Kopi TIMES

Poligami, Solusi Cegah HIV, dan Pejabat

Sabtu, 03 September 2022 - 15:33 | 47.92k
Amirudin Mahmud, Pemerhati Sosial-Politik dan Keagamaan.
Amirudin Mahmud, Pemerhati Sosial-Politik dan Keagamaan.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Di tengah gonjang-ganjing drama Sambo yang panjang dan melelahkan, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum atau yang biasa dipanggil Kang Uu memunculkan polemik baru. Wagub Jawa Barat tersebut dalam sebuah kesempatan melontarkan gagasan kontroversial. Beliau menawarkan sebuah solusi guna mengatasi dan mencegah penyebaran HIV/AIDS. Menurutnya, poligami dapat mengatasi, mengurangi penyebaran penyakit menular tersebut. Beliau menyarankan kepada para lelaki untuk berpoligami. Sontak saja pernyataan Wagub mendapat kritik dan penolakan tajam dari khalayak. Diantara mereka yang menolak adalah Ridwan Kamil, sang Gubernur yang tak lain patner Kang Uu sendiri dalam memimpin Propinsi Jawa Barat.

Dalam instagram miliknya, Ridwan Kamil dengan tegas mengatakan bahwa dirinya tak sependapat dengan Wagub terkait usulan poligami sebagai solusi cegah HIV/AIDS. Menurut Kang Emil selama ini Pemerintah Jawa Barat telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS. Maka sepatutnya kita semua fokus dengan penanggulangan yang sudah berjalan hingga sekarang.

Advertisement

Statemen Kang Uu menjadi blunder di ranah publik. Wagub Jawa Barat asal Tasikmalaya itu pun dengan cepat memohon maaf atas gagasan yang disampaikannya. Ditegaskanya bahwa pernyataan itu pendapat pribadi bukan atas nama Pemerintah Jawa Barat. Mungkin  tak terbayangkan sebelumnya oleh Kang Uu. Seperti politisi yang lain, saya meyakini apa yang dilakukan Kang Uu awalnya bertujuan politis. Bisa jadi guna mengangkat namanya di kancah nasional, menarik simpatik dengan harapan bisa mendongkrak elektoral dari sebagian kalangan umat Islam atau sekadar mencari panggung.

HIV (human immunodefiency virus) adalah virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh seseorang dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Saat makin banyak sel CD4 yang rusak dan hancur, daya tahan tubuh akan makin melemah sehingga rentan diserang berbagai penyakit yang ada. HIV jika tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut AIDS (acquired immunodeficiency syndrome).

AIDS adalah stadium akhir dari infeksi HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh seseorang dalam melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya. 

Penderita HIV akan merasakan sakit seumur hidup. Belum ada obat yang bisa mengatasi, hanya ada obat memperlambat penyakit dan sedikit memberi harapan hidup lebih Panjang.  Para ahli di bidang kedokteran belum menemukan metode pengobatan bagi penderita HIV/AIDS. 

HIV bisa menular melalui kontak dengan cairan yang ada di tubuh penderita seperti darah, sperma, cairan vagina, cairan anus, serta ASI (air susu ibu). HIV tidak menular melalui udara, air, keringat, air mata, air liur, gigitan nyamuk atau sentuhan secara fisik. 

Jika dipahami bagaimana cara penularan HIV, jelas tak ada hubungannya dengan solusi yang digagas Wagub Jawa Barat yakni berpoligami. Ini memang aneh. Sesuatu yang tak memiliki keterkaitan dipaksakan dan dianggap memilkiki hubungan kausalitas. Lebih tak masuk akal lagi jika dikaitkan dengan ajaran Islam. Poligami dalam Islam tak diajarkan sebagai solusi hadapi penyakit. Lagi pula, poligami dilakukan dengan persyaratan ekstra ketat terutama terikait sikap adil sang suami terhadap istri-istrinya.

Bagi saya penularan dimungkinkan dicegah dengan prilaku setia para suami atau istri terhadap pasangan masing-masing. Sebab gonta ganti pasangan secara ilegal (baca: tanpa pernikahan) secara nyata memungkinkan penularan HIV/ADS. Maka sepatutnya bagi setiap pria atau wanita mengendalikan hawa nafsunya. Mereka dituntut untuk memenuhi kebutuhan biologisnya secara sehat.

Memberikan bimbingan dan pendidikan seks secara tepat pada anak-anak remaja rasanya lebih logis dilakukan guna mencegah penularan HIV/AIDS di Jawa Barat yang konon angkanya cukup tinggi. Menurut data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) menyebutkan bahwa dari 5.943 kasus positif HIV di Bandung selama perioe 1991-2021, sebanyak 11 persenya adalah ibu rumah tangga (IRT). 

Wagub seharusnya mencari atau merumuskan solusi kebuntuhan pendidikan seks di kalangan anak-anak atau remaja  selama ini. Bagaimana merumuskan pendidikan seks di sekolah secara tepat misalnya? Sebab pendidikan seks di sekolah belum sepenuhnya dilakukan. Banyak persoalan yang belum tuntas dipecahkan seperti apakah pendidikan seks patut dimasukan dalam kurikulum atau cukup dalam hiden curriculum (kurikulum tersembunyi atau terpendam) dalam beberapa materi pelajaran?

Pelajaran Bagi Pejabat

Kasus Kang Uu dengan solusi poligaminya sepatutnya menjadi pelajaran bagi pejabat yang lain. Bahwa mereka diminta berhati-hati dalam mengeluarkan statemen atau pendapat di depan publik. Mereka adalah figur. Teladan, panutan bagi masyarakat luas. Tutur kata, perbuatan, sikap mereka senantiasa dilihat oleh rakyat yang dipimpinya. Jangan gegabah. Jangan mencari popularitas semata. Jangan mengejar panggung dengan mengabaikan banyak hal yang lebih esensial.

Menyikapi hal di atas menurut hemat saya ada beberapa hal yang kudu dilakukan pejabat saat akan mengeluarkan pendapat, pernyataan apalagi kebijakan di depan khalayak. Pertama, pahami persoalan. Ini penting. Jika tak sepenuhnya memahami jangan terburu-buru mengeluarkan pendapat. Tanyakan terlebih dahulu ke ahlinya. Bukankah para pejabat memiliki staf ahli, para pembantu yang dapat mendampinginya dalam mengambil sikap dan berpendapat. Jangan sampai terlihat bodoh di depan publik.

Kedua, kroscek atau tabayun yaitu menguji kebenaran sebuah berita, informasi, teori. Mengkajinya lebih jauh sehingga tak salah dalam mengambil kesimpulan. Terlebih tabayun sangat dianjurkan oleh agama. Dengan bertabayun kita terselamatkan dari fitnah.

Ketiga, menimbang asas manfaat. Pejabat saat akan menyatakan pendapat atau mengambil kebijakan sepantasnya mempelajari manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat luas. Begitu sebaliknya, mudharat yang timbul juga sepatutnya dipikirkan. Artinya jika tak bermanfaat apalagi medatangkan mudharat maka sepatutnya dihindari dan dijauhi.

Ringkasnya, untuk para pemimipin jangan gemar berpolemik. Polemik terbukti tak efektif menyelesaikan masalah. Polemik hanya akan medatangkan masalah baru. Berpolemik pula bisa menggeser subtansi masalah. Menciptakan panggung politik memang boleh, tapi jangan kebablasan. Yang rasional dong. Jangan asal. Asal ngomomg. Asal eksis. Apalagi asal beda. Pusing deh, rakyat mengikutinya. Wa Allahu Alam Bishawab

***

*) Oleh: Amirudin Mahmud, Pemerhati Sosial-Politik dan Keagamaan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES