Kopi TIMES

Melawan Stigma Seksisme Wanita Karir

Sabtu, 27 November 2021 - 09:29 | 171.87k
Dian Asmi Setoningsih, Pendidik di Thursina International Islamic Boarding (IIBS) Malang.
Dian Asmi Setoningsih, Pendidik di Thursina International Islamic Boarding (IIBS) Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Kodrat wanita sebagai ibu rumah tangga masih menjadi salah satu stigma umum dalam masyarakat yang dapat memicu seksisme.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, seksisme diartikan sebagai penggunaan kata atau frasa yang meremehkan atau menghina berkenaan dengan kelompok, gender, ataupun individual. Kata ini mungkin terdengar asing, namun tanpa disadari banyak orang telah melakukannya.

Wanita sering dikonotasikan sebagai pekerja domestik yang dinilai tidak dapat berkontribusi secara aktif di luar rumah sehingga peran utamanya tidak lebih dari sekadar aktivitas dalam rumah. Karena hal ini, sebelum masa emansipasi, banyak posisi strategis yang tidak diperuntukkan bagi wanita di dunia kerja. Wanita juga sering dianggap tidak pantas menjadi pemimpin dalam pekerjaan karena dinilai selalu menggunakan persaaan dalam mengambil keputusan. Stigma ini sudah sejak lama diyakini kebenarannya.

Oleh karena itu, wanita sering mendapat tindak diskriminatif di masyarakat. Bahkan sering kali kita temui aksi unjuk rasa menuntut kesetaraan gender dan perilaku tidak merendahkan wanita karena wanita ingin bebas dan merdeka. Bebas dari anggapan lemah dan kodrat-kodrat yang di buat oleh masyarakat itu sendiri.

Pada hakikatnya, wanita ingin bekerja atau menjadi ibu rumah tangga merupakan pilihan dari masing-masing individu. Sehingga bukanlah suatu kesalahan jika wanita ingin berkarir.

Wanita berhak mengaktualisasi diri

Selayaknya pria, wanita juga memiliki mimpi, potensi dan ambisi yang ingin ia capai dalam hidupnya. Pria dan wanita sama-sama dibekali dengan bakat dan kecerdasan sehingga di zaman emansipasi ini sudah tidak ada lagi alasan untuk meragukan kemampuan wanita. Pada era 1900-an, Raden Ajeng Kartini berjuang sendirian menghapus tradisi yang membatasi wanita.

Dewasa ini telah banyak perubahan dalam kebijakan pemerintah yang membuka kesempatan untuk para wanita berkiprah di dunia karir yang kesetaraannya disamakan dengan kaum pria. Kesempatan ini digunakan oleh para wanita untuk mengaktualisasi diri. Banyak perempuan yang bekerja baik dari di luar atau dalam rumah.

Kini banyak industri telah berbondong-bondong mempekerjakan kaum wanita seperti industri yang bergerak di bidang fashion, kecantikan, dan Pendidikan. Di industri tersebut, karyawan wanita dan pria di perlakukan sama. Tidak ada yang diremehkan, semua mendapatkan hak-haknya, dan berhak memegang jabatan tinggi sesuai dengan kemampuan dan performa kinerja.

Wanita berhak membantu keuangan keluarga

Di masa lalu, pria memegang peran utama dalam mengambil tanggung jawab keuangan tempat wanita bergantung secara finansial, namun saat ini sudah banyak wanita yang turut membantu mengemban tanggung jawab ekonomi ini. Dewasa ini, banyak masyarakat yang sadar untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Kesadaran inilah yang menginisiasi para wanita untuk secara aktif terjun dalam hak-hak ekonomi keluarga.

Peranan dan partisipiasi wanita sudah semestinya diterima dan diapresiasi sebagai pengakuan bahwa wanita juga memiliki hak dan kemampuan untuk bekerja. Secara umum wanita terdorong untuk mencari nafkah karena tuntutan ekonomi rumah tangga. Baik itu karena penghasilan suami saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau karena pengeluaran keluarga yang senantiasa meningkat, misalnya bertambahnya jumlah anak dan tingginya biaya pendidikan anak, sedangkan pendapataan suami tidak selalu meningkat.

Urusan domestik merupakan tugas bersama

Pekerjaan domestik atau aktivitas yang berhubungan dengan rumah tangga kerap kali disebut sebagai tanggung jawab wanita. Wanita yang tidak cakap mengerjakan aktivitas domestik sering mendapat stigma negatif, begitupun dengan wanita karir yang dibantu suami mengerjakan tugas ini dianggap nyeleneh dan tidak sesuai kodratnya. Padahal, bak suatu negara yang kompleks, sejatinya setiap warga negara tersebut berkewajiban saling bahu membahu berbagai tugas domestik.

Tugas domestik yang terkesan sederhana namun jika dikerjakan oleh satu orang saja jelas akan menimbulkan prahara karena beban tugas yang timpang hanya dipikul wanita/istri. Alhasil, sering terjadi cekcok antara pasangan. Sudah selayaknya tugas ini dikerjakan bersama. Selain mewujudkan kesetaraan, pembagian tugas domestik dapat mewujudkan gotong royong, kebersamaan, dan harmoni dalam keluarga.

Sikap saling melengkapi fungsi anggota keluarga tersebut, dapat mempengaruhi terbentuknya keseimbangan dalam peran, hak dan kewajiban anggota keluarga sehingga stigma wanita sebagai pelaksana tugas domestik tidak akan menghantui wanita selamanya.

***

*) Oleh: Dian Asmi Setoningsih, Pendidik di Thursina International Islamic Boarding (IIBS) Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES