Kopi TIMES Universitas Islam Malang

NU Rumah Kita Bersama

Kamis, 09 Februari 2023 - 10:44 | 56.58k
Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA). (FOTO: AJP TIMES Indonesia)
Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA). (FOTO: AJP TIMES Indonesia)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Suatu hal yang telah diketahui bersama bahwa Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan dunia yang memiliki banyak spectrum atau memiliki banyak asset diberbagai bidang. Awal berdirinya NU tidak bosan-bosan disampaikan adalah sebagai gerakan sosial keagamaan dengan tujuan menjaga ajaran Islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja) yang merujuk pada Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas. Tidak dapat dipungkiri apabila suatu organisasi seiring berjalannya waktu akan bergulat dengan politik, seperi halnya Nahdlatul Ulama ditahun 1980annya mengembangkan istilah NU Kultural dan NU Struktural adalah untuk memenuhi kepentingan politik dan memisahkan kekuatan organisasi NU. NU Kultural adalah anggota yang tidak terstruktur dalam keanggotaan pusat (PBNU) atau keanggotaan diranting sampai ke badan otonominya tidak memiliki kedudukan, sedangkan NU Struktural adalah yang mempunyai jabatan di pusat ataupun di daerah, akan tetapi baik NU Kultural dan NU Struktural tetap megamalkan tuntunan NU.

Apabila tahun 1980 an dimunculkan kedua istilah tersebut untuk kepentingan politik, artinya sebelum tahun tersebut kerja NU sudah mulai berkutat ke ranah politik. Diketahui dari nu online (nu.or.id) yang menyatakan bahwa pengalaman NU di dalam politik praktis ketika NU menjadi politik sendiri sejak tahun 1952 dan kemudian melebur ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sejak 5 Januari 1973. Ketika NU menyelam ke ranah politik banyak kritik daripada kalangan NU itu sendiri yang menganggap NU telah diusung kepada elit-elit politik dan keberadaannya tidak lagi mengurus umat, sehingga karena memang NU adalah organisasi gerakan sosial keagamaan yang juga mengutamakan integritas bangsa maka tidak dapat melepaskan diri dari politik untuk merealisasikan tujuan-tujuannya. Oleh karena itu untuk mengembalikan, mempertahankan, dan mengkokohkan kekuatan NU pada tahun 1980an  dikembangkan NU Struktural dan NU Kultural yang tidak lain hanya untuk membedakan bidang kerjanya namun keduanya tetap berinduk pada asas dan prinsip NU diawal.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Dari munculnya kedua istilah NU itu dan keduanya sama-sama berinduk terhadap asas dan prinsip NU di tahun 1926, maka untuk menguatkan kembali agar keduanya tetap mengamalkan tuntunan NU, dikenallah “Khittah NU” sejak tahun 1984. Dikutip dari nu.or.id secara bahasa khittah berasal dari kata khaththa yang berarti menulis dan merencanakan, kemudian khiththah bermakna garis dan thariqah/jalan. Menurut opini UM Metro “Khittah artinya garis besar perjuangan. Dalam khittah terkandung konsepsi (pemikiran) perjuangan yang merupakan tuntunan, pedoman, dan arah perjuangan.” Kemunculan Khittah NU merupakan hasil dari Muktamar NU ke-27 di Situbondo tahun 1984, pada moment tersebut Muktamarin berhasil merumuskan garis-garis perjuangan NU yang dituangkan/disebut dengan “Khittah NU”.

Dari sinilah dapat dilihat statement daripada “NU merupakan rumah”  yang mana biasanya rumah adalah tempat kita berpulang, tempat kita untuk kembali ke posisi dimana kita dilahirkan, tumbuh, dan berkembang hingga menjadi besar. Sama halnya dengan posisi NU, pada awalnya membangun NU sama halnya membangun rumah dengan pondasi-pondasi yang telah ditetapkan (Seperti berpondasi pada Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, untuk menegakkan ajaran Islam, sebagai gerakan sosial keagamaan, dll) dan kita pengurus ataupun anggota NU adalah penghuni rumah tersebut, kita lahir, tumbuh, dan berkembang di NU, sehingga saat kita sudah besar mulai banyak spectrum yang bisa di get/diraih, saat sudah bisa melangkah lebar dan jauh maka semakin tipis control dari rumah bukan? Begitupun penghuni NU yang sudah bisa melebarkan sayap dengan membawa nama NU, agar tidak lupa dengan rumahnya (NU) yang sudah menjadi pondasi untuk kita bertumbuh, maka dengan khittah NU ini menjadi petunjuk jalan bagi kita penghuni NU yang mungkin sudah bertindak bergeser dari prinsip-prinsip awal untuk kembali kerumah yakni kembali kepada garis besar perjuangan NU atau kepada prinsip yang menjadi pondasi kita sehingga kita (bagian dari NU) bisa menjadi organisasi besar di Indonesia.

Maka wajar apabila terdapat kritik terhadap jalannya organisasi NU khususnya saat NU terjun di dunia politik yang sangat sensitive, disitulah saatnya kita semua (penghuni NU) bersama-sama kembali kepada Khittah NU, kembali kepada rumah kita yang dulu dibangun untuk apa dan NU yang dulu dibangun untuk apa. Benar saja apabila NU dianggap sebagai rumah kita bersama, karena yang harus pulang/kembali kepada NU tidak hanya mereka yang memiliki title sebagai NU Struktural namun juga untuk NU Kultural, agar dalam langkahnya untuk bekerja dimasyarakat tidak terdapat penyimpangan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES