Kopi TIMES

Membaca Tren Hijrah Milenial

Selasa, 10 Agustus 2021 - 07:21 | 243.32k
Edi Sugianto, Pengasuh Channel YouTube Dakwah Milenial, Dosen IAI Al Ghurabaa Jakarta 
Edi Sugianto, Pengasuh Channel YouTube Dakwah Milenial, Dosen IAI Al Ghurabaa Jakarta 

TIMESINDONESIA, JAKARTAKINI, anak-anak milenial semakin menarik perhatian warga + 62 dengan tren “hijrahnya” yang keren. Mereka berhasil membangun identitas baru dalam mendalami agama, cinta Al-Qur’an, shalat berjamaah, pesan(tren), hingga syiar Islam itu dengan platform media sosial yang menarik.

Nilai-nilai agama yang sempurna sangat penting untuk dikemas dengan menarik sesuai zaman dan mudah dipahami oleh umat secara umum. Nyatanya, pendekatan baru seperti “hijrah milenial” sangat mungkin menjadi solusi dari krisis identitas anak-anak muda zaman now.

Memang, sejak awal Nabi Muhammad Shallahu alaihi wasallam telah meneladankan cara-cara yang mudah dalam mengenalkan agama, “Sesungguhnya agama itu mudah. Dan selamanya agama tidak akan memberatkan seseorang melainkan memudahkannya. Karena itu, luruskanlah, dekatilah, dan berilah kabar gembira! Minta tolonglah kalian di waktu pagi-pagi sekali, siang hari di kala waktu istirahat dan di awal malam,” (HR. al-Bukhari, 39 dan Muslim 2816).

Kemunculan konten-konten menarik seputar nilai-nilai keagamaan di berbagai media sosial dan channel YouTube sedikit atau banyak telah menyumbangkan pengetahuan dan nilai-nilai kebaikan, tentu juga sangat mempengaruhi cara pandang, dan tindakan generasi muda Indonesia.

Komunitas hijrah yang begitu banyak, baik di level lokal hingga nasional perlu diorganisir secara masif, agar dampaknya semakin luas dalam mengembangkan berbagai dimensi kehidupan umat dengan fondasi religiusitas yang baik.

Tentu, tren seperti ini perlu dirawat dengan baik, misalnya jangan sampai gerakan yang memiliki tujuan mulia berubah haluan menjadi gerakan komoditas dan mengungtungkan individu semata. Jajaran artis dan selebritis muda yang berhijrah wajib mendapatkan pendampingan dan pencerahan dari para ustadz/ustadzah mengenai hakikat hijrah.

Sabda Rasulullah, “Barangsiapa yang berhijrah untuk Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang berhijrah untuk dunia (untuk memperoleh keuntungan duniawi) dan untuk menikahi wanita maka hijrah itu untuk apa yang diniatkannya.” (HR Bukhari).

Derajat Hijrah yang Keren

Seperti halnya hijrah pada makna bahasa yaitu berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain, maka “hijrah” dalam beragama pun terdapat level-level yang mesti dilalui.

Milenial yang ingin mencapai derajat hijrah yang keren biasanya melewati tahapan-tahapan, sebagai dijelaskan Cak Su & Crew Kiswah (2018: 57-59) dalam bukunya “Semua Indah Karena Hijrah”. Di antaranya sebagai berikut:

Pertama, hijrah pakaian. Misalnya, seorang milenial dengan kesadarannya mulai belajar menutup aurat, berhijab, dan tidak berlebihan dalam berdandan.    

Kedua, hijrah gaya hidup. Milenial yang ingin menggapai nikmat hijrah yang substantif mesti meninggalkan hedonisme, foya-foya, dan pergaulan-pergaulan yang menjauhkan diri dari perintah Allah Ta’ala. Sebaliknya, mulai menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk umat dan bangsa.

Selain itu, juga tidak kalah penting yaitu semakin semangat mendalami agama, misalnya belajar Bahasa Arab dan Al-Qur’an, serta memperbanyak kawan-kawan yang bisa mendekatkan diri pada ketaatan dan hal-hal positif.

Ketiga, hijrah dari yang haram. Milenial yang bertekad kuat berhijrah, pasti berani meninggalkan segala sesutu yang diharamkan oleh Allah Ta’ala. Misalnya, semua hal yang mendekatkan diri pada perbuatan zina, pergaulan bebas, narkoba, terorisme, riba dan sebagainya.

Keempat, menikmati hijrah, yaitu mengintegrasikan pola pikir (Islami) ke dalam perilaku sehari-hari secara utuh. Pada level ini, seseorang secara otomatis mengkonsep dirinya dalam ketaatan (tauhid) kepada Allah, dan kebermanfaatan sebanyak-banyaknya kepada suluruh umat manusia. Tak ada satu pun yang ditakuti kecuali Allah SWT. ''Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam'.'' (QS. Al-An'am, 6: 162).

Menelaah apa disampaikan Cak Su & Crew Kiswah, saya kira sangat erat hubungannya dengan pentingnya menyelamatkan budaya milenial Indonesia dari keterjajahan budaya lain, yang biasa disebut 3 F (Food, Fashion, And Fun).

Milenial Perekat Umat

Menurut hemat saya, di tengah keretakan dan keterbelahan umat saat ini, milenial yang mengusung tren hijrah, perlu memaksimalkan fungsinya di tengah masyarakat. K. H. Moh Idris Djauhari (2005) dalam tulisannya mengingatkan milenial dakwah pada tiga hal:

Pertama, fungsi mengenalkan (ta’aruf). Sebelum milenial perekat umat terjun di tengah-tengah masyarakat, hendaknya mereka mempelajari berbagai aspek yang berkaitan dengan masyarakat itu sendiri. Bagaimana situsi dan kondisi masyarakat yang dihadapi? Bagaimana keadaan ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya? Apalagi secara fitrah, manusia diciptakan dengan berbagai macam perbedaan, sehingga pendekatan untuk mengenalkan nilai-nilai agama pun mestinya dengan cara yang berbeda-beda (QS. Al-Hujurat, 13).

Dengan demikian, milenial perekat umat akan memiliki jiwa dan sikap toleransi (at-tasamuh), dan senantiasa mengedepankan musyawarah (al-musyawarah) sebagai pemecahan masalah di tengah masyarakat.      

Kedua, fungsi menjalin hubungan (silaturrahim). Milenial sebagai washilurrahim (penjalin hubungan) harus memiliki kearifan yang mumpuni. Misalnya, komunikasi yang baik, kekinian, dan sederhana, sehingga masyarakat mudah memahami konten yang disampaikan.   

Tentu, tak cukup dengan komunikasi (dakwah bil lisan), milenial perekat umat wajib menjadi sahabat masyarakat (syuhbah) yang siap diteladani ucapan dan perilakunya (uswah) kapan di mana pun berada.

Ketiga, fungsi mendamaikan (ishlah). Di tengah masyarakat Indonesia yang pluralis, tak jarang ditemui konflik-konflik horizontal, misalnya antara ras, etnis, dan agama. Karena itu, milenial hijrah harus mendamaikan (ishlah bainahum) melalui pendekatan persuasif/ dialog, sehingga tumbuh kesadaran persaudaraan sesama muslim (ukhuwah Islamiyah), persaudaran sesama anak bangsa (ukhuwah wathaniyah), bahkan persaudaran sesama manusia (ukhuwah insaniyah)

Akhir kata, membaca tren hijrah milenial saat ini berarti menyiapkan masa depan generasi bangsa dan agama yang selaras dengan makna hijrah yaitu “berpindah” menjadi generasi yang lebih baik. Amin. (*)

***

*) Oleh Edi Sugianto, Pengasuh Channel YouTube Dakwah Milenial, Dosen IAI Al Ghurabaa Jakarta 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES