
TIMESINDONESIA, JEMBER – Tahun 2020 adalah tahun terberat bagi seluruh dunia akibat Covid-19, termasuk Indonesia. Ada banyak perubahan yang harus dilakukan selama pandemi, mulai dari pola hidup sampai gaya hidup. Tidak menutup kemungkinan, gaya bahasa pun mulai banyak berkembang terkait dengan perubahan gaya dan pola hidup masyarakat.
Diantaranya Covid-19, Lockdown, APD, PDP, ODP, PSBB, Social Distancing, Physical Distancing, maupun Work From Home. Istilah tersebut berasal dari bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia, namun kebanyakan istilah tersebut berasal dari bahasa Inggris. Akibatnya, banyak masyarakat kita yang salah dalam penyebutan maupun mengartikannya. Istilah Lockdown misalnya, kata Lockdown berasal dari bahasa Inggris.
Advertisement
Secara harfiah, kata ini memiliki arti Dikunci. Istilah Lockdown digunakan oleh pemerintah Tiongkok untuk menyebutkan sebuah kebijakan pembatasan secara total kegiatan masyarakat Wuhan yang terkena pandemi Corona. Dalam konteks ini, kata Lockdown selanjutnya berarti suatu kondisi dimana kita tidak boleh meninggalkan tempat tinggal sama sekali.
Akibat penggunaan istilah Lockdown tersebut, beberapa masyarakat Indonesia melakukan hal serupa yaitu berupa blokade kawasan dengan menggunakan tulisan Lockdown, meskipun pemerintah Indonesia tidak menerapkan kebijakan tersebut seperti pemerintah Tiongkok. Selanjutnya, kata Lockdown menjadi umum digunakan oleh masyarakat Indonesia. Namun, akibat penulisan dan pengucapannya yang cenderung sulit karena berasal dari bahasa asing, kata Lockdown kemudian berubah penulisan, pengucapan maupun menjadi kata lain yang berbeda makna seperti Download, Lock Dont, Lauk Daun, dan Slowdown.
Bagi masyarakat yang masih asing dengan istilah Lockdown, yang tidak tahu arti dan penulisannya, penggunaan kata lain sebagai bentuk pengganti kata Lockdown akan dirasa wajar. Mereka cenderung menuliskan apa yang mereka dengar tanpa peduli bagaimana cara penulisan yang benar. Namun bagi orang yang tahu dan paham dengan istilah tersebut pasti akan merasa aneh atau bahkan mengundang tawa. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?.
Indonesia adalah negara besar yang terdiri dari banyak pulau, dari Sabang sampai Merauke. Dari banyaknya pulau yang berada, banyak pula budaya yang terbentuk dengan berbeda, pun dengan bahasa yang dipakai. Di pulau Jawa saja, ada banyak bahasa lokal yang terbentuk. Bahasa yang digunakan di Jawa Barat tentu berbeda dengan bahasa yang dipakai di Jawa Tengah, pun dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Jawa Timur. Dalam masyarakat Jawa Timur pun memiliki bahasa yang beraneka ragam, ada yang memakai bahasa Kromo, Ngoko, Madura, dan lain sebagainya. Hal ini tentu dikarenakan memiliki budaya yang berbeda.
Inilah mengapa Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan bahasa. Sehingga dari segi bahasa, Indonesia memiliki banyak bahasa daerah. Tiap-tiap daerah memiliki bahasa yang khas. Dari situlah salah tulis maupun salah pengucapan kata Lockdown ini bisa saja muncul.
Sejak Tiongkok memberlakukan Lockdown, istilah ini ramai diberitakan oleh media massa, sehingga hampir semua orang menggunakannya. Secara tidak sadar, bahasa asing telah menguasai bahasa lokal. Dengan tidak sengaja, masyarakat Indonesia membiarkan istilah asing tersebut menghegemoni bahasa lokal, yang berarti bahasa asing memiliki pengaruh yang kuat dalam mempengaruhi budaya lokal.
Hal ini dibuktikan dengan maraknya penggunaan istilah ini di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Kalau ditarik dari sejarahnya, Covid-19 adalah sebuah nama yang diresmikan oleh sebuah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk pandemi Corona. Meskipun virus ini ditemukan di Asia, namun, untuk istilah dalam virus ini tetap menggunakan bahasa Inggris. Hal ini dikarenakan penyebutannya bisa menjadi lebih global dan universal karena bahasa Inggris juga merupakan bahasa internasional. Negara-negara yang terdampak virus ini akan langsung menyerap kata/teks tersebut, tanpa menerjemahkan dulu kedalam bahasa lokalnya. Hal tersebut bisa diartikan bahwa kata/ teks tersebut telah menguasai sebuah bahasa lokal suatu negara.
Ditinjau dari ilmu analisis wacana kritis, dalam suatu teks tidak lepas dari adanya ideologi, kekuasaan, hegemoni, dan ketimpangan sosial. Power atau kekuasaan dikonsepkan untuk mengontol bagaimana teks tersebut diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi dalam konteks sosiokultural tertentu. Sedangkan hegemoni menitikberatkan pada bagaimana hubungan kekuasaan membatasi dan mengontrol produktivitas dan kreativitas dalam praktik wacana dan bagaimana mengatur praktik wacana tertentu yang realtif stabil.
Bagaimana suatu teks bisa populer tergantung pada konsumen teks itu sendiri, apakah langsung diserap atau harus diganti dulu dengan bahasa lokalnya. Mengenai kata Lockdown dan istilah populer lainnya yang telah mendunia, bisa dikatakan bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa penguasa yang bisa mempengaruhi konsumennya dengan cepat. Masyarakat dunia yang bukan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-harinya terutama masyarakat Indonesia telah dikuasai dan dihegemoni bahasa lokalnya. Mereka terpengaruh oleh media yang sengaja dibawa untuk mengubah ideologi suatu masyarakat. Hal ini terjadi karena kurang loyalnya mereka terhadap bahasa lokal.
Jadi ketika suatu teks atau kata tertentu dibawa dan digunakan oleh banyak masyarakat di dunia, berarti ideologi tertentu sudah masuk dalam suatu daerah. Adanya penggunakan leksikal atau kata tertentu berhubungan dengan suatu peristiwa. Jadi leksikal tersebut merupakan sebuah kode, yang berarti istilah-istilah tersebut sengaja dimunculkan karena adanya suatu peristiwa. Dengan adanya Covid-19, bermuncullah istilah lain seperti Lockdown dan sebagainya.
Dulu penjajahan dilakukan dengan perang, namun sekarang seiring dengan berjalannya waktu, bisa saja sebuah bahasa dan budaya dijajah melalui sebuah kata. Mengetahui bahasa Inggris itu wajib agar kita bisa mengetahui dunia, tapi jangan sekali-kali kita lupa dengan bahasa lokal. Kita harus jaga agar bahasa lokal bisa mendunia juga.
***
*)Oleh: Siti Khodijah, Dosen Bahasa Inggris IAIN Jember.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sholihin Nur |