
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Omnibus Law atau UU Cipta Kerja telah ditandatangani Presiden dan resmi berlaku sejak tanggal 2 November 2020 sebagai UU No 11 Tahun 2020. UU 20/2011 tentang Rusun (Rumah Susun) adalah salah satu dari 79 UU yang terdampak UU Cipta Kerja, terdapat 18 pasal berubah dan 6 pasal dihapus pada UU Rusun.
Dampaknya antara lain berbagai kewenangan pemerintah daerah kriterianya ditetapkan oleh pemerintah pusat, persyaratan IMB menjadi persetujuan bangunan, ada sanksi yang berubah dan dihapuskan, ada peraturan pelaksana permen menjadi PP (Peraturan Pemerintah) dan adanya BP3 (Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan) menggantikan Badan Pelaksana.
Advertisement
BP3 menggantikan Badan Pelaksana yang sampai saat ini belum sempat terbentuk. Pada November 2020 UU Rusun genap berusia 9 tahun dan masih ada pekerjaan rumah yaitu belum lahirnya PP dan berbagai peraturan pelaksana lainnya. Salah satu kebaharuan UU Rusun saat ini dibandingkan UU Rusun sebelumnya yaitu UU 16/1985 adalah keberadaan Badan Pelaksana.
Perubahan Badan Pelaksana menjadi BP3 tentu tidak sekedar perubahan nama tetapi eksistensinya diperlukan terutama untuk menjaga agar rusun umum tetap dapat dijaga peruntukan dan peralihannya sebagai rusun untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) bukan untuk yang tidak berhak atau sebagai instrumen investasi. Rusun merupakah salah satu jenis rumah selain rumah tapak baik berupa rumah deret maupun rumah tunggal.
Rusun ada empat macam yaitu rusun umum diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR baik rusunami maupun rusunawa, rusun khusus diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus, rusun negara sebagai tempat tinggal bagi pejabat atau pegawai negeri dan rusun komersil yang diselenggarakan untuk mencari keuntungan.
Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan
Kehadiran segera BP3 semakin mengedepan dengan melihat Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024 dimana salah satu proyek prioritas strategis adalah terbangunnya 1 juta unit rusun dalam 5 tahun. Pembangunan 1 juta unit rusun untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap perumahan layak dan aman yang terjangkau untuk sejuta rumah tangga perkotaan dan menangani permukiman kumuh. Pembangunan 1 juta unit rusun tidak terlepas dari PSR (Program Sejuta Rumah) yang diluncurkan pada tahun 2015 dengan tujuan terbangun 1 juta unit rumah pertahun. Pada saat peluncuran PSR terdapat backlog (kekurangan unit rumah) 11,5 juta unit dan menjadi 7,64 juta unit pada awal tahun 2020.
BP3 mempunyai tiga tugas utama: pertama mengelola dana konversi,pelaku pembangunan rusun komersial wajib menyediakan rusun umum paling sedikit 20% dan ini dapat dikonversikan dalam bentuk dana yang dikelola oleh BP3 untuk pembangunan rusun umum.
Kedua mengelola peralihan rusun umum hanya dapat diperalihkan kepemilikannya kepada pihak lain dalam hal terjadi pewarisan atau kepemilikan rusun setelah jangka waktu 20 tahun dan peralihannya hanya dapat dilakukan oleh BP3. Ketiga untuk melakukan peningkatan kualitas rusun umum dan rusun khusus. Peningkatan kualitas dilakukan dengan pembongkaran dan pembangunan kembali, wajib dilakukan terhadap rusun sudah tidak laik fungsi dan atau pemanfaatannya dapat menimbulkan bahaya.
Permasalahan utama MBR untuk mempunyai rumah adalah ketersediaan dan kerterjangkauan, ketersediaan berhubungan tersedianya unit dan keterjangkauan berhubungan dengan fasilitas pendanaan. Belajar dari negara tetangga Singapura yang sudah maju pengadaan rumah bagi masyarakatnya (public housing) bahkan dikatakan yang terbaik di dunia penyelenggaraan public housing ada kolaborasi antara Housing and Development Board sebagai penyedia unit dan Central Provident Fund Board sebagai penyedia pembiayaan.
Kebutuhan pembiayaan saat ini ada Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) dan sudah terlembaga dengan adanya Badan Pelaksana Tapera yang diharapkan dapat menghimpun dana berdasarkan prinsip kegotongroyongan untuk membantu pembiayaan berupa uang muka ringan,bunga rendah dan jangka waktu panjang .
Keberadaan BP3 diharapkan dapat mengakselerasi tersedianya rusun umum dan untuk memastikan peralihannya tetap sesuai kriteria harga sebagai rusun MBR. Rusun setelah dihuni tidak ada perubahan luas bangunan berbeda dengan rumah tapak sulit untuk menjaga harga sesuai peruntukannya kepada sesama MBR karena saat menghuni rumah tapak biasanya terjadi perubahan luas bangunan yang berpengaruh pada perubahan harga jualnya. (*)
***
*) Oleh : N Budi Arianto Wijaya; Dosen FH Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |