Kopi TIMES

Saatnya Merdeka dari Korupsi

Rabu, 18 Agustus 2021 - 04:07 | 84.28k
Anggi Alwik Juli Siregar, Founding Partner The Jurisprudence Partner Law Firm dan Wakil Ketua LPBHNU Kabupaten Tangerang.
Anggi Alwik Juli Siregar, Founding Partner The Jurisprudence Partner Law Firm dan Wakil Ketua LPBHNU Kabupaten Tangerang.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, TANGERANG – Merdeka itu ialah apabila bangsa ini terbebas dari bahayanya kejahatan korupsi yang sistemik. Di antara sekian banyak ancaman baru pada era kemerdekaan, korupsi salah satu musuh utama bangsa ini. selain merugikan negara, juga melanggar hak asasi manusia. Korupsi menjadi penghambat kemajuan, pembangunan dan keadilan. Lantaran korupsi, sulit rasanya mewujudkan salah satu cita-cita kemerdekaan itu sendiri yang termaktub dalam Undang-Undang dasar 1945, suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kemiskinan, ketidakadilan, jembatan rusak, jalanan berlubang, proyek mangkrak pengangguran, dan hutan yang disulap menjadi tambang batu bara, atau pabrik semen sebuah potret kebobrokan tata kelola negara Indonesia akibat korupsi yang merajalela. Saat ini, Indonesia masih belum menikmati arti “merdeka” sesungguhnya. Sebaliknya kemunduran lah yang dirasa terlampau jauh atas kerakusan yang tersistematis dari para pemburu rente.

Advertisement

Dari hasil survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dikeluarkan oleh Transparency International pada 28 Januari 2021 yang lalu, skor IPK Indonesia tahun 2020 mengalami penurunan sebanyak 3 point dari tahun 2019, membuat Indonesia turun pada peringkat 102 dari 180 negara yang dilakukan survei. Hal ini menyebabkan  Indonesia turun sejauh 17 peringkat, yang mana sebelumnya Indonesia berada pada peringkat 85. Dari skor 0-100 (artinya 0 dipersepsikan negara sangat korup dan 100 dipersepsikan negara sangat bersih dari korupsi). Skor IPK 37 ini adalah sama pada 4 (empat) tahun lalu (2016), dimana artinya Indonesia masih dipersepsikan sebagai negara korup.

Berdasarkan skor IPK Indonesia 2020 yang diantaranya dihitung berdasarkan Indikator Global Insights yang turun 12 poin dan PRS yang turun 8 poin. Menurunnya nilai tersebut dipicu oleh relasi korupsi yang masih lazim dilakukan oleh pebisnis kepada pemberi pelayanan publik untuk mempermudah proses berusaha. Berdasarkan hasil riset terbaru dari Marepus Corner tentang “Peta Pebisnis di Parlemen” ditemukan bahwa 55% atau sebanyak 318 anggota DPR merupakan pengusaha. Temuan ini didapatkan Marepus Corner dengan menganalisis profil anggota DPR periode 2019-2024 dengan kepemilikan bisnis, berdasarkan sumber-sumber yang dapat diakses publik. Beberapa kajian riset yang dilakukan oleh Lembaga Independen maupun LSM, menyebutkan kedudukan strategis pejabat publik dapat meningkatkan conflict of interest hingga state capture corruption.

Sebagai negara yang baru bebas dari otoriterisme, korupsi menjadi tindakan yang paling mudah dilakukan oleh siapapun. “penyakit” ini bukan semata-mata menjadi bentuk kekerasan yang kasat fisik. Lebih dari itu, korupsi dapat dilakukan lebih dari sekedar “membunuh” secara nyata dan langsung karena sifatnya ditutupi oleh kebebasan dalam sistem saat ini.

Tingginya Korupsi Politik Kita

Dilaksanakannya Pilkada serentak tahun 2020 di 270 wilayah, meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota, tentu menjadi masalah yang serius. Format pilkada serentak, menyebabkan persaingan lebih ketat lantaran menutup peluang “kutu loncat” yang mencoba peruntungan di banyak daerah melalui pilkada. Persaingan ketat ini, ikut membuat kebutuhan dana menjadi lebih besar. Hal ini kemudian mendorong calon untuk melakukan korupsi dan bersekongkol dengan para pengusaha. Menurut catatan ICW (2018), terdapat beberapa kepala daerah yang melakukan korupsi dengan tujuan pembiayaan politik seperti Siti Mashita Suparno (Walikota tegal 2013-2018), Sri Hartani (Bupati Klaten 2015-2020), dan Andriatma Dwi Putra (Walikota Kendari 2017-2022). Oleh karenanya, korupsi sistemik akibat fenomena ini membutuhkan perhatian negara. negara perlu melakukan intervensi atas pembiayaan politik dengan pengaturan-pengaturan yang inovatif.

Berdasarkan data penanganan perkara di KPK, dari tahun 2004 s.d 2020 menunjukkan setidaknya terdapat 417 kasus korupsi yang melibatkan politisi dan kepala daerah, diantaranya melibatkan DPR/DPRD sebanyak 274 orang, Gubernur 21 orang dan Walikota, Bupati dan wakil sebanyak 122 orang.

Di penghujung tahun 2020, Mantan menteri Kementerian Sosial (Kemensos), Juliari Batubara, menjadi tersangka terkait dugaan kasus penyalahgunaan dana bantuan sosial untuk penanganan Coid-19 sebesar 14,5 milyar. Kasus tersebut mendapat banyak kecaman dari masyarakat, bahkan kejahatan ini disebut dengan kejahatan hak asasi manusia. Pasalnya, posisi Kemensos memegang peranan strategis di tengah Pandemi Covid-19 dan juga merupakan kementerian yang diprioritaskan untuk mendapatkan relokasi dana APBN Tahun 2020. Sementara itu, berdasarkan keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kemensos merupakan kementerian yang menyerap anggaran terbanyak hingga oktober 2020. Meskipun penyerapan anggaran digambarkan sebagai tolak ukur kinerja pemerintah yang baik, dalam hal bantuan sosial perlu ditegaskan kembali, apakah bantuan telah disalurkan dengan maksimal kepada kelompok yang dituju?

Berdekatan dengan kasus korupsi bansos, Mantan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo turut tertangkap menjadi tersangka dugaan kasus korupsi ekspor benih lobster. Edhy menerima suap terkait izin ekspor benih lobster senilai 3,4 milyar dan 100.000 dollar AS. Pada masa jabatannya, dia menerbitkan beberapa aturan yang mendapat kecaman dari elemen masyarakat, seperti, membuka ekspor benih lobster, membolehkan alat tangkap cantrang, pencabutan batasan ukuran kapal, dan tinggalkan kebijakan penenggelaman kapal pencuri ikan.

Pelemahan KPK

Pangkal tidak optimalnya pemberantasan korupsi di Indonesia adalah pelemahan KPK yang terjadi selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pelemahan KPK berawal dari surat Presiden (Surpres) kepada DPR untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasa Korupsi. Surpres itu pun ditindaklanjuti oleh DPR dan kementerian Hukum  dan HAM hingga menghasilkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU 30/2002 tentang KPK.

Seiring berjalannya waktu, kepercayaan publik terhadap KPK terus merosot, puncaknya ketika Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), alih status pegawai KPK tersebut adalah amanat Undang-Undang KPK. Akibat tes ini, sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak memenuhi syarat dan dinonaktifkan. Bahkan, mereka akan diberhentikan per 1 November nanti. Beberapa nama yang bisa terdepak adalah penyidik yang sedang mengusut kasus-kasus kakap.

Memang benar bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak hanya dilakukan oleh unsur pemerintah maupun penegak hukum saja, perlu peran serta masyarakat. Tetapi alangkah lebih baik apabila KPK diperkuat kembali oleh Presiden, Cabut Undang-Undang baru kembali ke Undang-undang yang lama. 

Sudah 76 tahun Indonesia merdeka, sudah saatnya menerapkan pengawasan yang melekat, penegakan hukum terhadap pelaku korupsi tanpa pandang bulu dan berkeadilan, menerapkan hukuman yang berefek jera terhadap para koruptor. Dengan cara seperti ini, kita yakin bahwa Indonesia akan merdeka dari korupsi. Dirgahayu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

***

*)Oleh: Anggi Alwik Juli Siregar, Founding Partner The Jurisprudence Partner Law Firm dan Wakil Ketua LPBHNU Kabupaten Tangerang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES