
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Presiden Joko Jokowi pada siaran pers (28/3/2021) pasca bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar sebagai berikut:
"Terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan tidak ada kaitanya dengan agama apapun. Semua ajaran agama menolak terorisme apapun alasannya" (Channel Youtube, Sekretaris Presiden, 28/03/2021).
Advertisement
Demikian pula pandangan Wakil Ketua MUI, Dr. H. Anwar Abbas, M.M., M.Ag:
"MUI meminta supaya masalah ini jangan dikaitkan dengan agama dan atau suku tertentu di negeri ini, karena hal demikian akan membuat semakin rumit dan memperkeruh suasana" (mui.or.id, 28/03/21)
Banyak komentar senada, setiap ada kejadian serupa (bom bunuh diri), aksi kekerasan dan tindakan teroris lainnya, pernyataan para tokoh mayoritas sepakat "tidak ada kaitannya dengan ajaran agama".
Pernyataan Yenny Wahid, ketika terjadi aksi teror di Arab Saudi dan di Solo Jawa Tengah pada tahun 2016. "Aksi Teror Tak Berhubungan dengan Islam atau Agama Apa Pun" (Yenny Wahid, 2016).
Pandangan di atas bisa dipahami, dalam konteks ke-Indonesia-an, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ikasangat penting dijaga bersama. Bom bunuh diri dikaitkan dengan agama, apalagi suku bangsa tertentu, justru tidak menyelesaikan masalah. Sebaliknya alih-alih menumpas sampai keakar-akarnya, malah menciptakan kebencian.
Aksi terorisme dikutuk oleh organisasi keagamaan Islam. Organisasi keagamaan terbesar di Indonesia sebagai representatif “mainstream” Islam Ahlus-Sunnah wal Jama'ah(aswaja) di Indonesia adalah Muhammadiyah dan Nadhlatul Ulama (NU). Muhammadiyah berdiri (18 November 1912) dan NU (31 Januari 1926). Kedua organisasi keagamaan tersebut tidak pernah membenarkan aksi bom bunuh diri. Tidak ada konsep jihad “Bom Bunuh Diri” sebagai amalan aswaja “Jihad fi sabilillah”.
Belakangan muncul pandangan untuk mengakui akar kekerasan bersumber dari ajaran agama. Sebagaimana pandangan guru besar, Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, MA, "Jangan Ragu Mengakui Bahwa Teroris Itu Beragama Islam" (Channel Youtube, ArrahimID Official, 1/04/2021).
Agama dipandang menjadi sumber kekerasan pada setiap zaman. Harris dalam The End of Faith: Religion; Terror and The Future of Reason, yang dikutip Sun Choirol Ummah, “Akar Radikalisme Islam di Indonesia” (Humanika Nomor 12/Sept. 2012) menyebutkan:
"Agama sudah semestinya ditinggalkan manusia bukan karena alasan teologis, tetapi karena agama telah menjadi sumber kekerasan sekarang ini dan pada setiap zaman di masa yang lalu"
Ada apa dengan agama?
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta, “a” yang berarti “tidak”, dan “gama” berarti kacau. Pengertian agama menurut asal katanya berarti “tidak kacau". Dengan agama, manusia seharusnya menjadi tidak kacau, alias teratur dan tertib.
Banyak definisi agama. Pada umumnya agama dihubungkan dengan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan seluruh tata cara beribadahnya. Definisi agama secara umum bisa berlaku bagi semua agama dan secara khusus menurut yang berlaku bagi agama itu sendiri.
Menurut penganut Islam (diantaranya)agama berasal dari istilah "ad din" dan "al millah". Ad din berarti syariat dan al millah berarti orang yang melaksanakan ibadah agamanya. Umar Bin Khattab (584-644 M) menjelaskan Islam sebagai agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang berisi akidah, syariat dan akhlak.
Ada pula yang berpandangan agama adalah "pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan". Berlawanan (anti thesis) dari agama, komunisme dan sistemnya juga berkepentingan mengatur dunia.
Segala sistem yang mengatur tatanan kehidupan manusia, selain berangkat dari agama termasuk pula dalam pengertian ini. Seperti sistem politik demokrasi, komunis, monarki, aristokrasi dan lain-lain. Sistem ekonomi kapitalis, sosialis dan lain-lainnya.
Komunis adalah "agama" atau wadah bagi yang tidak beragama (atheis). Komunisme sebagai sistem, sibuk pula mengatur konstelasi dunia. Demikian pula keyakinan illuminati dan freemasonry berkepentingan menata dunia baru (new world orde).
Uniknya di barat muncul fenomena “Football is religion”. Sepak bola setara dengan sebuah agama atau keyakinan.
Pertanyaan diajukan kepada penggila bola. Apa agamamu? “Football is my religion (sepak bola adalah agamaku). Ada yang fanatik ke pemainnya (Pele, Maradona, Lionel Messi, Ronaldo dll) sistem liga (Premier League, La Liga, Ligue dll), club (Barcelona, Real Madrid, Liverpool dll). Tidak jarang karena fanatik, terjadi kekerasan dan kerusuhan dalam sepak bola. Sepak bola sebagai "agama" lahir pula sistem budaya dan pengkultusan kepada pemain idola sebagai "nabinya".
Agama dan budaya saling berkaitan. Agama membentuk budaya atau suatu budaya menjadi agama.
Dikutip dari laman wikipedia, "Agama menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia ini" (The Everything World's Religions Book: Explore the Beliefs, Traditions and Cultures of Ancient and Modern Religions, page 1 Kenneth Shouler - 2010).
Banyaknya agama, para ahli membedakan agama secara umum menjadi dua, yaitu agama samawi (agama langit) dan agama ardhi (agama bumi).
Agama langit adalah agama yang dibangun berdasarkan wahyu Allah. Ada Kitab suci dan Nabi yang diutusnya. Contoh agama langit adalah Yahudi, Kristen dan Islam.
Sedangkan agama bumi adalah agama yang berkembang berdasarkan budaya, daerah, pemikiran seseorang yang kemudian diterima secara global. Seperti Khonghucu (dibawa Kongzi, 551 SM-479 SM) seorang guru atau filsuf bijak dari China yang kemudian ajarannya diakui sebagai agama di Indonesia.
Berdasarkan hukum di Indonesia, agama-agama yang banyak dipeluk oleh penduduk Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu (Confucius). Agama selain di atas, di dunia ini dikenal pula agama Yahudi, Zoroastrian, Shinto dan Taoisme. Termasuk pula keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang asli tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara, Indonesia. Jaminan perlindungan beragama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu terdapat (berdasarkan) konstitusi negara UUD 1945. (*)
*) Penulis, Didik P Wicaksono. Aktivis di Community of Critical Social Research Universitas Nurul Jadid (UNUJA) Paiton Probolinggo.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |