Kopi TIMES

Kades Minta Perpanjangan Jabatan? Wajar, Namanya Juga Ikhtiar

Rabu, 18 Januari 2023 - 11:22 | 60.49k
Shulhan Hadi, Pemilik Babyshop Curahjati Banyuwangi
Shulhan Hadi, Pemilik Babyshop Curahjati Banyuwangi

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Belakangan ini kepala desa (Kades) berbondong-bondong meluruk ke ibukota guna menyampaikan aspirasi keinginan mereka terkait masa jabatan agar diperpanjang dari 6 tahun menjadi 9 tahun.

Aksi ini pun menuai banyak komentar miring, tetapi menurut saya pribadi, yang seperti ini kok ya sah-sah saja, namanya juga ikhtiar. Terlebih jika ini diniati untuk kebaikan, karena berlomba-lomba dalam kebaikan itu hal yang baik, minimal untuk kebaikan dirinya sendiri.

Menjadi kepala Desa saat ini rasanya tentu berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Saat ini kades dituntut multi tasking, persoalan di masyarakat semakin banyak dan tentu juga support dana dari pemerintah atas semakin banyak. Mencapai milyaran. Bukankah ini juga menguras energi juga, kesibukan membagi-bagi anggaran untuk kemajuan desa itu tidak gampang Lo.

Untungnya, masyarakat juga semakin pintar, apalagi desa banyak yang sudah terhubung dengan internet. Sehingga info-info berkenaan dengan desa, baik dari desa maupun luar desa lebih mudah diakses dan disebar luaskan. Itu jika pemdesnya berkehendak ya...

Atau paling tidak, dengan adanya internet, cara ini kebiasaan woro-woro agenda desa menggunakan kendaraan keliling kampung sudah tidak perlu dilakukan. Cukup disebar melalui grup WhatsApp RT, RW atau lingkungan. Maka satu problem  sudah terpecahkan.

Dengan demikian, ketika warga desa dianggap sudah melek informasi, maka kegiatan -kegiayan peningkatan sumber daya manusia tidak perlu lagi dilakukan, atau minimal bisa dikurangi. Untuk peningkatan kapasitas, Warga cukup datang ke kantor desa untuk mengakses internet melalui WiFi desa yang (katanya) kencang itu. Mereka bisa Googling mencari tahu info atau sesekali main game online dan yang terpenting jangan lupa kasih like, bintang atau tanda dukungan postingan kades di Medsos.

Sehingga anggaran untuk mengadakan Penataran dan acara sejenis bisa dialihkan ke yang lain, misalnya membangun infrastruktur plesengan, memperbaiki plesengan dan menambah plesengan. Begitu seterusnya.

Beberapa  rilis yang beredar di media, terkait motivasi para Kades meminta perpanjangan masa jabatan adalah waktu enam tahun belum cukup digunakan menstabilkan hankam waktu itu digunakan untuk meredam konflik yang timbul akibat pemilihan kepala desa. Waktu 6 tahun dinilai masih kurang cukup untuk pembagunan desa. Hal ini katanya didasarkan pada pengalaman, 2 tahun pertama untuk menyelesaikan konflik. 2 tahun berikutnya untuk pembangunan dan 2 tahun terakhir untuk persiapan pemilihan berikutnya.

Dari keadaan ini, mereka menyebut dibutuhkan waktu 3 tahun lagi agar semakin ideal. Atau memang jika kondisinya ekstrem, apa tidak sekalian para Kades mengusulkan tambahan waktu 4 tahun sehingga bisa menjadi 10 tahun masa jabatan dua kali, persis empat kali Repelita Pak Soeharto.

Apakah pasca Pilkades, suasana desa selalu diwarnai konflik? Rasanya kok tidak ya. Mungkin ada tapi tidak semua, hanya sebagian kecil. Desa saya aman-aman saja, desa mertua aman, desa teman saya aman juga. Berapa persen desa yang menyisakan konflik Pilkades? 

Di samping  mengusulkan perpanjangan masa jabatan, mungkin ada baiknya para Kades juga mencari tahu mekanisme dan formulasi meredam potensi konflik yang muncul pasca pilkades-- jika ini memang menjadi salah satu pemicu aksi. misalnya di awal pemilihan membuat perjanjian damai yang tidak hanya tekstual namun juga kontekstual.

Apa bentuknya? Ya melakukan mitigasi, bahkan kalau perlu masing-masing perwakilan pendukung disekolahkan terkait kerukunan. Bisa melibatkan pemerintah atau lembaga yang selama ini konsen di penanganan SDM dan kerukunan. Atau setidaknya libatkan ormas, bisa NU, Muhammadiyah, PHDI, atau ormas keagamaan lainnya, pemuda Pancasila juga perlu dilibatkan, agar mereka semakin Pancasilais.

Atau, kalau mau yang praktis dan taktis. Misalnya saja, ada perjanjian "bagi-bagi jabatan" tentu yang tidak menyalahi aturan. Seperti melibatkan calon kades yang kalah dalam beberapa hal strategis,  misalnya penentuan direktur BUMDes.

Harapannya BUMDes benar -benar bisa menjadi mesin pendapatan bagi desa, bukan malah menjadi alat pemboros anggaran desa. Ini akan jadi win-win solution.

Atau jika seorang calon kades sadar kemunculannya di publik memang memicu potensi konflik, ya jangan nyalon Kades bos. Menjaga kerukunan sejak/saat menjadi warga desa biasa juga bagian dari membangun desa kan?

***

*) Oleh: Shulhan Hadi, Pemilik Babyshop Curahjati Banyuwangi.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES