Kopi TIMES

Berdamai dengan Kedukaan dan Kehilangan

Sabtu, 08 Januari 2022 - 03:22 | 103.50k
Dr. Ike Herdiana, M.Psi.,Psikolog.
Dr. Ike Herdiana, M.Psi.,Psikolog.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Salah satu tantangan terberat dalam hidup manusia adalah mengelola perasaan saat kehilangan orang yang dicintai.

Perasaan berduka karena kehilangan merupakan rasa yang khas dan setiap individu dengan pengalaman tersebut akan menemukan perjalanan kedukaan yang berbeda satu sama lain. Berapa lama seseorang akan berada dalam kondisi kedukaan dan kehilangan? Setiap individu mempunyai waktunya masing-masing. Tidak ada standar waktu sampai kapan seseorang  bisa mulai menerima kehilangan dan rasa kedukaan berangsur pulih.

Advertisement

Pada beberapa individu, ‘menikmati duka’ adalah pengalaman yang sangat personal, terlebih ketika kehilangan orang paling signifikan dalam hidup mereka. Namun demikian, penelitian Sauteraud (2018) menunjukkan bahwa kebanyakan orang dapat pulih dari kehilangan dengan sendirinya melalui perjalanan waktu jika mereka memiliki dukungan sosial dan kebiasaan hidup yang sehat. 

Gejala Dalam Kedukaan

Setiap individu yang mengalami kedukaan dan kehilangan memiliki gejala bervariasi. Beberapa gejala emosional umum yang tampak pada orang berduka adalah syok, tidak percaya, sedih, merasa bersalah, rasa takut dan marah. Gejala emosi ini tidak berjalan sendirian. Biasanya disertai dengan  gejala fisik seperti susah tidur, lemah, lesu, mual, mudah lelah, sakit kepala, imunitas rendah, berat badan berkurang atau bahkan naik dengan cepat, dan lain sebagainya.

Beberapa individu barangkali tidak memperlihatkan gejala tersebut, namun tetap merasakan adanya duka dan membutuhkan waktu lebih lama untuk menerima situasi kehilangan. Berdasarkan pengamatan penulis, berat tidaknya kedukaan dipengaruhi juga oleh hubungan atau kedekatan antara individu dengan orang yang telah tiada, penyebab meninggalnya seseorang dan pemilihan mekanisme pertahanan diri seseorang sehingga mampu mengalihkan perasaan negatif karena kehilangan kepada hal lain yang lebih bisa diterima oleh dirinya maupun orang lain. 

Tahapan Dalam Kedukaan

Kedukaan pada individu memiliki proses yang unik. Dinamika psikologis untuk sampai pada penerimaan terhadap situasi akibat kehilangan juga khas pada setiap individu. Kubler-Ross awalnya menjelaskan sebuah proses penerimaan yang secara umum dilalui oleh orang dengan penyakit terminal. Kubler kemudian melihat proses yang hampir serupa pada orang dengan pengalaman kedukaan dan kehilangan. Ia menjelaskan ada lima tahapan seseorang melalui proses kedukaan (dalam DerSarkissian,2020) : (1) Penolakan, terjadi saat individu merasa syok dan mati rasa.

Pada tahap ini adalah normal ketika individu berpikir bahwa keadaan ini mustahil terjadi sehingga tidak dapat diterima. Menolak adalah sebuah mekanisme pertahanan diri ketika perasaan individu sedang tidak nyaman; (2) Kemarahan, muncul saat individu merasakan sakit karena kehilangan. Rasa frustrasi dan tidak berdaya lah yang mendorong munculnya kemarahan; (3) Tawar menawar, terjadi saat individu sudah mulai berpikir lebih baik. Individu berpikir jika ketidakberdayaan ini berlanjut maka akan ada dampak negatif yang dirasakan.

Pemikiran tersebut yang mendorong individu kesepakatan dengan dirinya untuk mencari cara yang lebih baik; (4) Depresi, merupakan kesedihan yang muncul saat individu mulai memahami kehilangan dan merasakan dampak dari ketiadaan. Biasanya ditandai oleh menangis, tidak memiliki selera makan dan kesulitan tidur; (5) Penerimaan, dimana individu berada pada tahap akhir kesedihan dan mulai menerima kenyataan tentang kehilangan. Meski masih ada perasaan sedih, namun  individu sudah dapat melangkah maju menuju kehidupan yang normal kembali.

Setiap individu akan melewati tahapan tersebut dengan dinamikanya masing-masing. Ada individu yang melewati tahapan tersebut secara tidak berurutan atau bahkan ada fase yang tidak dialami sama sekali. Beberapa individu merasa sudah ditahap penerimaan, namun dengan triger foto kenangan, lagu kesayangan atau makanan kesukaan orang yang sudah pergi meninggalkan, masih dapat membuat individu merasa kembali bersedih. Hal ini menunjukkan bahwa proses untuk sampai pada tahap penerimaan berjalan secara individual.

Berdamai Dengan Kedukaan dan Kehilangan

Pada akhirnya meratapi orang yang telah meninggalkan kita dalam jangka waktu lama tidak akan membantu perasaan menjadi lebih baik. Dampaknya, beberapa tugas kehidupan lain akan terbengkalai dan menimbulkan persoalan baru yang menambah akumulasi persoalan-persoalan hidup yang belum selesai. Berdamai dengan situasi kedukaan adalah pilihan yang harus kita ambil, agar kita bisa melanjutkan kehidupan secara normal. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan. DerSarkissian (2020) memberikan beberapa saran untuk dapat melalui kedukaan dan kehilangan menuju kearah pemulihan diri. Pertama, memberi waktu untuk diri sendiri, menyelami dan menghayati kedukaan adalah sebuah proses.

Kita tidak perlu menekan diri untuk cepat menerima situasi duka, namun sebaiknya tidak juga larut terlalu dalam sehingga menghambat fokus pada kehidupan kita saat ini. Kedua, bicaralah pada orang lain, jangan mengisolasi diri. Pada waktu-waktu tertentu ada rasa ingin sendiri, hanya ingin berkomunikasi dengan diri sendiri. Ambil waktu tersebut secukupnya, selebihnya kita bisa bicara dengan orang lain yang membuat nyaman, agar semua beban yang dirasakan bisa terbagi. Ketiga, pedulikan dan jaga diri sendiri.

Kembali beraktivitas, berolahraga, menjaga kesehatan tubuh, cukup tidur dapat membuat kita lebih berenergi dan mengalihkan rasa duka kepada hal-hal yang produktif. Ke empat, lakukan hal-hal yang menyenangkan, misalnya kembali mengerjakan hobi yang sudah lama kita tinggalkan. Hal ini akan memberikan energi positif dan menimbulkan perasaan yang lebih optimis bahwa kita mampu melewati semuanya dengan baik. Kelima, mencari dukungan kelompok, misalnya berdiskusi dan berkomunikasi dengan kelompok orang yang sama-sama pernah mengalami kedukaan dan kehilangan. Hal tersebut membuat kita lebih tenang, dan tidak merasa sendiri.

Rasa kedukaan dan kehilangan merupakan area pribadi yang dinamikanya khas pada setiap orang. Kurang bijaksana rasanya jika kita menerapkan standar kedukaan dan kehilangan kita pada orang lain meskipun memiliki pengalaman yang sama. Oleh sebab itu, semua proses setiap individu keluar dari rasa tidak nyaman pun akan sangat personal. Selama proses tersebut tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain, maka kondisi tersebut masih bisa dikatakan normal.

Namun jika individu sudah tidak dapat mengelola perasaan yang semakin kuat atas kedukaan dan kehilangan, jangan ragu untuk mencari pertolongan professional. Pada kondisi normatif, rasa duka dan kehilangan akan mereda dengan penerimaan, penemuan makna baru dan keinginan kuat untuk melanjutkan hidup. Waktu yang akan mengurainya….

***

*) Oleh: Dr. Ike Herdiana, M.Psi.,Psikolog.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES