Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Tiga Instrumen Asesmen Nasional yang Mengundang Pro dan Kontra

Sabtu, 17 Juli 2021 - 13:57 | 268.30k
Lutfia Nurfaizah, Mahasiswa Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (Unisma).
Lutfia Nurfaizah, Mahasiswa Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (Unisma).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Akhir-akhir ini sedang ramai diskusi tentang Merdeka Belajar. Saya tertarik dengan salah satu program Kemendikbud yakni Asesmen Nasional. Idealnya, asesmen merupakan upaya pencarian data yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, bisa dilakukan kapan dan dimana saja. Bentuk asesmen tidak hanya berupa tes tulis, namun bisa melalui aktivitas tertentu yang dilakukan secara individu maupun berkelompok. Ada tiga instrumen menarik dari Asesmen Nasional, yakni Asesmen Kompetensi Minimum, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Sebenarnya, ketiga instrumen tersebut sangat cocok untuk diterapkan di Indonesia, namun penulis pribadi masih menyimpan tanda tanya dan beberapa keraguan akan keberhasilan asesmen tersebut jika diterapkan di masa pandemi Covid-19 ini.

Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) mengedepankan nalar peserta didik. Hal ini berfokus pada peningkatan kemampuan literasi dan numerasi yang akan dibutuhkan peserta didik di masa depan, apapun profesi dan cita-citanya. Literasi melatih kemamuan analisis teks dan konsep di dalamnya, sedangkan numerasi melatih kemampuan analisis menggunakan angka-angka. Namun, kebijakan ini cukup riskan jika diterapkan di masa pandemi seperti saat ini. Anak-anak yang bersekolah dari rumah cenderung abai pada pelajaran dan lebih suka bermain. Tak jarang tugas mereka pun dikerjakan oleh orang tuanya. Jika terus menerus demikian, maka tujuan dari AKM tidak bisa dicapai dengan maksimal. Selain itu, tidak ada tolok ukur pasti untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman peserta didik tentang materi yang diberikan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Padahal, asesmen bertujuan untuk mengetahui treatment apa yang sesuai untuk masing-masing peserta didik. Hal ini selaras dengan pernyataan Mark Wilson “educational measurement’s core activity is to help in the educational progress of each student as they learn.” Dimana aktivitas inti dari penilaian adalah untuk membantu peserta didik dalam kemajuan pembelajaran yang mereka tempuh di kelas.Berikutnya adalah survei karakter yang bertujuan untuk mengukur data secara nasional tentang penerapan asas-asas Pancasila oleh peserta didik. Survei ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana mereka mengaplikasikan hal tersebut dalam kehidupan sehari hari, baik di sekolah maupun lingkungan rumah. Bentuk survey ini juga bukan berupa tes tulis, namun berupa pertanyaan personal yang mengasah kemampuan peserta didik untuk beropini. Pertanyaan yang diajukan seputar gotong royong, esensi Bhinneka Tunggal Ika, makna Pancasila, dan lain-lain. Ini merupakan hal cemerlang namun lagi-lagi perlu dipertimbangkan.

Jika menginginkan hasil yang optimal dari Survey Karakter, maka perlu banyak waktu dan tenaga. Sehari-hari guru sudah dibebani banyak tugas kelas, belum tugas rumah dan lainnya. Akan ada kemungkinan guru tersebut kewalahan jika harus melakukan survey secara personal dengan peserta didiknya. Hemat saya, sekolah harus menentukan guru siapa saja yang bertugas menjalankan survey ini dan membuat jadwal khusus agar efektif dan efisien. Guru yang dipilih pun harus paham akan esensi pertanyaan yang diajukan agar hasilnya akurat dan bisa dijadikan acuan penilaian. Instrument ketiga yakni Survei Lingkungan Belajar (SLB) yang bertuujuan menggali informasi mengenai keamanan dan kenyamanan sekolah yang menunjang pembelajaran. Namun, program ini tentu mengalami banyak kendala terutama karena terbatasnya akses untuk melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah. Jika sekolah yang disurvei tidak ditempati oleh peserta didik, maka kita tidak akan bisa menilai seberapa aman dan nyamankah tempat belajar mereka? Jika ingin melakukan survey ke rumah peserta didik juga tidak mungkin bisa dikunjungi semua. Alhasil survey ini pun tidak akan membuahkan data yang konkret dan maksimal.

Ketiga instrumen Asesmen Nasional tersebut akan memberikan efek positif jika dipadukan dengan baik. Asesmen Nasional memang mengundang pro dan kontra, terutama jika diterapkan di masa pandemi Covid-19. Namun, banyak hal baik yang bisa diterapkan untuk meningkatkan kualitas sekolah itu sendiri. Dari Asesmen Nasional akan ditemukan hal-hal baru yang menjadi bahan evaluasi kegiatan belajar mengajar kedepannya. Dengan demikian, akan diperoleh hasil belajar yang relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Lutfia Nurfaizah, Mahasiswa Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (Unisma).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES