Kopi TIMES

Kidung Ken Dedes untuk Parapuan

Senin, 12 Desember 2022 - 23:45 | 98.83k
Ayu Mutmainnah, Mahasiswi Tadris/Pendidikan Bahasa Inggris (TBIG) IAI Darussalam Blokagung.
Ayu Mutmainnah, Mahasiswi Tadris/Pendidikan Bahasa Inggris (TBIG) IAI Darussalam Blokagung.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Ihwal kaum Hawa di nusantara, seringkali menyimpan sejuta misteri dan makna.

Jika kalian ditanya, siapakah tokoh perempuan yang paling menderita dalam tragedi kisah cinta tanah Jawa? Jawabannya tentu Ken Dedes. Lalu, jika ditanya lagi siapakah sosok perempuan yang patut dijadikan figur dalam tatanan kehidupan rumah tangga? Jawabannya tetap Ken Dedes.

Advertisement

Flashback, Ken Dedes adalah putri dari Mpu Purwa, seorang pendeta Buddha aliran Mahayana dari Panawijen. Sebagai istri dari dua raja besar pulau Jawa, ratu Dedes mendapat julukan  Nareswari atau wanita utama yang memancarkan magis. Selain itu, ia juga  merupakan ibu yang melahirkan raja-raja hebat di tanah Jawa, mulai dari Singasari, Kediri, Majapahit dan seterusnya. (Sejarah Para Raja dan Istri-istri Raja Jawa: 2016)

Namun di balik kesempurnaanya, ia  hanyalah sebagai warna. Ya, meminjam kata dari Andrea Hirata (Guru Aini: 2020), warna tak lain hanya sekedar spectrum sinar-sinar saja. Bila ditafsiri, meskipun hakikatnya sebagai tokoh utama dalam sebuah elegi cinta atau sejarah, tetapi pada akhirnya sekadar penghias saja. 

Termaktub dalam kitab Pararaton, “kengkis wetisira, kengkab tekeng rahasanica, nener katon murub denira Ken Arok,” yang berarti “tersingkap betisnya, yang terbuka sampai terbuka rahasianya, lalu terlihat oleh Ken Arok”. Alkisah, bermula dari betis Ken Dedes itulah Ken Arok menikahinya dan membunuh si suami. Terlepas dari banyaknya kontroversi kepercayaan terhadap kitab Pararaton ini, yang menarik adalah alasan Ken Dedes mau dipersunting Ken Arok. 

Entah itu cinta sesungguhnya atau tidak. Konon katanya tragedi saling bunuh  di antara anak dan keturunannya disebabkan oleh kekuasaan. Walhasil, hiduplah dirinya dalam kegelapan dengan wajah bertopeng. Tampak tersenyum di luar tapi sejatinya menangis di dalam.  

Dalam kidung Ken Dedes, digambarkan seolah-olah parapuan tak lepas dari tiga ultimatum yakni, harta, tahta dan wanita. Ketiganya dipercaya dapat mengubah siklus jalan hidup anak Adam. Sebagaimana harta dan tahta, keduanya bisa menjauhkan yang dekat dan mendekatkan jauh. Yang mulanya kerabat bisa dengan seketika berubah menjadi musuh, pun sebaliknya. Apabila harta dan tahta telah didapat, maka wanita akan lebih mudah untuk digenggam erat.

Berkaca dari kisah tersebut, perjalanan hidup perempuan saat ini hampir sama dengan Nareswari. Cinta tak setulus hati, cinta karena fisik semata, yang pada akhirnya mereka seolah-olah hanya dimanfaatkan. Bahkan tak jarang mereka rela dipoligami meski faktanya antara logika dan hati tidak saling sinkron. Alasan itulah perempuan kerap dianggap bodoh. Sebab tidak berani tegas dalam menentukan masa depannya sendiri. 

Istri raja ini pun urun membagi cerita, meski dalam kehidupannya telah hancur, ia tak pernah menggugat cerai suami. Jika kita dalam posisinya, mungkin bisa mati berdiri. Atau memilih hidup sendirian, berkhalwat dan menyepi dari dunia luar. Namun, Ken Dedes tidak begitu. Walaupun keadaan psikologinya telah remuk, ia lebih memilih menerjang, mengambil langkah ekstrem yang belum pernah diambil oleh siapapun. 

Sebagai contoh masalah di dunia modern saat ini, berdasarkan data kasus perceraian di Indonesia. Menurut laporan Statistik Indonesia, jumlah kasus perceraian di Tanah Air mencapai 447.743 kasus pada 2021, meningkat 53,50 persen dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 291.677 kasus. Ini menunjukkan kalangan istri lebih banyak menggugat cerai ketimbang suami. Sebanyak 337.343 atau 75,34 persen kasus terjadi karena cerai gugat, yakni perkara yang gugatannya diajukan oleh pihak istri yang telah diputus oleh Pengadilan. Sisanya lebih memilih tetap bertahan dalam kehancuran, dengan dalih takut akan cercaan sosial.

Dalam keadaan seperti itu, dapat dikatakan kebahagiaan wanita selalu dipertaruhkan. Misal, ketika seorang ibu dihadapkan dalam sebuah pilihan, yakni merdeka tapi penuh perjuangan atau terperangkap dalam pernikahan yang tak bahagia? Pasti si ibu akan mengalami dilema. Pertama, seorang ibu ada yang lebih memilih terperangkap meski nafkah batinnya sama sekali tak terpenuhi. Bertahan tersebut dilakukan dengan dalih demi kebahagiaan anak. Selanjutnya, adapula seorang ibu yang memilih merdeka sebab yakin bahwa  langkah yang diambil adalah cara terbaik dalam menyelamatkan diri dari gangguan psikologi. 

Garwo (istri) raja ingin membuktikan bahwa wanita tidak hanya sebagai seseorang yang selalu tunduk pada titah. Taat boleh, asalkan harus diperhitungkan terlebih dahulu  profit apakah yang akan didapat, sebab ini menyangkut kebahagiaan. Profit tak hanya sekedar perihal dunia. karena tolok ukur kebahagiaan tak serta merta tentang harta. Tetapi bahagia bisa dinilai dari seberapa tenangnya jiwa. 

Oleh sebab itu, jadilah perempuan yang berdiri berdasarkan kodratnya. Kodrat perempuan itu pada dasarnya  lemah lembut. Tetapi jangan lupa, perempuan juga bisa tegas dalam kelembutannya. Jadi,  Jika merasa tak bahagia dengan apa yang sedang dijalani, maka lepaskan. Tegaslah dalam menentukan segala hal. Jika tak berani tegas, maka perempuan harus berani bertanggung jawab dan menanggung risiko. Karena bagaimana pun masa depan seseorang berada di genggamannya sendiri bukan di genggaman orang lain. 

***

*) Oleh: Ayu Mutmainnah, Mahasiswi Tadris/Pendidikan Bahasa Inggris (TBIG) IAI Darussalam Blokagung.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES