Kopi TIMES

Pertumbuhan Jumlah Penduduk dan Kebutuhan Pangan

Selasa, 25 Oktober 2022 - 17:36 | 45.41k
Sugiyarto, S.E., M.M.; Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang.
Sugiyarto, S.E., M.M.; Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang.

TIMESINDONESIA, PAMULANG – Menurut laporan World Population Prospect (2022 ) jumlah penduduk dunia saat ini telah mencapai 8 miliar manusia. China, India, Indonesia dan Pakistan adalah negara Asia yang memiliki jumlah penduduk terbesar, sehingga menarik investor dan pelaku bisnis dunia untuk dijadikan target pasar. Potensi ini menjadi peluang bagi pelaku usaha, khususnya bisnis bahan pangan yang dibutuhkan penduduk dunia ke depan.

Banyak generasi milenial belum mampu berfikir jauh ke depan dan menganggap hal ini bukan sesuatu yang harus dipikirkan. Mereka cukup menempatkan dirinya sebagai user yang memiliki kemampuan untuk membeli barang yang dibutuhkan. Hanya sedikit generasi milenial yang melihat kebutuhan pangan menjadi sebuah peluang, seperti yang dilakukan generasi muda dari Magelang yang mampu menjual Ubi Cilembu keluar negeri.

Kebutuhan pangan yang besar tentu menjadi tantangan bagi pemimpin dunia dalam menyediakan bahan pangan untuk kepentingan rakyatnya. China dengan jumlah penduduk terbesar di dunia sangat agresif dalam mengeksplotasi laut, sampai harus melakukan klaim secara sepihak zona ekonomi eksklusif mereka yang menimbulkan ketegangan di laut China Selatan. Mereka menyadari bahwa sumberdaya alam yang dimiliki terbatas bila dibandingkan dengan jumlah penduduk, sehingga kreatif dalam mencari sumber pangan.

Indonesia sendiri mulai mempersiapkan lahan secara khusus dalam konsep food estate untuk membangun lahan pertanian dan holtikultura di beberapa daerah seperti Sumatra Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur untuk penguatan pangan. Pemerintah menyadari banyak lahan pertanian beralih fungsi menjadi perumahan dan kawasan industri. Disamping banyak petani menjual lahan karena tidak produktif, generasi mereka yang tidak tertarik menjadi petani.

Ini sebagai bukti bahwa generasi muda belum menyadari bahwa bisnis pertanian memiliki prospek yang cerah pada mendatang. Kita tahu bahwa beras masih menjadi bahan kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Mie instan, roti, kue adalah makanan yang berbahan baku gandum yang masih didatangkan dari negara lain. Jika pemakaian ini terus meningkat tentu ini akan menjadi beban negara.

Menurut data Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia termasuk negara importir terbesar gandum di dunia. Data ini menunjukan bahwa pola makan masyarakat Indonesia mulai berubah secara signifikan.

Masih mengacu data yang dirilis FAO jumlah impor gandum tahun 2022 Indonesia telah mencapai 10,3 juta ton, ada kemungkinan jumlah ini akan terus mengalami peningkatan karena perubahan pola makan tersebut. Perubahan ini tentu membuat industri mie instan tumbuh dan berkembang.

Memperbaiki sistem pertanian adalah solusi yang tepat untuk menjamin tercapainya swadaya pangan di dalam negeri. Banyak sumber pangan di negara kita yang harus dikembangkan, khususnya dengan melindungi lahan produktif dan membuka lahan baru.

Membatasi penerbitan ijin penggunaan lahan kepada pihak swasta untuk industri properti serta dibuat kebijakan membangun perumahan secara vertikal. Bantuan kepada petani ditingkatkan dengan memberikan hak penggunaaan lahan untuk pertanian secara ideal agar bisa dikelola dengan sistem pertanian modern. Begitu juga peternak, selain dibantu dengan bibit dan induk sapi berkualitas, pemerintah memberikan kesempatan kepada peternak untuk bisa menggunakan lahan pemerintah sebagai tempat peternakan layaknya peternakan modern seperti di luar negeri.

Metode seperti ini harus segera dibangun agar kebutuhan pangan bangsa Indonesia dalam jangka panjang tidak tergantung negara lain. Sudah saatnya memperkuat kebutuhan pangan dengan mewujudkan food estate sebanyak mungkin di daerah yang memiliki potensi dan sumberdaya alam yang melimpah, jangan sampai lahan negara hanya diberikan kepada para pengusaha besar.

Kita bisa belajar pada kasus kebutuhan kedelai serta daging yang setiap tahun mengalami permasalahan supply. Sementara kebutuhan daging dan kedelai setiap tahun sudah jelas dan cenderung meningkat. Jika solusinya dari permasalahan ini hanya dengan penambahan kuota impor, maka cara ini tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan, tapi menumpuk permasalahan yang akan mengganggu stabilitas nasional dalam jangka panjang. Kita berharap food estate yang sudah dibangun oleh pemerintah bisa menjadikan negara kita kedepan mampu menjadi negara swasembada pangan(*)

***

*) Oleh : Sugiyarto, S.E., M.M.; Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

   

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES