Kopi TIMES

Dengan Data Lawan Covid-19

Selasa, 23 Maret 2021 - 13:44 | 72.78k
Ridho Julandra,SST,M.Sc, PNS di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara.
Ridho Julandra,SST,M.Sc, PNS di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara.

TIMESINDONESIA, SUMATERASETAHUN sudah Covid-19 menghampiri Indonesia. Melansir dari covid19.go.id, sudah lebih dari 1,4 juta orang dijangkiti. Dengan lebih dari 39,5 ribu orang di antaranya meninggal dunia. Berbagai upaya telah dilakukan, tetapi pandemi ini belum juga berakhir. Sebenarnya, sudah sejauh mana perlawanan ini?

Salah satu cara terbaik memahaminya adalah dengan menggunakan data. Data tersebut dapat berupa jumlah orang terjangkit, kematian yang diakibatkan, dan sebarannya. Dimana masa awal Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi, data tersebut sangat terbatas.

Alternatif terbaik saat itu adalah dengan menggunakan pendekatan angka kematian Covid-19. Di negara-negara Eropa, para statistisi menghitungnya dengan menggunakan pendekatan selisih dari jumlah kematian saat covid-19 dikurangi dengan "kematian yang diharapkan".

Sebagai contoh untuk menghitung kematian yang disebabkan pandemi ini selama bulan Februari 2021, dilakukan dengan mengurangi jumlah kematian pada bulan Februari 2021 dengan jumlah kematian yang diharapkan pada Februari 2021. Data kematian pada Februari 2021 didapatkan dari pencatatan kematian sepanjang bulan tersebut.

Sedangkan, untuk data jumlah kematian yang diharapkan, mereka menggunakan rata-rata dari jumlah kematian dari periode yang sama, yaitu bulan Februari selama 5 tahun sebelum Covid-19. Jadi, dengan merata-ratakan jumlah kematian pada Februari 2019, Februari 2018, Februari 2017, Februari 2016, dan Februari 2015. Begitu juga untuk periode waktu yang lain.

Selisih jumlah kematian ini dicatat sebagai kematian yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 baik secara langsung maupun tidak langsung. Walaupun masih kasar, namun inilah data terbaik yang bisa digunakan. Setidaknya gambaran umumnya akan mendekati kebenaran.

Kemudian, angka kematian ini bisa disandingkan dengan jumlah penduduk di negaranya. Sehingga dapat diketahui negara mana yang lebih efektif menekan penyebaran Covid-19. Bisa juga dibandingkan dengan jumlah penderita Covid-19, sehingga dapat diketahui negara mana yang tingkat kesembuhannya lebih tinggi. Sehingga dapat menjadi peringatan bahkan menunjukkan kepada siapa kita dapat belajar dalam menangani Covid-19.

Yang menjadi masalah adalah ketidakdisiplinan dalam pencatatan kematian, baik sebelum maupun saat Covid-19. Akibatnya, data yang dihasilkan pun akan kurang dapat diandalkan. Seperti yang terjadi di tanah air, pencatatan kematian masih sangat terbatas. Konsekuensinya, pendekatan ini sulit untuk diterapkan. 

Saat ini, Indonesia mencatat berdasarkan hasil tes Covid-19. Dimana, pencatatannya bukan tanpa kendala. Setidaknya ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, sedikitnya jumlah tes Covid-19 dibandingkan jumlah penduduk. Presiden Jokowi menargetkan 30 ribu tes per hari.

Sedangkan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 ada sebanyak 270,2 juta jiwa.

Kedua, adanya masyarakat yang menolak untuk dites Covid-19. Alasannya pun beragam, sebagian di antaranya takut tak bisa bekerja jika positif Covid-19. Sebagian lainnya merasa kurang nyaman di fasilitas kesehatan karena takut tertular di sana. Sebagian lagi takut dikucilkan karena stigma negatif Covid-19. Ditambah lagi dengan banyaknya jenis tes Covid-19, membuat masyarakat bingung dan ragu.

Padahal dengan tes Covid-19, pemerintah dapat melakukan tracing dan memetakan secara tepat. Sehingga dapat menekan penyebaran Covid-19 secara optimal. Selain itu, pemerintah juga dapat mengevaluasi kebijakannya secara lebih tepat. 

Dari data yang dimiliki saat ini, Indonesia sudah mulai memasuki fase penurunan jumlah kasus baru per hari. Hal ini mengindikasikan penanganan Covid-19 sudah berada di jalur yang tepat. Masyarakat diharapkan tetap disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan dan mendukung kebijakan pemerintah terkait penanganan pandemi Covid-19 lainnya, terutama vaksinasi Covid-19.

Vaksinasi Covid-19 baru saja dimulai. Saat ini, baru sekitar 1 persen dari penduduk sasaran vaksinasi yang divaksin. Namun, keraguan masyarakat terhadap vaksin mulai muncul. Mengingat terdapat beberapa orang terjangkit Covid-19 meskipun telah mengikuti vaksinasi.

Pemerintah harus bisa mengkomunikasikan semua ini dengan data. Semenjak vaksinasi dilaksanakan apakah terjadi penurunan kasus baru? Dari total yang divaksin berapa yang tetap terjangkit dan berapa yang tidak? Sehingga dapat memberikan pemahaman yang tepat. 

Sekali lagi hal ini menekankan pentingnya data yang baik. Mari, dengan data kita lawan Covid-19.

***

*)Oleh: Ridho Julandra,SST,M.Sc, PNS di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES