Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Konsep Ayat-Ayat Mutasyabihat Dalam Perspektif Ilmu Kalam

Senin, 14 Februari 2022 - 11:09 | 220.07k
Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Al-Qur’an adalah kitab suci yang ditunjukkan kepada setiap orang, baik orang awam maupun orang cendekiawan. Orang awam disuruh melihat dan memerhatikan alam untuk menilai kebesaran Allah swt. Para cendekiawan menyelidiki, menilai dengan seksama, akhirnya mereka beriman kepada Allah swt. Al-Qur’an memang bukan kitab filsafat, sebab ia tidak hanya diperuntukkan kepada ahli-ahli filsafat dan ahli mantiq saja. Karena kalau demikian, maka Al-Qur’an itu tidak akan dipahami oleh orang awam.

Di dalam Al-Quran ada ayat mutasyabihat,  yaitu ayat-ayat yang arti lahirnya Tuhan itu seperti makhluk-Nya. Seperti ayat-ayat yang menerangkan tentang determinisme (ijbarty) dan indeterminisme (ikhtiyar), tentang wajah Allah swt., cahaya-Nya, tangan-Nya dan Dia berada di langit dan sebagainya.

Advertisement

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Terhadap nash-nash mutasyabihat  ini, ada beberapa pendapat ulama:

1.      Golongan Salaf; mempercayai sepenuhnya kepada nash-nash mutasyabihat. Tetapi mereka menyerahkan maksud yang sebenarnya kepada Allah swt., mereka tidak mengadakan ta’wil mengenai ayat:

“Tangan Allah itu diatas tangan-ytangan mereka” (QS. Al-Fathu [48]:10).

Mereka percaya pada yadulloh (tangan Allah Swt), tetapi keadaan-Nya berbeda dengan tangan manusia. Maksud yang sebenarnya mereka serahkan sepenuhnya kepada Allah Swt.

2.      Mu’atthilah;  berpendapat bahwa kalimat-kalimat yang mengandung sifat-sifat Allah Swt. Yang tampaknya serupa dengan sifat-sifat makhluk-Nya yang terdapat pada nash-nash mutasyabihat, harus dinafikan (ditiadakan) dari Allah Swt. Bersifat semacam itu. Agar dengan demikian orang dapat dengan sungguh-sungguh mentaqdiskan atau mensucikan Allah Swti serupa dengan makhluk-Nya.

Syaikh Islam Ibnu Taimiyah (1263-1328) menerangkan:

"mereka (golongan Mu'atthilah) menafikan sifat-sifat Allah SWT.mereka beranggapan bahwa Allah tidak mendengar, tidak berfirman, Dan tidak melihat.karena yang demikian itu tidak bisa terjadi, melainkan dengan anggota badan. atas anggapan ini mereka menafikan madlulnya nash-nash mutasyabihat dan menghapuskan makna-makna dari segala seginya."

Golongan Mu'atthilah timbul pada akhir pemerintah Bani Umayyah, dipimpin oleh Jaham Bin Sofwan Turmudzi. Dia mati dibunuh pada 128 H. Paham-pahamnya yang bercampur dengan paham-pahannya Ja'ad Bin Dirham yang juga mati terbunuh pada masa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

3.      Golongan mujassimah atau musyabbihah. Golongan ini dipimpin oleh Dawud Al Jawariby dan Hisyam bin Hakam Ar-Rafidli. Mereka berpendapat bahwa ayat-ayat Alquran dan hadis nabi mengenai nash-nash mutasyabihat harus diartikan menurut lahirnya (letterlijk) saja. Jadi Allah SWT itu benar-benar mempunyai sifat-sifat seperti sifat-sifat makhlukNya. Selanjutnya Ibnu Taimiyah menerangkan:

"Golongan mujassimah adalah golongan yang menentang golongan Mu'atthila. Mereka menetapkan adanya sifat-sifat Allah titik hanya saja mereka menjadikan (mengganggap) bahwa sifat-sifat Allah itu seperti sifat-sifat makhlukNya. Maka mereka berkata: Allah itu mempunyai tangan seperti tanganku ini dan pendengaran seperti pendengaranku maha suci Allah SWT., Maha tinggi Allah SWT. Dan maha besar dari hal-hal yang mereka katakan."

4.      Golongan Khalaf; memercayai bahwa nash-nash mutasyabihat itu menerangkan tentang sifat-sifat Allah SWT yang tampaknya menyerupai dengan makhlukNya, adalah kalimat kalimat majaz. Oleh karena itu kamu harus ditakwilkan sesuai dengan sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya. Seperti:

Yadulloh diartikan kekuasaan Allah SWT

Waj hulloh diartikan zat Allah SWT

Man fis samaa'i diartikan dzat yang menguasai langit

Adapun sebab-sebab golongan salaf tidak mengadakan takwil itu ialah:

a. Pembahasan nash-nash mutasyabihat itu tidak memberi manfaat bagi orang awam.

b. Segala yang berhubungan dengan set dan sifat Allah SWT.,adalah diluar akal yang tidak mungkin manusia dapat mencapainya kecuali dengan cara menghiaskan Allah SWT pada sesuatu titik ini adalah kesalahan yang sangat besar.

Adapun sistem mutakallimin ialah beriman kepada Allah SWT dan segala apa yang dibawa oleh rasul-nya. Akan tetapi, mereka perkuat dengan dalil-dalil akal yang disusun secara ilmu mantiq. Mereka beralih dari segi fitrah menuju ke arah lingkungan agar pikiran.

Firman Allah SWT:

"Berkata rasul-rasul mereka: "apakah ada keraguan keraguan terhadap Allah menciptakan langit dan bumi?" (QS. Ibrahim [14]: 10)

Dari ayat tersebut mutakallimin berpindah dari dengan barunya alam untuk menetapkan wujudnya Allah SWT mengenai nash-nash mutasyabihat, para mutakallimin tidak merasa puas dengan beriman secara ijmali saja tanpa mengadakan ta'wil.maka mereka mengumpulkan nash-nash yang pada lahirnya pertentangan, seperti nasional yang deterministis in deterministis, dan antropomorfistis. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES