
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kamis-Minggu kemarin nampak sibuk. Biasa urusan Diktis juga kegiatan rutin akhir pekan di medan pengkaderan. Ketemu dengan banyak mahasiswa, dosen dan guru besar juga para pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Tentu juga para kader Ansor terutama di Garut dan PW Ansor Jawa Barat.
Tema-tema tentang pendirian perguruan tinggi, penambahan prodi, dosen tetap non PNS, mutasi pegawai ke dosen, beasiswa dosen dan tenaga kependidikan, kenaikan pangkat Lektor Kepala hingga Guru Besar. Juga soal adanya issu kekerasan seksual dalam lembaga pendidikan sampai pelbagai kasus-kasus yang lagi hangat di masyarakat.
Advertisement
Rata-rata kalangan PTKI merasa bersyukur dan memberikan apresiasi yang tinggi kepada Kementeriaan Agama, yang mulai akhir tahun lalu, melakukan penghitungan dan penetapan Lektor Kepala dan Guru Besar Rumpun Ilmu Agama. Sebuah terobosan historis- strategis yang dinanti sekian puluh tahun.
Di suatu kesempatan GusMen mengatakan (www.kemenag.go.id) ingin ada legacy yang jelas dan terukur. Arah kebijakannya ditujukan agar umat beragama memiliki karakter moderat, unggul, maslahat (berdaya guna), rukun, dan damai. Semua itu dibangun melalui tiga pondasi utama, yaitu moderasi beragama, transformasi digital, dan good governance.
Tidak kurang dari 15 Guru Besar Rumpun Ilmu Agama telah ditetapkan oleh Gus Men, 14 Lektor Kepala dan 2 Gubes yang naik pangkat ke IV E. Penatapan guru besar oleh Menag diatur dalam Peraturan Menteri Agama No 7 Tahun 2021 tentang Penilaian Jabatan Fungsional Dosen Jenjang Lektor Kepala dan Profesor dalam Rumpun Ilmu Agama. PMA ini ditetapkan dan diundangkan sejak 14 April 2021.
Mereka umumnya merasa kagum atas langkah-langkah yang dilakukan Gus Menteri Agama @Yaqut Cholil Qaumas, terutama dalam melakukan penataan terhadap PTKI. Transformasi digital melahirkan Universitas Islam Siber Syaih Nurjati (UISSI) Cirebon yang pada tahap ini sudah berjalan Prodi PAI dan sejumlah PTKI sangat aktif menjalankan tata kelola PT berbasis digital.
Hal ikhwal pendirian PTKI diwujudkan dengan rencana pendirian IAIN Bima NTB, IAIN Pangandaran juga Sekolah Vokasi di Banyuwangi. Tidak hanya perluasan akses yang dituju, tetapi juga peningkatan mutu PTKI sejalan dengan kebutuhan masyarakat. 5 STAIN juga sedang berbenah menuju IAIN, sementara sejumlah IAIN akan berubah menjadi UIN menambah UIN yang saat ini ada.
Transformasi kelembagaan tersebut tentu harus diimbangi dengan perubahan paradigmatik soal perguruan tinggi keagamaan, perubahan tata kelola yang profesional, kurikulum yang tepat juga sumber daya manusia yang berasal dari pelbagai latar belakang. Dengan demikian sarjana produk UIN akan memiliki distingsi dengan produk PTU.
Dalam kepemimpinan PTKIN juga dilakukan kebijakan baru dengan pembatasan masa jabatan Rektor/Ketua hanya dua periode dalam nomenklatur apapun secara total dari mulai STAIN, IAIN dan UIN. Ini penting untuk percepatan tata kelola perguruan tinggi, penyegaran kepemimpinan dan menghargai akan tumbuh pesatnya ketersediaan SDM yang semakin baik.
Transformasi layanan juga menjadi titik penting langkah Gus Men. PTKI harus meningkatkan layanan kepada masyarakat. Penyediaan prodi yang dibutuhkan dan marketable, penguatan kelembagaan sejalan dengan tantangan global serta visi pengembangan kurikulum PTKI yang adaptif terhadap ere revolusi industri 4.0 dan society 5.0. PTKI harus benar-benar memberikan layanan terbaik untuk masyarakat. Jangan sampai ada warga bangsa yang ingin studi pada PTKI mengalami kendala, baik kebijakan, akses, kesempatan dan mungkin juga pendanaan.
Karenanya ikhtiar Kementerian Agama untuk menambah kuota nasional KIP Kuliah yang saat ini baru sebanyak 17.615 orang menjadi 55.000 orang jika kita mengacu perimbangan dengan PT di bawah Kemdikbudristek. Pada saat yang sama Kemenag juga diberikan mandat untuk mengelola beasiswa LPDP, yang pada tahun-tahun sebelumnya hanya dikelola oleh LPDP tidak melibatkan K/L.
Moderasi Beragama juga semakin mendapat tempat di era Gus Men, setelah pada dua era menteri sebelumnya menjadi paradigma baru Kementerian Agama khususnya diletakan pada masa Menteri Lukman Hakim Saifuddin.
Agama harus diletakan sebagai sumber inspirasi, demikian pidato pertama Gus Menteri saat dilantik. Agama hadir agar umatnya damai, hidup rukun dan agama menjadi inspirasi untuk melakukan perubahan. Ini penting di saat bangsa ini menghadapi pelbagai bahaya intoleransi dan radkalisme.
**
Lalu sebagai aparatur yang menyertainya, selain rasa bangga, tentu juga harus diikuti dengan penerjemahan atas gagasan, ide dan kebijakan GusMen, walau di tengah kondisi anggaran negera yang kian hari kian kurang menggembirakan. Terutama karena difokuskan untuk penanganan pandemi Covid-19.
Kreativitas dan inovasi agaknya harus menjadi paradigma bagi siapapun yang saat ini diberikan kesempatan mengelola PTKI. Sadar akan keterbatasan pendanaan, sadar akan sumber daya yang terbatas juga sadar akan keterbatasan sarana dan prasarana.
Paradigma melayani harus menjadi prinsip, bagi pimpinan PTKI dan seluruh civitas akademika. Bukan malah sebaliknya ingin dilayani. Kepuasaan pelanggan menjadi orientasi dan pelanggan itu adalah rakyat (publik).
Tugas Kementerian Agama dalam pengembangan PTKI, melalui Direktorat Diktis, Ditjen Pendidikan Islam adalah tiga hal, yaitu yaitu rekcognisi (pengakuan), regulasi dan fasilitasi. Tiga hal ini telah secara serius dilakukan Dirjen Pendidikan Islam Muhammad Ali Ramdani bersama Direktur Diktis Amin Suyitno dalam ikhtiarnya menata PTKI dibawah komando GusMen.
Tiada lelah yang tak terbayarkan. bayarannya adalah kualitas PTKI yang dapat dirasakan oleh publik. Beberapa PTKIN telah sejajar dan bersaing dengan PTUN, misalnya UIN Jakarta, UIN Jogjakarta, UIN Bandung, UIN Malang, UIN Surabaya, UIN Semarang dan lain-lain.
Dengan demikian coretan ini ingin menegaskan selama kurang lebih GusMen menahkodai Kementerian Agama mempunyai lagacy yang kuat untuk menata PTKI. Penataan paradigmatik, kelembagaan, kurikulum dan pembelajaran, sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan kultur serta tradisi akademik.
Impian menjadikan Indonesia sebagai kiblat pendidikan Islam dunia semakin nyata. Pesantren yang sejak sebelum Indonesia merdeka telah mendunia, diikuti dengan dinamika madrasah dan terkhusus adalah PTKI yang tengah bertransformasi menjadi world class university, salah satunya didirikannya Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Depok dan sebagian PTKIN yang tak kalah kualitasnya dengan perguruan tinggi internasional, minimal di dunia muslim. Wallahu a'lam bi al-shawab. (*)
*) Penulis Ruchman Basori, Kepala Sub Direktorat Ketenagaan, Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (DIKTIS), Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |