Kopi TIMES

Klitih Masih Ada, Apakah Jogja Sedang Tidak Baik-Baik Saja?

Sabtu, 18 Februari 2023 - 01:22 | 293.04k
Nugroho Dwisatria Semesta, Mahasiswa Administrasi Publik, Universitas Widya Mataram Yogyakarta.
Nugroho Dwisatria Semesta, Mahasiswa Administrasi Publik, Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Klitih pada dasarnya berasal dari bahasa Jawa yang diartikan sebagai sebuah aktivitas untuk mencari angin di luar rumah, sehingga makna ini dianggap dengan makna ataupun istilah yang positif. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu istilah klitih berubah menjadi sebuah tindakan kejahatan dengan cara menyerang seseorang dengan acak.

Fenomena klitih ini bentuknya sebuah geng atau kelompok yang bertindak anarkis dan melukai orang lain di jalan, aksi tersebut dilakukan menggunakan transportasi motor dengan membawa senjata tajam. Selain menimbulkan luka serius, pembacokan yang dilakukan oleh gangster klitih bahkan bisa menyebabkan hilang nyawa.

Fenomena klitih menimbulkan ketakutan. Masyarakat takut untuk berpergian pada waktu malam hari, menjadikan hubungan antar masyarakat dengan pemerintah maupun aparat menjadi buruk.

Bermula dari pelajar yang membuat kelompok kemudian mengajak alumni sebuah sekolah untuk mendidik anggota kelompok tersebut untuk melakukan aksi klitih. Apabila seseorang ingin bergabung dengan kelompok klitih diharuskan melakukan seleksi terlebih dahulu. Anggota tersebut berisi pelajar dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat. 

Kasus Klitih di Daerah Istimewa Yogyakarta

Menurut laporan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta di dalam jurnal (Pribadi, 2022) angka kasus klitih kian meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tercatat dari tahun 2020 yang berjumlah 52 kasus dengan jumlah pelaku 91 orang kasus tersebut meningkat menjadi 58 kasus dengan jumlah pelaku sebanyak 102 orang di tahun 2021.

Pelaku klitih tersebut tercatat sebagian besar berprofesi sebagai pelajar yakni berjumlah 88 orang dan 22 orang sebagai pengangguran. Selain itu memasuki bulan Januari hingga Juli di 2022 kasus klitih meningkat menjadi 64 kasus.

Baru-baru ini juga di awal tahun 2023 tepatnya di hari Rabu 7 Februari 2023 kasus klitih terjadi kembali dan lokasinya di tengah-tengah kota yang berdekatan dengan Istana Kepresidenan, Kraton Yogyakarta, serta Pos Polisi.

Peristiwa yang terjadi di tengah ikon Pariwisata Yogyakarta ini mencederai usaha pemerintah yang sedang mencoba menggalakkan promosi pariwisata di Yogyakarta. Hal tersebut berakibat akan menurunnya jumlah wisatawan yang ada di Yogyakarta. Melihat fenomena tersebut Pemerintah tidak tinggal diam, mereka langsung bergegas untuk mencari pelaku klitih tersebut. Usaha Pemerintah itupun kian membuahkan hasil dengan ditangkapnya 6 pelaku klitih.

Sasaran dan Dampak Klitih    

Geng klitih menyerang korban pada malam hari dan memiliki aturan yaitu tidak akan menyerang korban yang sekiranya tidak bisa dijadikan musuh, seperti orangtua, perempuan, laki-laki yang sedang berboncengan bersama perempuan, dan tidak merampas harta benda.

Aksi klitih dilakukan dengan melukai korbannya secara acak. Setelah pelaku melukai korbannya maka mereka kabur begitu saja. Hal tersebut menjadikan tindakan kejahatan ini berbeda dengan begal yang melukai korban dengan tujuan merampas hartanya.

Klitih memberikan dampak yang negatif bagi korban. Dampak yang terjadi di beberapa tahun ini yang dialami korban dari trauma, luka gores, luka parah, dan sebagainya. Dampak tersebut diklarifikasikan dengan dampak ringan dan dampak berat untuk para korban.

Dampak ringannya hanya mengalami luka gores dan trauma. Sedangkan untuk dampak beratnya menyebabkan luka parah bahkan sampai hilang nyawa. Menurut laporan dari Polda DIY bahwasanya korban yang telah mengalami kehilangan nyawa berjumlah 16 orang dan sisanya mengalami luka berat dan luka ringan (Mardatila, 2022).

Peran Pemerintah Terhadap Kenakalan Remaja

Peran yang telah dilakukan oleh Pemerintah dengan tiga upaya yakni upaya pre-emtif, upaya preventif, dan upaya represif. Upaya pre-emtif dilakukan dengan melakukan tindakan sebelum terjadinya kasus klitih dengan kegiatan pembinaan masyarakat. Harapannya, niat untuk melakukan tindak kejahatan klitih dapat berkurang.

Sedangkan, upaya preventif dengan melakukan patroli rutin di jam-jam tertentu yang dianggap oleh pihak kepolisian rawan serta melakukan rehabilitasi kepada anak. Upaya selanjutnya dengan upaya represif yakni menindak pelaku kejahatan sehingga dapat memberikan efek jera kepada pelaku karena telah melanggar hukum (Wijanarko & Ginting, 2021). 

Pemerintah dan Polda DIY juga akan mengajak kolaborasi dengan berbagai wilayah kelurahan yang ada di Yogyakarta dengan mengaktifkan program Jaga Warga. Program Jaga Warga ini seabagai modal sosial untuk menanggulangi kejahatan jalanan di masing-masing wilayah Yogyakarta.

Selain itu juga mengajak kolaborasi dengan sekolah-sekolah dengan cara melakukan pembinaan dan penyuluhan secara berkala kepada pelajar yang berjenjang SMP dan SMA/sederajat serta melakukan razia tas bawaan pelajar. Upaya lain yang coba dilakukan dengan mengajak Pemda DIY untuk menambah jumlah CCTV di tempat yang dianggap rawan kejahatan. Sehingga dengan kolaborasi tersebut diharapkan dapat menanggulangi klitih yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (Rasyid, 2022).

Upaya yang dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup baik, akan tetapi di dalam pemberian hukuman untuk efek jera ini pemerintah masih terlalu memberikan negosiasi hukuman karena pelaku dianggap masih di bawah umur sehingga pelaku tidak kunjung jera dengan hukuman tersebut.

Selain itu kolaborasi pemerintah dengan berbagai kelurahan berupa Program Jaga Warga ini perlu benar-benar di implementasikan sehingga tidak hanya menjadi sebuah jargon semata. Kolaborasi dengan sekolah-sekolah ini dapat juga dilakukan dengan membuat organisasi pelajar yang dinaungi oleh Kepolisian. Hal itu dilakukan untuk memantau gerak-gerik pelajar dan mengindentifikasi pelajar yang berpotensi sebagai pelaku klitih.

Langkah selanjutnya dengan Pemda DIY dapat memasang baliho dan lampu penerangan di sekitar tempat yang gelap dan rawan terjadi klitih karena biasanya pelaku klitih melakukan aksi di tempat yang gelap dan sepi. Dengan demikian diharapkan dengan upaya tersebut dapat meminimalisir aksi klitih yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

***

*) Oleh: Nugroho Dwisatria Semesta, Mahasiswa Administrasi Publik, Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES