Kopi TIMES

Metaverse Santri, Mulai Politik Sarungan Hingga Kampanye Moderasi Beragama

Sabtu, 22 Oktober 2022 - 19:03 | 53.54k
Ahmad Althof ‘Athooillah  (Alumni Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember & Wakil Ketua PC IPNU Kabupaten Mojokerto).
Ahmad Althof ‘Athooillah  (Alumni Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember & Wakil Ketua PC IPNU Kabupaten Mojokerto).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MOJOKERTO – Tepat 22 Oktober menjadi catatan berharga semenjak tahun 2015 bagi pendidikan pesantren. Hal itu ditandai dengan disahkan-nya Hari Santri Nasional. Pesantren sebagai  indigenous learning bangsa indonesia yang hadir dan utuh sebagai kurikulum pendidikan yang tak luput dari nilai culture dan keagamaan menjadi poros perhatian dalam dunia pendidikan.

Berlatar belakang nilai nilai kesederhanaan pesantren mampu mendidik Santri santriwati menjadi agen of change yang sebenarnya. Hal itu dibuktikkan dengan masih konsistenya santri dalam menjawantahkan pendidkan yang berbasis Ilmiah maupun amaliyah.

Advertisement

Hal itu dibuktikan dengan banyaknya santri yang memporeleh gelar akademik maupun non akademik dalam pengembangan dirinya. Maka dapat ditarik kembali relevansi Pesantren dan santri akan menjadi balancing atau penyeimbang akan efek negatif dari perubahan yang terjadi karena basis keilmuan secara agama dan umum secara tidak langsung berada dalam posisi tengah.

Politik Sarungan

Transisi zaman yang begitu cepat ditandai dengan adanya difusi, akulturasi, dan asimilasi dalam bingkai kebhinekaan khsusnya dalam culture masyarakat yang mulanya tradisionalis menjadi semi semi elitis. Tidak hanya itu situasi sosio politik akhir ini menadakan akan bahayanya isu toleransi, Radikalisme hingga makar. Santri sebagai role model gerakan hingga karakteristik pendidikan yang kuno dianggap tidak mempunyai peran dalam menjawab isu isu tersebut.

Anggapan terkait hal tersebut salah besar jika santri tidak mempunyai peran dalam hal tersebut. Terdapat nilai kharismatik tersendiri bagi kyai maupun santri dalam menjawab hal tersebut. Kekharismatikan ini terbukti dengan santri ikut serta dalam upaya upaya isu isu social politik tersebut. Hal  itu terbukti dari dulu mulai perang 10 November, pemberantasan PKI, hingga yang paling terkenal ialah gagasan pluralism ala Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Itu sebagian cakupan yang besar dalam historiografi santri dalam menjawab isu isu sosio  politik hingga kebangsaan.

Dalam lingkup kecil santri sudah tersebar luas dalam peran hingga pemangku jabatan penting dalam system pemerintahan. Hal itu dibuktikan dengan santri santri yang banyak menempati kursi baik legislative, Eksekutif maupun yudikatif. Entah apa yang terjadi dalam fakta lapangan masyarakat lebuh mempercayai seorang santri disbanding yang lain dalam menjalakan amanah pemerintahan. Jika di analisis terdapat suatu nilai kharimatik tersendiri mengapa kemudian masyrakat sangat mepercayai hingga mendukung penuh agar santri bisa ikut andil dalam pemerintahan.

Menurut Jim Jones, pendiri dan pemimpin People Temple menyatkan bahwa Pemimpin karismatik terkadang dicirikan mempunyai penyakit narsistik, yaitu penyakit kepribadian dimana pemimpin itu jatuh cinta terhadap penampilannya sendiri. Hal itu terjadi karena kebiasaan yang sering di lakukan mulai dari penampilan, gaya Bahasa hingga pemikiran.

Menurut max Weber nilai kharismatik itu terdiri dari dua pilar dasar yaitu pertama,  bahwa di antara pengikut ada kebutuhan, tujuan atau aspirasi yang belum terpenuhi oleh kenyataan yang ada; dan kedua, ketundukan mereka kepada pemimpin adalah karena karisma yang dimiliki oleh pemimpin tersebut dipandang mengarah pada realisasi tujuan atau aspirasi mereka. Dan disisi lain ada tiga dimensi atau bentuk kepemimpinan karismatik  yaitu envisioning (memvisikan), energizing (pemberian energi) dan  enabling (memampukan). Dan saya rasa jika teori tersebut dikaitkan dengan keaadan santri sekarang maka kecocokan akan hal itu yang membuat para kaum sarungan hari ini mengudara bebas khsusnya dalam gelanggang politik yang tidak terbatas.

Kampanye Moderasi Beragama

Dalam realitas kehidupan nyata, manusia tidak dapat menghindarkan diri dari perkara-perkara yang berseberangan. Karena itu al-Wasathiyyah Islamiyyah mengapresiasi unsur Rabbaniyyah (ketuhanan) dan Insaniyyah (kemanusiaan), mengkombinasi antara Maddiyyah (materialisme) dan Ruhiyyah (spiritualisme), menggabungkan antara wahyu (revelation) dan akal (reason), antara maslahah ammah (al-jamāiyyah) dan maslahah individu (al-fardiyyah).

Hubungan antara Islam dan negara di Indonesia pada sebagaian besar adalah kisah antagonis dan kecurigaan satu sama lain. Hubungan yang tidak mesra ini terutama, tapi tidak seluruhnya, disebabkan oleh perbedaan pandangan pada pendiri Republik Indonesia yang sebagian besarnya umat Muslim mengenai hendak dibawa kemanakah negara Indonesiayang baru merdeka. Salah satu butir terpenting dalam perbedaan pendapat di atas itu adalah apakah negara ini bercorak “Islam” atau “nasionalis”.

Selanjutnya, hubungan agama dan negara merupakan hubungan yang proporsional tanpa bisa dipisahkan di muka bumi namun berada dalam dimensi yang berbeda, dan juga Islam tidak mengenal doktrin tentang kenegaraan, doktrin Islam tentang negara adalah doktin tentang keadilan dan kemakmuran maka santrib sebagai balancing wajib dan mampu mengkampanyekan ketidakfahama akan  Moderasi beragama. Secara sederhana nilai atau gagasan moderasi bergama merupakan kepercayaan diri terhadap substansi (esensi) ajaran agama yang dianut, dengan tetap berbagi kebenaran sejauh terkait tafsir agama. Dalam artian moderasi agama menunjukkan adanya penerimaan, keterbukaan, dan sinergi dari kelompok yang berbeda.

Maka dapat disimpulkan peran santri yang saat ini menduduki posisi politik yang sangat kuat serta tugas yang sangat vital terhadap isu isu keaagaman hingga sosio Politik. Sebagai agent of change yang sebenarnya santri wajib menadi penengah dan penafsir final antar agama, social politik hingga isu isu intoleransi yang selalu mencoba merongrong kedaulatan bangsa 

****

*) Oleh: Ahmad Althof ‘Athooillah  (Alumni Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember & Wakil Ketua PC IPNU Kabupaten Mojokerto)

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____
**)
Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES