Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Korupsi, Benar Kata Gus Dur

Sabtu, 12 Desember 2020 - 10:58 | 114.15k
Alsaba S. Igobula, Mahasiswa Pascasarjana Manajemen, Universitas Islam Malang (UNISMA).
Alsaba S. Igobula, Mahasiswa Pascasarjana Manajemen, Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Eskalasi Virus Corona yang terus melambung tak bertepi, telah mengantarkan masyarakat dalam jurang keterpurukan sosial, kesehatan bahkan ekonomi. Ironisnya, di tengah keterkungkungan masyarakat akibat terpaan Virus tak kasat mata ini, kembali publik dibuat berang oleh ulah oknum birokrasi brengsek—Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dan Koleganya—yang terlibat dalam tindak korupsi bantuan sosial Covid-19 secara masif, sistematis dan integrasi.

Seperti diketahui, Juliari Peter Batubara diduga terlibat kasus korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19.  Dengan rincian, menerima fee atau biaya Rp 10 ribu dari setiap paket bansos sembako bernilai Rp 300 ribu. Total dari dua periode proyek pengadaan bansos, pria kelahiran Jakarta itu mengantongi Rp 17 miliar.

Advertisement

Perbuatan immoral itu terkuak setelah aksi heroik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui tonjokkan tangan besi “Operasi Tangkap Tangan” membuat Juliari Peter Batubara  dan geng seperjuangannya babakbelur bertekuk lutut minta ampun. Alhasil, sang arsitek rampok yang menduduki kursi kekuasaan Kementerian Sosial itu menyandang predikat baru sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Dapat dipastikan, perbuatan korupsi yang menyeret nama Menteri sosial itu telah memperpanjang barisan penderitaan publik. Ibarat peribahasa “sudah jatuh tertimpa tangga pula” begitulah nasib masyarakat sekarang ini, mendapat musibah bertubi-tubi dan ujian berlipat ganda.

Lingkaran Setan

Yang membuat saya termenung tak bergairah, perbuatan bejat itu dilakukan bertepatan dengan momentum Hari Anti Korupsi Internasional (HAK) yang jatuh pada 9 Desember 2020. HAK yang seharusnya dibingkai dengan penanaman nilai-nilai moral pada tubuh kekuasaan, malah dinodai bahkan dicabik-cabik oknum pemangku kepentingan. Sungguh bedebah memang.

Praktik Korupsi dalam lingkaran Kementerian Sosial bukanlah fenomena baru di Indonesia. Sebelum Jauhari, ada dua Menteri Sosial yang pernah terjerat kasus serupa. Mulai dari Bachtiar Chamsyah (Mensos 2001-2009) yang divonis 1,8 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan sarung, mesin jahit dan sapi impor di Kementerian Sosial. Hingga Idrus Marham (Mensos 2018) tersandung kasus korupsi proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt.

Sederet persoalan korupsi yang kerap menggurita dalam tubuh Kementerian Sosial itu tersemat citra buruk mendalam. Pasalnya, korupsi di mata masyarakat dianggap sebagai kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime) yang mengancam hajat hidup orang banyak. Pada titik inilah tingkat kepercayaan publik (Public Trust) terhadap lembaga yang digadang-gadang mampu menjembatani jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial dan penanganan fakir miskin, semakin merosot.

Belajar Dari Gus Dur

Tak heran bila Presiden keempat Republik Indonesia KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, tanpa kompromi membubarkan Kementerian sosial yang kala itu bernama Departemen Sosial (Depsos). Dalam wawancara resmi di acara Talk Show Kick Andy, 2008 silam, Ulama Kharismatik ini membeberkan alasan membubarkan Depsos.

“Persisnya itu, karena Departemen itu yang mestinya mengayomi rakyat ternyata korupsinya gede-gedean, sampai hari ini” tegas Gus Dur saat menjawab pertanyaan Andy Noya (Presenter acara). Tak puas dengan jawaban Gus dur, Andy kemudian kembali menyodorkan pertanyaan “kalau  membunuh tikuskan tidak perlu membakar lumbungnya?”

“oh memang,” jawab Gus Dur sambil tersenyum. “Kenapa anda bakar lumbungnya ?” tanya Andy. “Bukan, karena tikusnya sudah menguasai lumbung,” jelas Gus Dur sembari tertawa terbahak-bahak.

Pernyataan Gus Dus tentang alasan membubarkan Depsos itu diabadikan oleh Virdika Rizky Utama dalam Buku monumental Menjerat Gus Dur, bahwa rasionalisasi pembubaran Depsos oleh Gus Dur adalah karena korupsi dan praktik-praktik pemerasan telah sedemikian merasuki departemen ini, sehingga lembaga ini tidak lagi dapat direformasi dan kegiatannya harus dilakukan oleh departemen-departemen lain. Lebih lanjut, Gus Dur berpendapat, kerja sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah yang semestinya hanya menjadi fasilitator masyarakat. Kerja sosial sendiri sebaiknya  harus dilakukan oleh masyarakat.

Langkah konkriet yang ditempuh ulama pemberani ini semata-mata karena menegakkan salah satu dari tujuh tuntutan reformasi yaitu pengahapusan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Meski mendapat hadangan silik berganti, kebijakan Gus Dur untuk membumi hanguskan lumbung korupsi itu patut diacungkan jempol dua. Pemimpin yang berani mengambil resiko demi kepentingan umat.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Demokrasi yang ideal

Korupsi yang menjala telah menghancur-remuk sistim perekonomian, politik, hukum, pemerintahan bahkan secara brutal meluluhlantahkan tatanan kehidupan sosial di negeri ini. Bila diteropong lebih jauh, keran terbukanya korupsi menganga lebar, membentang hampir disegala dimensi kehidupan berbangsa ini disebabkan oleh buruknya penerapan demokrasi substansi oleh Stakeholder terkait. Dalam kaca mata Gus Dur, demokrasi belum lagi tegak dengan kokoh masih lebih berupa hiasan luar bersifat kosmetik daripada sikap yang mendasari pengaturan hidup yang sesungguhnya.

Kursi empuk kekuasaan semacam Kementerian sosial sebagai lembaga politik yang bersumber dari demokrasi, seharusnya menjadi mentari yang mendambakan cahaya kemanusiaan. Bukan malah mereduksi pancaran nilai-nilai kemanusiaan dengan tindakan persekongkolan gelap, merampok uang rakyat hanya karena kepentingan pribadi. Oleh sebab itu, patut direnungkan kata bijak “si peci miring (Gus Dur)”, yang lebih penting dari politik (Demokrasi) adalah kemanusiaan.

Lebih-lebih, Gus Dur mempertegas, upaya pemangku kekuasaan untuk sampai pada substansi demokrasi itu haruslah dimulai kesediaan menumbuhkan moralitas baru dalam kehidupan berbangsa, yaitu moralitas yang merasa terlibat dengan penderitaan rakyat di bawah.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Alsaba S. Igobula, Mahasiswa Pascasarjana Manajemen, Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES