Kopi TIMES

Dari Pidato Gus Yahya Hingga Akrobat Para Politisi

Jumat, 10 Februari 2023 - 16:34 | 854.87k
Moh. Syaeful Bahar,​​​​​​​ Wakil Ketua PCNU Bondowoso dan Dosen FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya.
Moh. Syaeful Bahar,​​​​​​​ Wakil Ketua PCNU Bondowoso dan Dosen FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Tidak banyak orang yang beruntung bisa hadir secara langsung di GOR Delta Sidoarjo untuk menghadiri acara Resepsi Puncak Harlah 1 Abad NU pada hari Selasa, 7 Februari 2023. Saya salah satu dari jutaan orang yang beruntung, karena bisa hadir langsung ke Sidoarjo.

Saya memilih ada di luar GOR Delta. Sengaja memilih di luar. Meskipun saya memiliki peluang untuk masuk ke dalam, tapi saya memilih ada di luar GOR Delta. Alasannya sederhana, ingin tahu dan merasakan  gegap gempita para pecinta NU yang datang dari seluruh penjuru Indonesia.

Advertisement

Sebelum memutuskan di luar GOR Delta, saya berhitung. GOR Sidoarjo hanya berkapasitas 35 ribu orang, sedang anggota Banser yang akan tampil saja dalam acara puncak Resepsi Harlah 1 Abad NU tersebut sudah tercatat 12 ribu orang. Artinya, tak banyak ruang lagi yang bisa diisi di dalam GOR Delta. Benar saja, GOR Delta penuh sesak dan jumlah jamaah yang berada di luar GOR Delta jauh lebih besar dibandingkan yang berada di dalam. Gegap gembita lebih bisa dirasakan di luar, bukan di dalam.

Selain pertimbangan kapasitas ruang di dalam GOR Delta, saya juga menghitung untung rugi jika di dalam atau di luar GOR Delta. Kesimpulannya, saya lebih beruntung jika ada di luar. Paling tidak, ada dua keuntungan. Pertama, jika saya di luar, saya masih bisa melihat kegitan di dalam GOR Delta, bahkan mungkin lebih jelas tampilannya. Hal ini karena panitia telah menyediakan  layar LED yang lebar dan besar, jumlahnyapun banyak, terhitung ada 80 titik yang disiapkan LED untuk mempertontonkan kegiatan di dalam.

Keuntungan kedua, dan ini yang paling utama, yaitu merasakan semangat dan keikhlasan para jamaah yang di luar GOR Delta. Dengan di luar GOR Delta, saya bisa melihat para ibu-ibu yang berjemur di terik matahari namun khusu’ dalam doa, saya bisa menyaksikan kegirangan anak-anak muda IPNU maupun IPPNU yang rela melayani para jamaah dengan riang gembira, dengan di luar GOR Delta, saya bisa melihat bagaimana siswa-siswi Ma’arif NU dengan semangat luar biasa mengumpulkan sampah yang ditinggalkan para jamaah.

Dengan di luar GOR Delta, saya juga bisa melihat bagaimana para pendekar Pagar Nusa dan Banser bergandengan tangan dengan polisi dan TNI menjaga keamanan pelaksanaan resepsi puncak Harlah NU 1 Abad tersebut. Tentu, semua yang saya lihat di luar GOR ini tak akan bisa saya lihat dan saya rasakan jika saya di dalam GOR Delta.

Banyak catatan dan kenangan yang terekam baik dalam ingatan saya. Selain syukur yang tak terkira, saya juga mencatat beberapa hal yang paling menarik untuk dibahas.

Pertama tentang pidato Ketua Umum PBNU. Kedua tentang semangat warga NU untuk hadir ke acara Harlah NU 1 Abad NU sebagai bukti kecintaan mereka pada NU. Ketiga, tentang kehadiran para politisi dengan segala kepentingannya dalam perhelatan akbar tersebut. Tiga hal ini yang paling menarik untuk dibahas.

Pidato Gus Yahya

Pertama tentang Pidato Gus Yahya. Pidato Gus Yahya tak panjang, pendek saja, tapi penuh inspirasi dan penuh optimisme menatap masa depan. Pesan Gus Yahya tidak hanya ditujukan pada warga NU tapi juga untuk Indonesai dan dunia. Gus Yahya mengirim pesan pada dunia dan Indonesia bahwa NU siap mengawal perdamaian, toleransi, demokrasi, kemanusiaan dan ajaran Ahlussunnah Waljamaah yang penuh rahmatan lil’alamin.

Pidato Gus Yahya sangat inspiratif. Pidato tersebut berhasil menghentakkan para kader sekaligus membakar semangat  mereka. Pesan pidato tersebut jelas memberi pesan, bahwa para kader harus jadi pejuang, harus menjadi penggerak bagi kemanusiaan, keIndonesiaan dan keIslaman.

Melihat arah perjuangan, bukti historis, komitmen para pengurus NU dari pengurus Anak Ranting hingga Pengurus Besar serta dukungan dari para kiai senior, pidato Gus Yahya nampaknya akan menjadi realistis. Apalagi, tantangan kemanusiaan secara global, tantangan keIndonesiaan serta tantangan keIslaman yang sedang terjadi hari ini memang tidak menunjukkan baik-baik saja. Problem kemanusiaan, problem keIndonesiaan dan problem keIslaman dengan sangat mudah kita temukam. Oleh karena itu, sekali lagi, pidato Gus Yahya semakin realistis bahkan sangat mendesak untuk segera diwujudkan.

Pidato yang pendek dari Gus Yahya menjadi lebih menyengat karena disampaikan dengan intonasi yang tinggi. Saya langsung membayangkan sekaligus membandingkan pidato tersebut dengan pidato Bung Karno dan Bung Tomo. Pidato yang berhasil membangun imajinasi nasionalisme rakyat Indonesia.

Pidato Gus Yahya semisal pidato Bung Karno dan Bung Tomo itu, karena pidato Gus Yahya juga berhasil membangun imajinasi warga NU, bahwa NU itu besar, NU itu menentukan masa depan Indonesia, NU sangat berpeluang mengawal kemanusiaan secara global. NU dan warga NU punya tanggungjawan untuk menjaga Islam agar tetap ramah, Indonesia tetap damai dan kemanusiaan tetap dihormati dalam kehidupan. Dengan imajinasi itu, dengan sihir pidato Gus Yahya itu,  NU dan warga NU akan tergerak, berdiri terdepan untuk menjaga Islam ramah dan Indonesia yang damai dan berkeadilan tanpa diskriminasi.

Semangat Warga NU

Kedua, semangat warga NU. Hadirnya jutaan warga NU adalah hal menarik. Mereka datang bukan karena mobilisasi dan ada kompensasi, tapi karena ikatan hati. Tiga acara yang beruntun, dimulai lailaitul qira’ah dan pembacaan manaqib Syeh Abd. Qadir Jaelani serta ijazah kubro pada jam 00.00 – 05.00 wib, dilanjutkan dengan puncak acara puncak pada jam 07.00 – 11.00 wib serta dipungkasi dengan pementasan artis ibu kota pada jam 19.30 – 23.30 selalu dipenuhi warga NU. Tiga acara yang berbeda waktu tersebut selalu dibanjiri massa yang luar biasa. Menariknya, tiga kegiatan tersebut menyedot massa yang berbeda, sebagian besar mereka adalah orang yang berbeda.

Realitas ini menggambarkan betapa besarnya jumlah massa yang hadir di tiga acara Resepsi Puncak Harlah 1 Abad NU di GOR Delta Sidoarjo. Beberapa media menulis jutaan jamaah, sebagian menulis ratusan ribu bahkan ada yang menulis tak terhitung. Semua estimasi angka itu karena begitu banyaknya massa yang hadir. Terutama massa di acara puncak, yang dilaksanakan pada pagi hari. Pengamatan pribadi saya yang berangkat dari Perumahan Kahurian Nirwana, panjang massa yang bergerombol ke arah Barat GOR Delta Sidoarjo tak kurang hingga 4 hingga 5 km.  Saya kira, semua arah menuju GOR Delta Sidoarjo mengalami hal serupa, dipenuhi oleh massa warga NU.

Indikator semangat warga NU yang hadir bukan hanya dapat diukur dari jumlah massa yang hadir tapi juga bukti militansi yang ditunjukkan oleh warga NU tersebut. Beberapa video yang viral, misal ibu-ibu Muslimat NU yang harus berjuang turun dari jalan terjal untuk memotong jalan tol satu ke jalan tol lainnya. Sebagian dari ibu-ibu yang tak lagi muda tersebut harus dlosor meluncur deras di atas tanah becek yang dilewati.

Menariknya, ekspresi mereka sama sekali tak menunjukkan sedih, kesakitan apalagi kecewa dan menyesal. Mereka tetap tertawa, bahagia dan bersyukur karena bisa hadir di acara Resepsi Puncak 1 Abad  Harlah NU.

Berikut juga, satu video yang juga viral, adalah ibu-ibu Muslimat dan Fatayat yang harus mendorong mobil mereka yang mogok. Persis sama dengan video yang di atas, di video ini nampak pula wajah riang dan gembira di wajah mereka. Jika bukan karena rasa cinta pada NU, hampir bisa dipastikan mustahil mereka akan datang.

Kehadiran Politisi

Ketiga adalah kehadiran dan kepentingan para politisi. Hal ketiga ini adalah yang paling menyita perhatian saya. Antara harapan dan kekhawatiran. Antara NU menjadi penentu atau NU menjadi bancian para politisi.

Harapan dan kekhawatiran ini sangat rasional dan lumrah diajukan oleh saya. Sebagai pengurus NU di tingkat cabang dan sebagai akademisi saya tentu wajib merenung dan berfikir atas nasib NU.

Kahadiran para politisi, baik secara fisik maupun melalui janji-janji politik mereka di baner yang berserakan di sekitar GOR Delta maupun di dunia maya, melalui flyer, video pendek di tik tik dan IG addalah bukti bahwa NU dan warga NU adalah big market bagi mereka.

Persoalannya, apakah NU dan warga NU bisa berdiri gagah dan digdaya dihadapan para politisi tersebut. Sebagai pemilik modal, apakah NU dapat menjadi  pemain yang aktif (playmaker) atau bahkan menjadi penentu permainan (king maker), atau jangan-jangan NU hanya akan jadi penonton dan bahkan menjadi korban dari permainan para politisi tersebut.

Akhirnya, harapan saya lebih dominan dibandingkan kekhawatiran saya. Kenapa? Karena ada percakapan jamaah yang saya curi dengar di sela-sela acara sedang berlangsung. Kira-kira berikut ungkapan warga NU tersebut, “tenang, biarkan para politisi itu berebut panggung toh warga NU sudah cerdas. Mereka sudah tahu memetakan, siapa yang patut didukung. Mereka tahu, siapa yang kader NU dan siapa yang ngaku-ngaku NU. Tenang, NU ini ada yang punya, Hadratus Syeh KH. Hasyim As’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syamsuri, KH. As’ad Syamsul Arifin dan Syaikhona Kholil tak akan membiarkan NU Hancur”. Percakapan warga NU ini yang menjadikan saya semakin optimis bahwa NU akan baik-baik saja, dan semua akrobat politik para politisi tak akan berakibat buruk pada nasib NU ke depan. Bismillah. (*)

 

*) Penulis: Moh. Syaeful Bahar, Wakil Ketua PCNU Bondowoso dan Dosen FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES