Kopi TIMES

Reaktualisasi Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Dalam Menghadapi Isu FWB Dikalangan GenZ

Senin, 09 Januari 2023 - 13:45 | 66.92k
Mutiara Pasca Nanasya Mahasiswa Ilmu Komunikasi / Fakultas FISIB / Universitas Muhammadiayah Malang
Mutiara Pasca Nanasya Mahasiswa Ilmu Komunikasi / Fakultas FISIB / Universitas Muhammadiayah Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Hidup itu seperti piano, apa yang kita dapatkan darinya, tergantung pada bagaimana kita memainkannya.  Seorang pemuda mengatakan bahwa langit begitu terang  pada  siang hari, namun perlahan  langit akan menguning ketika senja datang,  yang mana  tanda akan kelam, dan  ketika malam  menghampiri, langit akan  berada dititik terkelamnya, tapi katanya jangan  lupa akan  bintang. Ilustrasi tersebut menarik,  dapat dikaitkan dengan kehidupan GenZ saat  ini, yang mana langit adalah kehidupan, siang adalah saat dimana mereka merasa bahagia, senja adalah rasa dimana mereka mulai rapuh dan bosan, serta malam saat dimana mereka jatuh terpuruk sangat kelam.  Tapi ingatlah  masih  ada bintang sebagai, satu obor pemecut  semangat untuk kita bangkit, orangtua dan sahabat  misalnya. Paparan tersebut mengagambarkan bagaimana sirklus GenZ dalam menjalani kehidupan, lebih banyak rasa sakit pada mental, juga tidak lepas dari luka difisiknya, tak jarang pandangan awal sebagiaan masyarakat tentang generasi muda adalah kreatifitasnya, semangatnya dan tentu inovasinya. Dewasa ini kondisi generasi muda di Indonesia bisa dikatakan cukup  memprihatinkan, pasalnya tak sedikit masyarakat luas yang mendefinisikan, generasi muda sebagai awal kehancuran karena perbuatan negatifnya, yang terpengaruh oleh budaya luar, yang tidak sesuai dengan nilai- nilai budaya kita, misalnya saja  hilangnya tata krama, lunturnya iman,  kurang patuh terhadap aturan, serta pergaulan bebas,  FWB(Friends With Benefit) misalnya hal inilah yang menjadi embel-embel pemuda penerus saat ini.

Budaya tabu dikalangan masyarakat masih melekat, baik kota atau desa, yang mana menjelaskan tentang pergaulan seksual, masih penuh pro dan kontra. Pasalnya  beberapa orang tua, menganggap bahwa belum saatnya untuk menjelaskan kepada anak, tentang hal – hal yang berkaitan dengan pergaulan seksual. Hingga pada akhirnya mereka (anaknya) berusaha untuk mencari tau sendiri,  serta mulai mencoba tentang hal baru  yang tidak dijelaskan oleh orang tuanya. Akibatnya ketika mereka penasaran, banyak beban pikiran serta permasalahan yang tidak dapat diungkapkan  kepada orang tua, tentu hal negatiflah yang menjadi jalan untuk mereka melampiaskan semua perasaannya. Salah satu contoh adalah  ketika mereka mengalami masalah dan memilih untuk melakukan FBW (friend With Benefit), pasalnya FWB ini dilakukan tanpa adanya ikatan atau hubungan diantara keduanya, mereka dapat melakukan hubungan seksual tanpa terbawa perasaan, tanpa takut ada hukum yang menjeratnya,  mereka merasa nyaman, dan menganggap itu adalah hal lumrah sebagai  tempat pelampiasan yang mereka inginkan. Hal ini tentu menjadi permasalahan yang membutuhkan perhatian serius  dari semua pihak, baik orang tua dan peran pemerintah.

Karena hal ini tentu bertolak belakang dengan aktualisasi  pendidikan karakter yang telah berlaku, padahal pendidikan karakter berbasis budaya sangatlah penting, karena menjadi basic atau dasar pembentukan karakter yang berkualitas. Pendidikan karakter berbasis budaya tentu akan melahirkan pribadi yang unggul, tidak hanya memiliki kemampuan dibidang keilmuan tetapi juga memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan. Namun perlu digaris bawahi bahwasanya pembentukan pendididkan karakter, tidak akan berhasil jika hubungan antara lingkungan dan pendididkan tidak seimbang, serta tidak adanya unsur keharmonisan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Bisa kita bayangkan jika generasi kita tumbuh dengan pergaualan dan lingkungan yang kurang tepat, serta peran orang tua yang kurang dalam mengarahkan anakanya, lantas perubahan seperti apa yang akan ada untuk bangsa kita kedepanya, akankah kemajuan yang kita alami, ataukah kemunduran yang kita dapatkan?

Maka dari itu disinilah peran seluruh lapisan perlu dikerahkan, jika memang pemuda adalah aset sebuah bangsa, maka sinergi serta bimbingan seluruh pihak diperlukan. Merepresentasikan pendidikan karakter berbasis budaya, bisa dimulai dari tingkat paling kecil yaitu keluarga, mengenalkan budaya dengan menghidari rasa tabu dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi perlu di tingkatkan, sosialisasi PKBR ( Persiapan Kehidupan Berkeluaraga bagi Remaja) juga harus digencarkan, agar remaja bisa merencanakan setiap langkah kedepannya, agar setiap GenZ paham akan apa yang baik dan buruk bagi dirinya. Tentunya perlu kesiapan dalam menyongsong generasi hebat yang berkarakter kuat. Dalam mereaktualisasikan pendidikan karakter berbasis budaya, tidak hanya pada lingkungan keluarga, tentu di sekolah, di kampus serta di setiap instansi perlu menerapkan  pengembangan pendidikan karakter berbasis budaya, dengan cara yang menarik, menyenangkan tanpa ada paksaan, serta pemberian layanan pendidikan yang sesuai dengan kodrat zamannya.

Benar kata pepatah apa yang kita tanam maka akan kita tuai. Jika pemuda lahir serta tumbuh, di lingkungan dengan aspek pengetahuan yang mumpuni, tentu peluang besar dalam menghadapi Indonesia emas dapat diraih,. Tidak hanya pintar tapi berwawasan, tidak hanya cerdas tapi berakhlak, tidak hanya multitalent tetapi juga bisa memberikan dobrakan, berinovasi dengan berprestasi. Inti sari opini diatas adalah seyogyanya kita sebagai generasi muda mampu dan sanggup untuk mereaktualisasikan seluruh nilai moral budaya dalam ranah pendidikan karakter, karena dasar dari kuatnya sebuah negara terletak pada ciri khas budaya bangsanya. Mari bersama bersinergi satukan hati, untuk menghindari FBW( friends With Benefit),  dikalangan generasi  muda saat ini, berpegang tangan melangkah membuat perubahan, dengan mereaktualisasikan pendidikan karakter, berbasis budaya dilingkungan sekitar. Maka dari itu lingkungan pertama dalam pembentukan pendidikan karakter berbasis budaya ini, sangatlah berpengaruh pada generasi yang ditumbuhkan. Satu pemuda membuat perubahan, banyak pemuda membuat dobrakan.  Sebaik – baiknya manusia adalah mereka yang bermanfaat, maka dari itu rubahlah mindset buruk kita terhadap FWB dengan konteks yang lebih baik, carilah jati dirimu dengan menjadi orang yang bermanfaat, bukan, dengan mudah menghancurkan diri sendiri, di waktu yang sesaat yang kemudian menjadikanmu sesat.

*) Penulis, Mutiara Pasca Nanasya Mahasiswa Ilmu Komunikasi / Fakultas FISIB / Universitas Muhammadiayah Malang

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES