Kopi TIMES

Gerakan Mahasiswa; Dari Refleksi ke Aksi

Minggu, 16 Oktober 2022 - 01:39 | 127.59k
Mu'min Boli, Aktivis di Pegiat Pendidikan Indonesia (PUNDI).
Mu'min Boli, Aktivis di Pegiat Pendidikan Indonesia (PUNDI).

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Setelah hampir 24 tahun masa reformasi, banyak sekali kegalauan dan kegelisahan rakyat terhadap aktivisme gerakan Mahasiswa. Bagaimana tidak? Glorifikasi mahasiswa sebagai agen of change kian hari kian kehilangan kesaktiannya.

Para mahasiswa kini lebih senang dan bangga jadi “intelektual selebriti” yang hadir di ruang-ruang sosial media dan berbicara masalah rakyat. Atau duduk manis di coffeshop modern yang begitu gemerlap membahas masalah bangsa. 

Pada faktanya semua yang mereka bicarakan adalah sesuatu omong-kosong yang jauh dari kenyataan hidup yang diderita rakyat kecil. Inilah mengapa gerakan mahasiswa pasca reformasi selalu mengalami jalan buntu perjuangan sebab mereka jarang hidup dan terlibat advokasi langsung bersama rakyat dalam pedihnya kemiskinan.

Di sisi yang lain, gerakan mahasiswa dalam organisasi kemahasiswaan cenderung tersandera dan dipreteli dengan isu-isu elit yang disetir media massa nasional. Isu-isu populis atau yang berhubungan dengan rakyat jauh dari bidikan.

Prestasi bagi mereka adalah ketika berhasil membuat event besar dengan mendatangkan influencer papan atas. Inilah ironi gerakan mahasiswa saat ini. Gerakan mahasiswa kini layaknya event organizer (EO), membuat kegiatan sekadar hura-hura dan jauh dari realitas sejarah heroisme mahasiswa yang selalu tampil dengan gagasan besar dalam merombak tatanan zaman. 

Redefenisi Mahasiswa 

Pramudya Ananta Toer, seorang sastrawan terkenal dari Blora, pernah mengatakan bahwa “Sejarah bangsa adalah sejarah kaum muda. Apabila kaum muda mati rasa maka matilah sejarah bangsa”. Ungkapan ini tentu harus dijadikan sebagai bedil penampar kesadaran para mahasiswa. Terlebih, situasi bangsa hari ini begitu karut-marut dari berbagai sektor (ekonomi, politik, pendidikan, dsb).

Jika ditilik dari sejarah, mahasiswa adalah anak muda yang memiliki sejarah legendaris sebagai pengubah jalannya sejarah. Mahasiswa adalah mereka para anak muda yang hidup dalam dunia gagasan dengan karya-karya pemikiran yang menjulang. Dan mahasiswa adalah mereka para anak muda yang punya banyak kreativitas, imajinasi, serta petualangan dalam berkarya.

Kini, tanyakan pada diri kalian yang membaca tulisan ini, sudahkah kalian menjadi mahasiswa?

Para pejuang seperti Mohammad Hatta, Sahrir, Soekarno, Natsir, Tan Malaka, Muso, Ki Hadjar Dewantara, dan yang lainnya, mereka adalah mahasiswa pada zamannya yang melibatkan diri dalam perumusan dan perjuangan kemerdekaan. Pemikiran-pemikiran mereka menjadi fondasi penting dalam mengkerangkai konsep-konsep berharga bagi perjalanan bangsa hingga saat ini. 

Para mahasiswa atau intelektual pada zaman pergolakan nasional telah berhasil menunjukkan kiprah dan kontribusi mereka dalam memerdekakan bangsa ini. Mereka tak sekadar berjuang secara fisik, tapi yang paling penting adalah pergolakan pemikiran dan sumbangsih gagasan mereka dalam menopang berdirinya bangsa ini.

Kini, zaman telah berubah sedemikian kompleks dengan evolusi wajah peradaban yang makin rumit. Pertanyaannya, bagaimana posisi dan peran mahasiswa sebagai pelopor perubahan bangsa berhadapan dengan berbagai metamorfosis kekuasaan yang terus eksis dan jauh dari harapan rakyat secara luas?

Tantangan Gerakan Mahasiswa

Setelah reformasi 1998, terjadilah agenda liberalisasi politik dan ekonomi yang sedang bergulir. Muncul lah satu era yang bernama demokrasi. Akan tetapi transisi dari era totalitarianis ke demokrasi bukan tanpa masalah. Demokrasi bisa jadi juga menjadi pisau bermata dua. Demokrasi tidak serta-merta menjawab apa yang dimaknai sebagai penyelesaian problem kebangsaan.

Ruang liberalisasi ekonomi dan politik secara prinsip membuka kebebasan ekspresi yang menjadi satu prinsip demokrasi, tetapi liberalisasi demokrasi juga memungkinkan berbagai kepentingan mengatasnamakan apapun baik (suku, agama, kepentingan, dll) untuk berkontestasi.
Hal yang miris ialah keberadaan negara hanya menjadi arena "pelegalan" dari kepentingan oligarki-oligarki yang sedang bertarung. Sehingga kewajiban utama negara menjadi terbengkalai, rakyat selalu kalah dan menjadi imbas dari kebijakan yang menindas. 

Akibatnya, saat ini negara tidak menjadi representasi bangsanya, tetapi lebih sebagai representasi kepentingan dari oligarki-oligarki yang masuk ke dalam pusat-pusat kekuasaan politik maupun ekonomi. 

Jadi sudah jelas bahwa kita tidak usah panik, bingung, dan lupa cara berdoa melihat negara tidak bisa lagi mengendalikan kenaikan harga BBM dan bahan pokok. Biaya pendidikan juga makin mencekik leher rakyat miskin, pelayanan kesehatan hanya sebatas angan bagi orang miskin, hutang negara tidak pernah berkurang dan malahan semakin membesar dari waktu ke waktu padahal tidak jelas larinya ke mana uang itu. 

Begitu juga tidak usah tercengang bila ada kesalahan korporasi milik orang terkaya di Indonesia dan ketua partai politik besar dalam mengeksploitasi alam menyebabkan derita yang ironi bagi rakyat dan kerusakan alam tanpa konservasi, korupsi yang sudah akut dan menjadi budaya yang terus dilestarikan, ditambah lagi penegakan hukum yang memalukan dan mengundang amarah nurani.

Keseluruhan contoh masalah tersebut adalah hasil dari perbuatan generasi munafik yang saat ini sedang memegang kendali atas nasib peradaban Indonesia dan mereka telah terbukti gagal total.

Kini, sekali lagi tanyakan pada dirimu wahai mahasiswa. Apa yang bisa kamu lakukan di tengah situasi bangsa yang semrawut seperti ini? Masih kah kau antipati dalam meluruskan segenap kesombongan penguasa negara ini? Jika kau tak bergerak maka kematian sosial akan terjadi. Bangsa ini akan berjalan dalam nilai moral yang telah busuk, dan bisa jadi bangsa ini akan kembali terjajah. Oleh karenanya itu, bergerak dan bergegaslah mahasiswa, perbaiki bangsa yang rapuh ini!

Mahasiswa Bergerak

Tugas peradaban telah memanggil kita untuk menemukan kembali masa depan peradaban Indonesia yang hari ini telah "hilang". Fungsi kita sebagai mahasiswa adalah mereinterpretasi lagi spirit nasionalisme progresif yang terkandung dalam empat pilar kebangsaan kita yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.

Temukan kembali keindonesiaan yang kompatibel dengan zaman ini, bagaimana menciptakan politik yang berdaulat, ekonomi yang berdikari, dan kebudayaan yang berbudi pekerti luhur yang kesemuanya itu dibingkai dalam balutan kasih konsep keadilan sosial dan ekonomi.

Setiap generasi punya tantangan dalam membaca zaman maka mahasiswa yang sekarang jangan kalah semangatnya dengan generasi 1928,1945, 1966 sampai 1998 era reformasi dalam melawan gejolak penjajahan ekonomi dan politik yang terstruktur dan masif. 

Lebih mendasar lagi, mahasiswa sekarang harus meletakkan posisinya yang konkret sebagai sebuah lapisan sosial. Untuk mewujudkan diri sebagai bagian dari lapisan sosial yang konkret atau peran yang kita ambil sesuai dengan keinginan hajat hidup banyak orang maka upaya-upaya berikut perlu dilakukan:

Pertama, menghidupkan kultur pengetahuan dengan mengembangkan tradisi bertanya, meneliti, dan membaca. Upaya ini penting sebab di zaman yang serba disruptif dan manipulatif akibat perkembangan teknologi yang sedemikian pesat ini, banyak mahasiswa yang berpikir instan dan tidak kritis. Oleh karena itu, tradisi intelektual harus dihidupkan kembali dalam ruang-ruang akademik sebagai upaya merawat akal sehat mahasiswa yang kian hari kian pudar tergerus budaya pragmatis.

Kedua, mendorong munculnya tradisi protes untuk melawan segala bentuk ketidakadilan dan berbagai kejahatan kemanusiaan. Upaya ini adalah tindak lanjut dari pembentukan tradisi intelektual yang kritis. Setelah melalui penempaan diri dengan budaya bertanya, membaca buku, dan meneliti maka sudah seharusnya mahasiswa yang notabene intelektual muda juga harus mengambil peran dengan mengontrol kebijakan kekuasaan yang tidak pro terhadap kepentingan publik.

Akhir kata, sudah saatnya mahasiswa bangun dari tidur panjangnya. Kemarau keadilan sudah lama menggerogoti bangsa ini. Para mahasiswa haruslah tampil sebagai oase yang menghilangkan rasa dahaga dari kemiskinan yang diderita rakyat. Bergegas dab bergeraklah mahasiswa, sambut masa depan yang cerah!

***

*) Oleh: Mu'min Boli, Aktivis di Pegiat Pendidikan Indonesia (PUNDI).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES