Kopi TIMES

Jurnalisme Warga dan Peran Pers Nasional Sebagai Penyaring Berita Hoax

Senin, 13 Februari 2023 - 09:58 | 124.27k
Ahmad Jayadi, Pranata Humas Ahli Muda Kementerian PUPR
Ahmad Jayadi, Pranata Humas Ahli Muda Kementerian PUPR
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pers Indonesia baru saja merayakan Hari Pers Nasional ke 23 Tahun 2023 yang berlangsung Kamis (9/2/2023) di Medan, Sumatra Utara yang mengangkat tema "Pers Bebas Demokrasi Bermartabat".  Mengutip halaman Wikipedia, Hari Pers Nasional (HPN) diselenggarakan setiap tanggal 9 Februari bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Persatuan Wartawan Indonesia, didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985. 

Namun sejatinya Pers di Indonesia bermula jauh sebelum Hari Pers Nasional ditetapkan. Mengutip riset yang dilakukan Kantor Berita Antara (9/2/2019), media massa pertama di Hindia Belanda terbit pada 1774 bernama Bataviasche Nouvelles. Penerbitan ini diprakasai langsung oleh Gubernur Jenderal Van Ishoff yang memimpin Hindia Belanda. Setelah itu, koran berbahasa Belanda terbit selama 1980-1860. Diikuti 33 koran berbahasa Melayu yang terbit hingga 1907. Koran nasional bernama Medan Prijaji buatan anak bangsa akhirnya terbit 1907. RM Tirtoadisuryo memimpin redaksi harian ini yang dikerjakan sepenuhnya oleh orang pribumi. 

Advertisement

Pers Indonesia tumbuh dan berkembang mengikuti perubahan zaman seiring dengan perkembangan teknologi. Bermula dari pemberitaan di media cetak dan radio, pers Indonesia kemudian berkembang ke dunia pertelevisian, yang kemudian diikuti dengan media online seiring dengan perkembangan internet. 

Sejalan dengan bergulirnya globalisasi komunikasi dan informasi, media tumbuh dan berkembang semakin pesat. Kehadiran internet atau media online sebagai sarana baru media massa semakin menambah maraknya arus informasi. Perkembangan internet juga berdampak secara signifikan terhadap berkembangnya praktik jurnalisme yang sering disebut dengan citizen journalism atau Jurnalisme Warga (JW). 

Mengutip dari buku berjudul Jurnalisme Masa Kini, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009) karya Nurudin, Jurnalisme Warga (Citizen Journalism) merupakan suatu bentuk kegiatan jurnalistik yang melibatkan warga masyarakat untuk ikut mengisi media. Warga masyarakat diberikan kebebasan untuk memberitakan dan melaporkan peristiwa atau kejadian yang dekat dengan lokasi tempat tinggalnya. Artinya, siapa saja, baik ibu rumah tangga, Pegawai Negeri Sipil, pelajar, militer, maupun usahawan, dengan menggunakan teknologi informasi yang tersambung ke internet, dapat meliput dan mendistribusikan atau mengirimkan berita ke media massa.
Keberadaan jurnalisme warga, pada awalnya, bertujuan menginformasikan persoalan terkini di masyarakat agar cepat direspon bersama seperti kejadian bencana. Banyak peristiwa yang tidak terliput media konvensional dapat diketahui berkat bantuan jurnalisme warga. Pengalaman bencana tsunami Aceh 2004, gempa serta likuifaksi di Kota Palu pada 2018, dan Gempa Turki 2023 memberikan pelajaran bahwa Jurnalisme Warga memberi manfaat optimal bagi masyarakat sehingga bisa melihat kondisi yang terjadi saat bencana dengan cepat. 

Sebenarnya di Indonesia Jurnalisme Warga sudah lama dikenal dan berkembang, jauh sebelum keberadaan internet. Saat itu media radio adalah yang paling sukses karena untuk berpartisipasi orang tak perlu membuat tulisan, dan cukup dengan laporan lisan. Jurnalisme Warga di radio biasanya melaporkan adanya kemacetan, kecelakaan, dan gangguan lalu lintas dan menyarankan pada pengguna lalu lintas untuk menghindari kemacetan dengan mencari jalan alternatif. 
Jurnalisme Warga mulai semakin berkembang dengan pesat ketika munculnya internet, karena dengan biaya relatif murah dan cepat, setiap pengguna internet bisa menyebarkan informasi berita di berbagai media internet secara gratis. Dengan demikian, semua orang yang memiliki akses terhadap internet sebenarnya bisa menjadi jurnalis, meski tanpa standar jurnalisme yang betul dan terkadang berita yang disebarkan adalah palsu atau hoax. 

Peran Pers Nasional Sebagai Filter Berita Hoax

Pesatnya perkembangan dunia informasi saat ini dijadikan sebagian masyarakat menyebar isu hoax, provokasi dan ujaran kebencian lewat berbagai media sosial di dunia maya/internet. Bahkan berita-berita hoax dijadikan alat politik untuk membunuh karakter lawan politiknya lewat tim-tim pendukungnya yang disebut buzzer. Lebih parah lagi, penyebaran informasi yang tak sesuai fakta itu dijadikan alat pemecah belah persatuan lewat isu-isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).
Mengutip halaman web Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), pers saat ini memiliki peranan penting untuk menyajikan informasi sesuai fakta yang sebenarnya guna menangkal berita bohong (hoax) yang marak beredar di masyarakat akhir-akhir ini. Untuk itu media harus menjunjung tinggi kode etik dan prinsip-prinsip pers sebagai penjaga kebenaran dan demokrasi.

Sebagai pilar keempat demokrasi, pers memiliki pengaruh yang besar. Walaupun saat ini sudah bermunculan media sosial yang membuat arus informasi tak terbendung, namun kepercayaan dan pengaruh pers sebagai arus utama informasi, tetap besar dalam kehidupan masyarakat. 

Untuk itu, di tengah derasnya arus informasi yang begitu cepat, pers nasional harus lebih mengedepankan akurasi fakta dibanding kecepatan. Kaidah penulisan berita yang menampilkan proporsi berimbang dua arah dan mengedepankan konfirmasi serta pengecekan ulang data harus menjadi keunggulan dari media-media arus utama saat ini. 

Seorang jurnalis tak hanya percaya pada satu sumber, melainkan mencari beberapa sumber untuk menguatkan informasi (chek and recheck). Seorang jurnalis juga memberitakan kejadian berimbang (balancing news), tidak memihak kemana pun dan memberikan keleluasaan hak jawab bagi narasumbernya.
Melihat perkembangan jurnalisme warga di media sosial, maka dunia pers nasional di era industri 4.0 harus mampu melihat peluang dan tantangan yang ada. Satu sisi terdapat peluang karena mudahnya mengakses informasi sebagai bahan penyusunan berita, di sisi lain tantangan karena harus berkompetisi dengan jurnalisme warga agar membenarkan informasi yang akurat sesuai fakta serta kode etik jurnalistik, dan mengedepankan independensi dengan tidak berpihak kepada perseorangan atau institusi. 

Dengan begitu, diharapkan pers nasional lewat media-media arus utamanya tetap dapat menjadi kepercayaan bagi masyarakat untuk mendapatkan berita-berita yang aktual, faktual, dan independen. Terlebih, mulai tahun ini hingga 2024, suasana media sosial akan diramaikan dengan berbagai isu politik dalam suasana kampanye jelang Pemilihan Umum, sehingga tema "Pers Bebas Demokrasi Bermartabat"dapat terwujud. (*)

***

*) Oleh Ahmad Jayadi, Pranata Humas Kementerian PUPR

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES