama.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES