Dari Kendeng Wadas, Antara Tambang, Alam dan Manusia

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Senin 14 Februari 2022 pada bulan Februari identik dengan bulan kasih sayang, Mulai memasuki Bulan Februari Semua bergembira menyambutnya dan mempersiapkan merayakan, begitupun juga beberapa kalangan pemuda pemudi di daerah yang merayakannya dengan mencintai daerahnya terutama Kelestarian Lingkungan Hijau dan Bagaimana Pengelolaan Alam agar tetap Lestari. Pelangi yang diharapkan muncul pada bulan kasih sayang ini nampaknya memalingkan senyumnya lagi diawal tahun 2022, bahkan justru Pelangi tersebut berubah menjadi Awan Mendung yang semakin gelap dikarenakan lagi – lagi adanya eksploitasi Pengelolaan Kekayaan Alam di atas bumi Pertiwi Indonesia. Aksi-aksi Simpatik bertema lingkungan hidup dan kepedulian terhadap alam kemudian muncul di berbagai kota. Sebagai wujud kepedulian masyarakat, melihat realitas lingkungan hidup saat ini yang dianggap semakin tidak ramah.
Polemik penambangan mineral selalu memantik konflik yang jauh lebih besar. Ancaman kerusakan lingkungan tidak hanya mengancam keseimbangan alam, tapi juga hidup warga yang menggantungkan kesehariannya dari hasil alam. Problematika lingkungan saat ini tengah menjadi wacana yang tengah menarik perhatian publik. Sayup-sayup lagu tentang rasa cinta dan kasih sayang terhadap lingkungan dan perlawanan pada pembagunan yang menyengsarakan masyarakat petani di suarakan dengan lirik yang menyayat perasaan Khususnya para petani dari, Jawa Tengah, yang beberapa waktu lalu konsisten menyuarakan penolakannya. Dahulu belum selesai dengan adanya peristiwa Pengelolaan kekayaan alam yang terjadi pada pegunungan Kendeng terhadap pendirian pemanfaatan pabrik semen, saat ini dihadapkan kembali bagaimana problematika terhadap pengelolaan kekayaan alam pada daerah Wadas, Jawa Tengah. Saat ini Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, tengah menyita perhatian publik. Tentu hal itu terkait bagaimana pemanfaatan terkait Pengelolaan Kekayaan Alam. Problematika tersebut terjadi karena Pengukuran tanah di Desa Wadas terkait kepentingan penambangan batu andesit pada proyek Bendungan Bener di Desa Wadas Provinsi Jawa Tengah.
Advertisement
Ekonomi Pembangunan dan Tragedi Pengelolaan Kekayaan Alam
Masyarakat adil dan makmur dapat berwujud sebagaimana yang diharapkan, apabila upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi seluruh warga masyarakat guna mengarah kepada peningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang dapat berjalan dengan baik. Tantangan Indonesia saat ini yakni dengan adanya sumber daya alam yang melimpah bagaimana cara memaksimalkannya. Todaro (dalam Lepi T. Tarmidi, 1992:11) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan dari kemiskinan mutlak. Sejalan dengan hal tersebut diperlukannya bagaimana Pengelolaan Alam yang terbaik untuk kedepan agar tidak ada yang dirugikan hak – hak nya dalam menikmati hasil dari kekayaan alam yang ada. Alam yang memiliki kekayaan yan melimpah selalu di hadapkan dengan tantangan bagaimana cara mengoptimalkan nya tanpa merugikan hak – hak setiap warga negara yang memiliki wewenang dalam ikut membantu dalam program ekonomi pembangunan negara.
Pertama, kasus Pegunungan Kendeng yang dimulai pada 2014, Semen Indonesia berencana membangun pabrik semen di Kendeng. Pabrik tersebut akan memiliki kapasitas produksi tahunan sebesar 3 juta ton untuk melengkapi konsumsi semen yang terus meningkat. Namun, sebagian warga Kendeng menentang pembangunan pabrik semen di kawasan karst yang menyerap air, dan sebagian wilayah Kendeng mengalami kekurangan air. Selain itu, amdal yang dieksekusi dinilai tidak transparan. Semen Indonesia tidak setuju bahwa karst di lokasi tambang adalah karst biasa yang terbuat dari batugamping berlubang. Suparni, saat itu presiden dan direktur Semen Indonesia, mengatakan perusahaannya memiliki pengalaman membangun pabrik semen di tempat lain untuk menghindari kerusakan lingkungan. Semen Indonesia meyakini pembangunan pabrik semen di Kendeng bertujuan untuk memenuhi permintaan semen di Indonesia yang terus meningkat. Namun, Kepala Kementerian Perindustrian dan BKPM mengatakan terjadi kelebihan pasokan semen di Indonesia.
Kedua, dalam kasus pertambangan Wadas yang kaya mineral andesit, kronologisnya dimulai dengan keputusan untuk membangun Benerdam di Purworejo, Jawa Tengah. Diluncurkan di situs resmi KPPIP (Komite Percepeatan Pembangunan Infrastruktur Prioritas), pembangunan bendungan ini merupakan proyek strategis nasional yang dibiayai APBN. Investasi Rp2,060 triliun cukup untuk menggoyahkan kepala. Pembangunan ini sudah berlangsung sejak 2018 dan diharapkan selesai sekitar tahun 2023. Kapasitas bendungan diperkirakan 100,94M3. Ini adalah rencana proyek pemerintah yang menyebabkan masalah. Selain itu, pemerintah meyakini Wadas bisa mendapatkan andesit untuk bahan bangunan. Proses penambangan ini dikatakan tidak memiliki prosedur yang jelas dan tidak disebut prosedur yang salah.
Tidak lengkapnya dokumentasi mengapa tidak memungkinkan dan tidak ada ruang diskusi dengan warga Wadas tentang izin pertambangan dan persiapan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Juga, AMDAL hanya mempengaruhi walikota desa. Aku ingin berbicara. Selama beberapa hari terakhir, polisi telah mengerahkan ratusan pasukan. Mereka adalah polisi, brigade mobil, badan intelijen, dan bahkan preman. Perannya, yang memastikan proses pengukuran, justru melakukan tindakan kekerasan tanpa alasan yang bisa dipahami. Ada sekelompok orang tak berseragam yang ikut dalam proses pengepungan dan penangkapan di Wadas. Sebaliknya, polisi membiarkannya. Tentu saja hal ini tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Peristiwa di Kendeng Pegunungan Kapur Jawa Tengah dan Wadas terhadap penambangan andesit pada proyek Bendungan Bener di Desa Wadas Provinsi Jawa Tengah merupakan beberapa contoh ada yang salah terhadap bagaimana pengelolaan alam yang telah dilakukan di Negeri bumi Pertiwi. Kedua peristiwa tersebut menggambarkan bahwa pengelolaan kekayaan alam bukan hal yang mudah bagi setiap daerah untuk memaksimalkan.
Tragedi Alam dan Kemanusiaan
Lagu dengan judul “kolam susu” yang dinyanyikan oleh Koes Plus, sebuah grup band lawas di dekade 70an dan 80an itu, adalah penggambaran nyata tentang Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote memiliki kekhasan kekayaan alam yang sangat melimpah. Kekayaan alam yang begitu melimpah ruah, panorama keindahan yang sangat menggoda membuat para penyair menyebut Indonesia adalah sepenggal surga yang Tuhan jatuhkan ke bumi. Ada juga yang mengungkapkan seperti untaian zamrud khatulistiwa.
Menurut Dyah Ratri Ismi Hayuningtyas et al (2011), lima kunci kesuksesan Jokowi dalam relokasi kekayaan Pengelolaan Alam adalah gaya kepemimpinan yang merakyat, sembodo (konsisten), nguwongke (memanusiakan), ngemong (mengasuh), dan visioner. Kita berharap, dalam menyelesaikan konflik Wadas dan Kendeng, jajaran birokrasi pusat dan lokal perlu memahami filosofi adiluhur Jawa dan memulai kembali dialog dengan rendah hati. Tak usah sungkan mengajak warga Wadas makan bersama berkali-kali. Perut kenyang, hati tenang. Jalan keluar jadi gampang. Itulah "diplomasi perut" (gastrodiplomacy) yang pernah dilakukan Presiden Jokowi.
Yang pertama, relokasi manusianya bagaimana didaerah penambangan sumber mineral para warga setempat difasilitasi sesuai apa yang menjadi hak – hak mereaka, agar nantinya tidak terjadi hak – hak warga yang di rampas. Selain itu perlu adanya kembali wadah bagi para warga setempat yang telah kehilangan mata pencahariannya akibat adanya penambangan mineral di daerah setempat.
Yang kedua, relokasi sumber daya airnya bagaimana dampak didaerah penambangan sumber mineral bagi warga setempat. Hal ini merupakan penting dan utama karena merupakan sumber mata air merupakan inti dari manusia bisa bertahan hidup, bagaimana jadinya jika sumber mata air itu tercemar dan tidak ada pengganti akan membunuh sumber kehidupan didaerah penambangan mineral.
Yang ketiga, pembuatan Ruang Terbuka Hijau di daerah penambangan sumber daya mineral. Lingkungan Hijau sangat penting bagi daerah terdekat dan terdampak akibat adanya proses penambangan, jangan sampai mengorbankan daerah karena lalai menyiapkan apa saja yang dibutuhkan selama penambangan itu. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu area atau jalur yang berada dalam kota atau wilayah yang penggunaannya bersifat terbuka. Disebut sebagai 'kawasan hijau' karena menjadi tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh alami atau sengaja ditanam untuk memberikan kesan hijau dan teduh. Alam selalu memberikan sinyal apabila diganggu dan di rusak, yang nantinya akan berdampak pada pembangunan ekonomi daerah di sekitar penambangan mineral. Dampak nya sangat luar biasa apabila ruang – ruang hijau tidak diciptakan sebagai payung dalam mencegah efek negative dari proses penambangan.
Mengutip dari Gus Mus dimana pernah berkata dalam forum Mata Najwa tentang konsep memanusiakan manusia, “Tetaplah menjadi manusia. Mengertilah manusia. Manusiakanlah manusia, sebab Tuhan sangat memuliakan manusia.” Begitu bunyi wejangan singkat yang disampaikan Gus Mus. Begitulah seharusnya cara manusia menjadi manusia dalam upayanya memanusiakan manusia lainnya. Menurutnya, prinsip itu bisa diterapkan dalam lapangan pengabdian apa saja di tengah kehidupan manusia; bisa di lingkungan pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, bahkan juga politik.
Mewadahi Hak Warga
Selama ini, karena kami percaya bahwa pembangunan adalah hak pemerintah, berbagai rencana zonasi belum cukup untuk mendapatkan persetujuan dari penduduk di mana lokasi pembangunan berada. Tidak masalah jika penduduk setuju, selama persyaratan hukum dan resmi terpenuhi. Penolakan ini seringkali dilakukan secara sepihak atas nama kepentingan umum dan juga didasari oleh sikap pemerintah yang berdampak positif bagi kesejahteraan dan kemajuan masyarakat. Selain itu, orientasi pembangunan semata-mata pada pertumbuhan ekonomi menemukan bahwa persetujuan publik memakan waktu dan biaya. Dengan kata lain, tidak produktif dan efisien. Cukup perwakilan baik pemerintah daerah maupun tokoh masyarakat. Sekalipun ada mekanisme untuk mendapatkan persetujuan proyek melalui sosialisasi, prosesnya seringkali dibuat-buat, yang mengakibatkan manipulasi dan pemaksaan karena kontrol dan hambatan ketika orang membuat keputusan. sering. Tak ayal protes dan penolakan pun terjadi saat pembangunan dimulai.
Mekanisme musrenbang sebagai wadah menampung aspirasi dan usulan warga tentang pembangunan juga terkesan formalitas mengingat realisasinya jauh panggang dari api. Berdasarkan studi efektivitas musrenbang yang dilakukan Wiyasti Dwiandini dan Roy Valiant Salomo, FISIP UI di Jakarta Timur tahun 2012, dari 203 usulan masyarakat, hanya 14 usulan (6,89 persen) yang diakomodasi dan dianggarkan menjadi kegiatan. Pemerintah acap kali berkilah bahwa aspirasi warga sesungguhnya telah diakomodasi sebagai masukan dalam mengatasi atau mengurangi risiko dan dampak negatif pembangunan dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan melalui instrumen amdal. Yang menjadi masalah, kajian amdal belum sepenuhnya obyektif dan digunakan sebagai dasar menentukan kebijakan untuk menerima dan menolak rencana proyek.
Sebaliknya hasil amdal lebih bersifat dokumen semata untuk kelengkapan administrasi bagi izin pelaksanaan. Karena itu, sekalipun berpotensi mengganggu kelangsungan penghidupan warga sekitar dan mengancam kelestarian lingkungan, tak jarang sebuah rencana pembangunan tetap dilanjutkan karena ada dokumen amdal. Salah satu contoh, proyek reklamasi teluk Jakarta.
Dalam kasus Kendeng, Wadas dan yang lain, ketiadaan persetujuan awal warga pada dasarnya bukan karena persoalan kapasitas aparatur pemerintah yang rendah, melainkan akibat absennya kemauan politik (kehadiran negara). Penetapan sebuah pembangunan sering kurang mempertimbangkan aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi dari masyarakat dan lebih mengutamakan kepentingan dunia usaha (korporat) dan politik.
Sebaliknya, berbagai rencana pembangunan yang diharapkan masyarakat dan cukup baik dari sisi teknis serta berdampak positif dari sisi sosial lingkungan, gagal diintegrasikan, dianggarkan dan diwujudkan menjadi kenyataan karena adanya kepentingan ekonomi politik dari elite di tingkat lokal dan nasional. Menghargai hak setiap warga menentukan sendiri setiap rencana pembangunan sangat penting agar dapat dukungan warga dan tak menimbulkan konflik. Warga perlu diberi kesempatan tanpa paksaan untuk menilai bahwa pembangunan yang direncanakan akan bermanfaat dan dapat membawa kemakmuran bagi penghidupannya.
Green Economics Sebagai Strategi Pengelolaan Kekayaan Alam Berkelanjutan
Indonesia sendiri telah menyiapkan green growth program sebagai komitmen mitigasi perubahan iklim dengan berbagai bauran kebijakan, baik secara substansi, kelembagaan, maupun pembiayaan. Dalam dokumen NDC (Nationally Determined Contribution), Indonesia menargetkan penurunan emisi sebesar 29% dengan menggunakan upaya dan resources sendiri atau penurunan 41% apabila mendapatkan dukungan internasional dari skenario business as usual (BAU) pada tahun 2030. Di samping itu, Indonesia juga telah memasukkan aspek perubahan iklim dalam RPJMN 2020-2024 melalui tiga upaya, yaitu peningkatan kualitas lingkungan hidup; peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim; serta pembangunan rendah karbon. Untuk memenuhi komitmen tersebut, kebutuhan pembiayaannya mencapai Rp3.779 triliun selama tahun 2020-2030, atau sebesar Rp343,6 triliun per tahun. Dalam climate governance di Indonesia, upaya pembangunan berkelanjutan melibatkan banyak kementerian/lembaga. Arm’s-length APBN pada sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan, diarahkan untuk menjadi katalisator pembangunan rendah karbon sekaligus mengakselerasi proses transformasi green economy, termasuk memobilisasi berbagai pihak untuk mengambil peran dalam melakukan komitmen mitigasi climate change.
Dalam paparan konsep, orang sering menganggap Green Economy sama dengan circular economy. Selintas keduanya memang memiliki persamaan, yaitu bagaimana memanfaatkan dan mengelola bumi beserta isinya untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, keduanya memiliki fokus berbeda dalam mencapai tujuannya. Konsep Green Economy bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mengharmonisasikan kesejahteraan masyarakat, dengan kelestarian SDA agar pembangunan ekonomi terus berkelanjutan, sedangkan konsep circular economy lebih mengedepankan pemanfaatan proses daur ulang sehingga barang-barang yang telah diproduksi tidak perlu dibuang, bisa diregenasikan kembali menjadi barang baru.
Pentingnya Pengeloaan Sumber Daya Alam untuk masa depan serta Melihat pentingnya menjaga kelangsungan lingkungan hidup untuk kesejahteraan umat manusia, baik untuk generasi sekarang maupun generasi berikutnya, kegiatan ekonomi yang memproduksi barang dan membuka lapangan kerja tidak boleh mengganggu kelestarian alam. Kita berharap visi pembangunan nasional ke depan harus berbasis Green Economy, untuk menjaga keseimbangan, antara meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian alam. Kita berharap pembangunan ekonomi makro yang dijalankan pemerintah sudah mengadopsi prinsip-prinsip green economy dalam implementasi di lapangan.
Prinsip-prinsip Green Economy telah disusun PBB, dalam pertemuan The UN High Level Forum on Sustainable Development di New York, pada 16 Juli 2019 sesuai dengan bagaimana pengelolaan kekayaan alam ke depan. Lima prinsip yang menjadi acuan semua negara yang ingin membangun perekonomiannya berbasis green economy. Prinsip pertama, Green Economy harus mampu menciptakan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Kedua Green Economy harus dapat menciptakan kesetaraan, baik dalam satu periode generasi maupun dengan generasi berikutnya. Ketiga green economy harus mampu menjaga, memulihkan, dan berinvestasi di berbagai kegiatan yang berbasis sumber alam. Keempat Green Economy diharapkan mampu mendukung tingkat konsumsi maupun produksi yang berkelanjutan. Kelima pelaksanaan Green Economy harus didukung adanya kelembagaan yang kuat, terintegrasi, dan dapat dipertanggungjawabkan. (*)
*) Oleh: Wijianto, SE.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |