Kopi TIMES

Pentingnya Komunikasi Peningkatan Kesadaran Warga akan Penataan Ruang Untuk Keselamatan

Kamis, 08 Desember 2022 - 12:56 | 19.38k
Ahmad Jayadi, Pranata Humas Ahli Muda Kementerian PUPR
Ahmad Jayadi, Pranata Humas Ahli Muda Kementerian PUPR

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Gempa yang terjadi di Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat pada 21 November 2022 lalu sudah seharusnya menjadi pelajaran betapa pentingnya penataan ruang yang baik mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Jika dilihat, rata-rata dampak kerusakan parah yang terjadi akibat gempa di Cianjur terjadi akibat longsor yang menimbun rumah-rumah warga. Salah satu daerah terparah akibat Gempa Cianjur yakni di Cugenang  memiliki kontur wilayah perbukitan yang berbatasan dengan daerah Puncak Bogor.

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akhirnya memutuskan untuk merelokasi warga yang tinggal di daerrah Cugenang, karena daerah tersebut dinilai rawan untuk kembali dihuni. Presiden Jokowi mengatakan, Pemerintah telah menyiapkan dua lokasi relokasi yang diprioritaskan bagi warga terdampak gempa yang rumahnya berada di pusat gempa, terutama di Kecamatan Cugenang.

Advertisement

Tak hanya di Cianjur, kita juga masih mengingat banyaknya warga yang harus direlokasi akibat tempat tinggalnya di Petobo Palu, Sulawesi Tengah terkena fenomena likuifaksi (tanah mencair alias jadi lumpur). Ratusan rumah di Kelurahan Petobo, Kota Palu, Sulawesi Tengah hilang tertimbun tanah saat gempa Donggala berkekuatan 7,4 Skala Richter pada 2018 silam.

Dikutip dari berbagai pemberitaan di media, sejumlah anggota Dewan di antaranya Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily dan Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menyampaikan sudah semestinya langkah evaluasi tata ruang dan implementasinya harus segera dilakukan agar tidak terus-menerus menjadi risiko tinggi jika kembali terjadi gempa kembali. Penataan ruang sejatinya bertujuan untuk melindungi masyarakat dari berbagai ancaman sehingga dapat hidup aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

Dengan berbagai ancaman yang berpotensi mengganggu keselamatan warga masyarakat, seperti bencana, untuk itu perlunya penetapan kawasan rawan bencana tersebut dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, Kabupaten/Kota, khususnya di rencana pola ruang. Terkait penyelenggaraannya penataan ruang harus memperhatikan keharmonisan lingkungan, keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang memperhatikan sumber daya manusia, perlindungan fungsi ruang serta pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Selain itu penataan ruang juga harus berbasis mitigasi bencana sebagai upaya dalam meningkatan keselamatan dan kenyamanan hidup dengan pengaturan zonasi yang baik.

Saat ini, sudah banyak terdapat peraturan perundang-undangan dan kelembagaan yang mengatur penataan ruang. Namun seringkali masih ditemukan beberapa permasalahan yang meliputi penegakan hukum, kelembagaan, konflik kepentingan, dan kondisi sosial budaya masyarakat.Hal ini ditunjukkan oleh beberapa fenomena seperti terjadinya bencana alam berupa banjir, tanah longsor akibat deforestasi yang tidak terkendali, degradasi kualitas lingkungan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) di hampir seluruh kota-kota besar.

Permasalahan-permasalahan penataan ruang lainnya yakni penyusunan rencana tata ruang yang memakan waktu lama sehingga pada saat ditetapkan sudah berbeda dengan kondisi eksisting. Permasalahan lain adalah tidak tersosialisasikannya penataan ruang dengan baik kepada pemangku kepentingan dan masyarakat.

Dalam RTRW, Pemda harus jelas mencantumkan daerah yang tidak boleh dibangun serta daerah evakuasi apabila bencana terjadi. Jika pembangunan dan pengembangan wilayah di Indonesia berbasis penataan ruang, akan tercipta ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.

Sementara itu, tidak sedikit masyarakat yang masih belum dapat menjalankan perannya dalam penyelenggaraan penataan ruang. Padahal, hal tersebut diamanatkan dalam UU Penataan Ruang. Dengan demikian dapat dilihat bahwa kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya penataan ruang masih rendah.

Melihat hal tersebut, inilah pentingnya komunikasi sosialisasi peningkatan kesadaran warga akan penataan ruang untuk keselamatan. Proses sosialisasi RTRW menjadi semakin terjal jika pemerintah masih menggunakan cara lama, misalnya hanya melalui seminar yang kaku atau bahkan hanya dengan mendorong masyarakat Indonesia berinisiatif untuk mencari tahu terkait hal tersebut.

Sosialisasi dengan cara lama seperti tidak akan efektif mengingat minat dan budaya baca masyarakat Indonesia yang sangat rendah. Rendahnya minat baca tentu menjadi tantangan yang sangat berat dalam mensosialisasikan peraturan-peraturan pemerintah termasuk RTRW.

Diperlukan cara-cara yang kreatif dan adaptif dengan kebiasaan masyarakat tentu untuk mengetahui RTRW yang ada di tiap daerah. Cara kreatif dan adaptif bisa disalurkan dengan mudah melalui platform media sosial yang saat ini sangat dekat dengan masyarakat Indonesia.Selain itu dengan semakin majunya teknologi, Pemerintah juga bisa menggencarkan sosialisasi dengan mengoptimalkan aplikasi terkait tata ruang salah satunya aplikasi PROTARU. 

Data menunjukkan bahwa lebih dari setengah populasi di Indonesia atau sekitar 56,2% menggunakan ponsel pintar. Sedangkan berdasarkan laporan terbaru We Are Social, terdapat 175,4 juta pengguna internet di Indonesia pada 2020 dan sekitar 160 juta pengguna aktif media sosial. Dari riset yang sama menemukan fakta bahwa pengguna internet Indonesia memiliki waktu rata-rata 7 jam 59 menit per hari berada di media sosial.

Semakin sering sosialiasi tentang RTRW muncul di media sosial, semakin banyak orang yang mengenal dan mencerna isi aturan ini. Namun, hal ini bisa terjadi jika konten yang ditampilkan tentu harus menarik perhatian masyarakat media sosial. Banyak cara yang bisa dipakai untuk meringkas ini misalnya dibuat dalam bentuk permainan, videografi, fotografi maupun infografik serta bentuk kreatif lain.

Terakhir, tak kalah pentingnya, Pemerintah harus konsisten dengan pelaksanaan RTRW yang sudah ditetapkan. Jangan sampai penetapan RTRW dapat berubah terus hanya untuk kepentingan beberapa kelompok semata, namun justru mengancam keselamatan banyak warga karena pembangunan tidak sesuai peruntukkan penataan ruang. Pemerintah juga harus tegas memberikan sanksi kepada para pelanggar yang melakukan pembangunan tidak sesuai dengan RTRW. (*)

 

*) Oleh Ahmad Jayadi, Pranata Humas Ahli Muda Kementerian PUPR

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES