
TIMESINDONESIA, MALANG – Memadukan empat pilar Literasi Digital yang dikembangkan Kementrian Kominfo RI dengan 10 kompetensi literasi digital versi Jaringan Pegiat Literasi (Jalidi) Indonesia, sungguh menarik. Empat pilar Literasi Digital yang dimaksudkan adalah pilar Kecakapan Digital (Digital Skill), Budaya Digital (Digital Culture), Etika Digital (Digital Ethics), dan Keamanan Digital (Digital Safety (Kemenkominfo, Siberkreasi & Deloite, 2020).
Sementara itu 10 kompetensi literasi digital Japelidi meliputi mengakses, menyeleksi, memahami, menganalisis, mem ferivikasi, mengevaluasi, memproduksi, mendistribusikan, berpartisipasi dan berkolaborasi (Kurnia & Wijayanto, 2020). Perpaduan empat pilar atau empat area literas digital dengan 10 kompetensi Literasi Digital Japelidi itu telah diterapkan dalam penulisan modul literasi digital yang terbit pada Februari 2021. Dan kini sejak Mei sedang digunakan dalam webinar Indonesia Makin Cakap Digital secara silmutan di 514 Kota/Kabupaten di Indonesia.
Advertisement
Berdasarkan modul-modul tersebut, penulis ingin mengulas beberapa penerapan etika bermedia digital. Seperti penjelasan Bab 1 Modul Etis Bermedia Digital (Kusumastuti, Astuti, & Kurnia, 2021), pilar etis berada dalam poros Kolektif-Informal. Artinya, pilar etis bermedia digital adalah kemampuan individu untuk berfungsi sebagai bagian dari masyarakat kolektif/societal, berada dalam ruang pendekatan yang cair dan fleksibel, dengan instrumen yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai sebuah kelompok komunitas/masyarakat.
Bagaimana penerapannya?
Etis dalam Mengakses
Kegiatan pertama dalam bermedia digital yaitu mengakses media digital. Baik itu media digital sebagau suatu perangkat, maupun media digital sebagai “penyedia” konten digital.
Mengakses perangkat digital, kita akan mulai dengan memilih gadget yang meliputi hardware, dan software termasuk sistem aplikasi dalam berbagai koneksi perangkat digital. Etis bermedia dalam akses perangkat digital, misalnya memilih perangkat digital yang legal. Jelas reputasinya dan bisa dipertanggungjawabkan standarnya. Tindakan etis ini juga demi keamanan digital yang akan melindungi segala identitas digital kita nantinya.
Perangkat digital yang legal, dan sesuai standart akan memberi opsi perlindungan data kita. Baik itu dengan jaminan atau insurance maupun dengan pilihan bebas kita untuk menggunakan ataupun mengabaikannya.
Mengakses aplikasi digital juga secara etis adalah sesuai peruntukan dan sesuai usia. Beberapa aplikasi memang mensyaratkan usia yang boleh mengakes. Maka tindakan manipulatif dalam hal usia merupakan tidankan yang tidak etis.
Mengakses media digital artinya juga mengakses konten yang ada disana. Tindakan etis dalam hal ini adalah hanya mengakses sesuai yang dibutuhkan, sesuai usia, akses konten yang bermanfaat dan positif dalam meningkatkan kwalitas kehidupan sebagai manusia.
Etis dalam Berinteraksi
Setelah mengakses perangkat digital dan mengakses konten, kita kemudian berinteraksi di ruang digital. Pertama kita akn memilih identitas digital kita. Nama yang baik tentu saja. Foto diri yang pantas, dan informasi diri yang memang layak dibagikan kepada orang-orang yang telah lama dikenal maupun yang akan dikenal kemudian hari. Selanjutnya terdapat komunikasi dan kontak digital. Ruang digital yang luas dan berisi akun-akun yang heterogen, membuat komunikasi semakin kompleks. Namun dengan menggunakan bahasa yang baik, berbagi cerita dengan sopan, berbincang dengan egaliter, beropini dengan cantik adalah contoh berinteraksi secara etis.
Kita saling menyapa dengan sapaan yang pantas, memanggil dengan panggilan yang semestinya, mendukung unggahan yang patut didukung atau dipuji, dan tidak berlebihan didalam merespon suatu unggahan yang berbeda dengan minat dan kepentingan kita, juga merupakan perilaku etis dalam berinteraksi.
Janganlah ada lagi memanggil seseorang atau sekelompok orang dengan nama-nama binatang, atau makhluk yang lebih rendah dari manusia.
Janganlah menggunakan perbedaan fisik atau fenotip orang lain ataupun perbedaan suku, ras, dan antar golongan sebagai identitas maupun konten yang merendahkan.
Etis dalam Berpartisipasi
Lebih jauh sebagai netizen adalah berpartisipasi yang merupakan kompetensi literasi digital yang lebih tinggi. Kita mulai saling berbagi karya dan status di sosial media. Namun, tidak semua hal yang kita dapatkan mesti dibagi begitu saja. Kadang perlu disusun kembali, kadang harus ditampilkan persis apa adanya, atau bahkan kadang juga tidak perlu dibagikan lebih lanjut. Semua itu memerlukan kompetensi melakukan analisis, ferivikasi kebenaran sumber dan faktanya, serta mengevaluasi apakah itu bermanfaat atau tidak?
Berpartisipasi artinya juga aktif sebagai netizen. Terpanggil untuk membuat ruang digital aman dan nyaman bagi sesama pengguna. Netizen dewasa berpartisipasi pada pendidikan untuk generasi muda. Generasi muda berpartisipasi dalam membangun ruang-ruang yang lebih menyenangkan, kreatif, dan semangat kekinian. Saling mengingatkan, saling mendukung, saling memberi, dan saling memahami perbedaan.
Etis dalam Berkolaborasi
Sebagai puncak kompetensi literasi digital yaitu kemampuan dalam berkolaborasi. Membangun jejaring yang produktif. Tidak hanya antar golongan, lintas daerah, jika perlu melewati batas-batas budaya dan negara. Kolaborasi juga bisa diartikan sebagai kemampuan dalam memadukan daringdan luring dalam kerja-kerja nyata di berbagai bidang. Mungkin ada jejaring yang fokus pada isu lingkungan, lainnya fokus pada isu pendidikan, isu-isu kemanusiaan, isu kesehatan, isu-isu industri kreatif, peningkatan sumber ekonomi, isu informasi & komunikasi, bahkan juga bisa isu-isu politik.
Pilar etis menyoroti kemampuan memilih jaringan yang sesuai dengan minat dan panggilan semangat (passion). Kolaborasi membutuhkan kematangan diri untuk saling menghargai sehingga sebuah isu bisa diperbincangkan dan mendapat solusi untuk kebaikan bersama. Berserikat atau berkelompok menjadi penting di era digital. Sebab dengan berkelompok, kita memiliki sumber daya yang lebih kuat. Saling melengkapi, saling belajar, saling bertukar pikiran, dan saling mendukung.
***
*) Oleh: Frida Kusumastuti, Dosen Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang; Aktivis Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) Indonesia.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
***
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rochmat Shobirin |