Kopi TIMES

Memaknai Kembali Hubungan Pandemi Covid-19, Alam dan Manusia

Senin, 04 Januari 2021 - 22:51 | 80.56k
Ahmad Shofiyuddin Ichsan, M.A., M.Pd. (Dosen Studi Islam IIQ An Nur Yogyakarta/Pengurus JQH PWNU DIY).
Ahmad Shofiyuddin Ichsan, M.A., M.Pd. (Dosen Studi Islam IIQ An Nur Yogyakarta/Pengurus JQH PWNU DIY).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Sudah sejak lama para ilmuwan mengingatkan bahwa cepatnya populasi umat manusia di dunia membuat hubungan alam, hewan, dan manusia secara jarak semakin dekat.

Dekatnya hubungan tersebut memberi pemahaman kita bahwa penyebaran penyakit dari hewan bisa menular ke diri manusia. Kita harus memahami sejak dekade 1980-an, jumlah persebaran penyakit menular (baca: virus) terus meningkat lebih dari tiga kali lipat. Hampir 30 persen ditularkan dari hewan dan 70% dari jumlah itu berasal dari hewan liar di alam bebas (www.news.detik.com).

Advertisement

Cepatnya persebaran virus Covid-19 (Corona Virus Deseases 19) ke seluruh penjuru dunia memberi sinyal kuat adanya keterkaitan hubungan alam dan manusia. Data terbaru yang dilansir oleh www.kompas.com pada 2 Januari 2021, sudah ada 84 juta penduduk dunia terkonfirmasi positif terjangkit virus ini. Korban yang meninggal pun telah mencapai 1.834.354 jiwa. Sebuah waktu yang sangat singkat jika dihitung dari awal mula virus ini bermula, yakni Desember 2019 di kota Wuhan, China. Keterkaitan manusia dengan alam menjadi sebuah keniscayaan. Keterkaitan eksploitasi alam tanpa belas kasihan oleh manusia untuk kepentingan pribadinya pun menjadi alasan penting mengapa virus tersebut muncul mendadak dan begitu ganas menerkam kehidupan alam raya.

Merujuk dari sejarah, pada dasarnya manusia tidak pernah dipisahkan dari alam, bahkan alam justru yang membentuk kepribadian hidup manusia. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Arne Naess dalam Ecology, Community, and Lifestyle (1989) bahwa eksistensi nilai kehidupan manusia dalam pelbagai hal tidak bisa dilepaskan dari eksistensi alam dan semua isi di dalamnya. Harmonisasi manusia dan alam menjadi keharusan yang (semestinya) terus dijaga dan dilestarikan.

Dalam Islam sendiri, Alqur’an pun telah mengajarkan dalam QS. Az-Zumar: 46, QS. Al-Mu’min: 92, QS. Al-Hasyr: 22, dan QS. At Taubah: 105 bahwa sebagaimana penjelasan Prof Alparslan Acikgenc terdapat dua jenis alam yang perlu dipahami, yakni alam yang terlihat (syahadah), dan alam yang tak terlihat (ghaib).

Walaupun kedua alam tersebut berbeda, tetapi satu sama lain tidak lantas saling terpisah, justru keduanya saling terhubung secara erat. Jika dikaitkan dengan fenomena pandemi Covid-19 saat ini, hal tersebut bukan dihasilkan dari adanya sebab-akibat yang berasal dari alam syahadah semata, melainkan terkait kuat dengan alam ghaib, yakni bagaimana alam ini mendatangkan bencana virus yang tak terduga dan tak terlihat akibat “ketamakan” ulah manusia selama ini.

Sebagai manusia beragama yang memiliki akal sempurna dibanding makhluk lain, semestinya kita berpikir ulang tentang pemaknaan kembali hubungan antara pandemi, alam, dan manusia. Karenanya, di sini perlu dijelaskan bagaimana seharusnya seorang muslim mensikapi pandemi ini dengan bener (benar) dan pener (tepat).

1.Menyadari bahwa makhluk hidup di dunia tidak hanya manusia

Kesadaran ini penting bagi manusia saat ini. Adanya Covid-19 ini sebagai simbol bahwa manusia telah memasuki krisis yang akut akibat campur tangan berlebihan mereka terhadap alam. Kesadaran ini perlu ditumbuhkan secara massal, karena krisis ekologis yang melanda dunia saat ini terletak cara pandang, posisi, peran, dan hubungan yang keliru manusia terhadap alam. Selama ini manusia menganggap bahwa alam sebagai objek yang mati dan tak bernilai, sehingga dengan mudah manusia mengeksploitasinya.

2.Mengikuti anjuran pemerintah dan mayoritas ulama

Untuk memutus mata rantai penyebaran virus, sudah saatnya masyarakat mengikuti secara total himbauan dari pemerintah dan para tokoh agama. Karena sampai saat ini, belum ada satupun negara yang meyakinkan mampu memproduksi obat yang tepat dalam menangkal virus Covid-19 ini, bahkan di seorang perawat di Amerika Serikat terinfeksi virus Covid-19 setelah ia diberi vaksin. Untuk itu, solusi yang tepat adalah menghindar dari virus dengan mentaati semua protokol yang dianjurkan. Menganggap sederhana pandemi dan melawannya tanpa ilmu pengetahuan cukup sama halnya dengan melawan alam dan sunnatullah.

3. Memulai mengganti pola hidup yang sehat dan sederhana

Mengganti pola hidup yang sebelumnya konsumtif menjadi sederhana, sehat, dan ekologis adalah pilihan tepat, baik dalam jangka pendek saat ini maupun jangka panjang ke depan. Sudah saatnya manusia tidak berlebihan dalam mencari materi dan mengkonsumsinya, tetapi lebih pada bagaimana materi itu menjadi nilai-nilai yang bermakna untuk kebutuhan manusia dan alam di sekitarnya.

Dalam Islam, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya salah satu yang aku takutkan atas semua peninggalanku ialah apa yang akan dibukakan untukmu semua itu dari keindahan harta dunia serta hiasan-hiasannya, yakni bahwa meluapnya kekayaan pada umatku (Muhammad) inilah yang sangat ditakutkan, karena dapat merusak agama jika tidak waspada mengendalikannya.” (HR. Bukhari-Muslim). Artinya, pola hidup konsumtif dan eksploitasi alam tanpa terkendali demi meningkatkan pundi-pundi kekayaan manusia justru itulah menjadi kerusakan hidup sesungguhnya.

4. Ber-tafakkur sebagai landasan berpikir umat dalam keseharian

Tafakkur (berfikir secara mendalam) perlu terus digalakkan oleh muslim di seluruh dunia. Konsep tafakkur  sendiri adalah berfikir tentang kehidupan ke wilayah yang lebih luas, melampaui kedangkalan materi menuju “ruh” makna terdalamnya. Dengan tafakkur, diharapkan muslim memahami secara kritis-komprehensif tidak hanya apa dan bagaimana virus ini muncul, tetapi mengapa virus ini ada sehingga merusak tatanan kehidupan alam semesta. Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam QS An Nahl: 11, bahwa alam semesta merupakan tanda kebesaran Tuhan yang harus dihargai dan dijaga sebaik-baiknya, bagi mereka yang berfikir. 

Maka dari itu, manusia sebagai makhluk yang sempurna, di awal tahun 2021 ini, semestinya pandemi Covid-19 ini dijadikan momentum terbaik untuk kembali memaknai pandemi, alam, dan manusia. Manusia harus menyadari bahwa keharmonisan manusia dengan alam sangat penting untuk direkonstruksi, sehingga keseimbangan kehidupan terus terjaga dengan baik. Pada akhirnya, kita sudah sangat lelah menunggu, semoga pandemi ini segera berlalu, karena aktivitas normal manusia begitu dirindu. Amin.. 

***

*)Oleh: Ahmad Shofiyuddin Ichsan, M.A., M.Pd. (Dosen Studi Islam IIQ An Nur Yogyakarta/Pengurus JQH PWNU DIY).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES