Kopi TIMES

Banalitas Kekerasan Fisik

Rabu, 01 Maret 2023 - 15:06 | 89.13k
Syahrul Kirom, M.Phil, Kader GP Ansor dan Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Syahrul Kirom, M.Phil, Kader GP Ansor dan Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, CIREBON – Akhir-akhir ini, kekerasan fisik merebak terjadi. Mencuatnya kasus kekerasan fisik yang dilakukan Mario Dandy Satriyo kepada David Latumahina merupakan tindakan yang biadab. Menendang kepala hingga keras dan sadis hingga menyebabkan David anak dari Pengurus GP Ansor mengalami lumpuh telah cukup menggambarkan bahwa martabat manusia sudah sedemikian dilecehkan. Manusia sudah tidak lagi menghargai sesamanya.

Jack D Douglas dan Frances Chaput Waksler mengatakan, kekerasan dapat digunakan sebagai istilah yang menggambarkan perilaku, baik yang bersifat terbuka, menyerang ataupun bertahan, yang disertai penggunaan kekuatan terhadap orang lain. Ada empat jenis kekerasan. Pertama, kekerasan terbuka, bentuk kekerasan yang dapat dilihat. Kedua, kekerasan tertutup, kekerasan tersembunyi atau kekerasan yang tidak dilakukan langsung seperti tidak mengancam. Ketiga, kekerasan agresif, kekerasan yang dilakukan untuk tidak mendapatkan sesuatu. Keempat, kekerasan defensive, kekerasan yang dilakukan sebagai tindakan perlindungan diri.  Kekerasan agresif maupun defensive dapat bersifat terbuka atau tertutup.

Advertisement

Kekerasan di Indonesia hampir terjadi setiap hari. Aturan hukum dan Undang-undang 1945, NKRI dan Pancasila seolah-olah tidak dijadikan petunjuk bagi masyarakat Indonesia dalam berperilaku dan bertindak terhadap sesamanya. Perilaku kekerasan-kekerasan horizontal itu tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan aturan hukum yang telah ada. Intensitas kekerasan yang cukup tinggi di Indonesia, telah menunjukkan bahwa manusia Indonesia telah menegasikan hukum dan menganggap bahwa hidup di negara Indonesia bebas melakukan pembantaian dan anarkisme.     

Hannah Arendt dalam Eichmann in Jerusalem: Report in Banality of Evil (1963), mengungkapkan bagaimana peran negara dan hukum itu mampu mencegah kejahatan dan kekerasan di Indonesia. Tapi faktanya kekerasan telah menjadi sesuatu yang dianggap lumrah. Kekerasan yang dianggap lumrah karena peran negara tidak berfungsi dalam melakukan upaya pencegahan dan penelusuran aktor kekerasan. Ketika negara tidak mampu mengusut pelaku kekerasan secara tegas, maka kekerasan itu akan menular dan siapa pun boleh melakukan kekerasan.  

Karena itu, peran negara harus kuat tanpa tanding, sehingga dapat memastikan, memaksakan ketaatan para anggota masyarakat Indonesia terhadap peraturan yang dibuatnya. Negara harus mampu menjaga martabat sebagai negara hukum dan negara harus mampu memberikan rasa aman bagi warganya. Fungsi negara adalah menetapkan aturan-aturan yang mengikat dan menjamin suatu kehidupan bersama.  Negara berfungsi untuk menciptakan ruang dan memelihara ketahanan. Selain itu, negara harus menetapkan tatanan hukum dan memberi sanksi hukuman terhadap Mario David Satriyo anak dari pejabat negara di Kemenkeu. Hukum harus ditegakkan secara tegas, tidak boleh pandang bulu apakah dia anak pejabat, juga harus dijatuhi sanksi hukum sesuai dengan pelanggaranya. 

Dengan demikian, kejahatan dan kekerasan yang sampai hari ini masih terjadi Indonesia seperti konflik-konflik horizontal seperti penganiayaan, pembunuhan, pembantaian dan perampasan hak milik serta pembakaran. Itu semua di di sadari atau tidak, jika aksi kekerasan dan kejahatan itu tidak dihentikan dan dicegah sejak dini. Fenomena kekerasan itu jelas akan menular ke masyarakat dan pola kekerasan itu akan di contoh oleh masyarakat. 

Kekerasan yang dilakukan Mario Dandy Satriyo terhadap David itu mempertontonkan hadirnya banality of evil. Kekerasan itu sangat berbahaya jika dibiarkan secara terus menerus. Martabat negara seolah dilecehkan dan tidak memiliki fungsi yang berarti bagi kehidupan bangsa Indonesia. Pembantaian, kejahatan, anarkisme dan kekerasan seolah tidak mampu dihentikkan.  

Pertanyaan secara filosofis adalah apakah jalan ke luar agar manusia manusia Indonesia tidak terlibat banalitas kejahatan? Hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat Indonesia adalah kemampuan manusia dalam berpikir dan menilai secara kritis yang mampu menyelamatkan manusia agar tidak terlibat banalitas kejahatan, yang hanya dapat diperoleh dengan cara dialog antara “Aku dan Diriku”, sebagaimana dikatakan oleh Hannah Arendt. Manusia-manusia Indonesia harus mampu mencegah sikap sadisme dan kekerasan serta pembantaian manusia dengan sesamanya dengan selalu berpikir kritis dan berdialog dengan dirinya. 

Dengan demikian, kondisi di Indonesia memperlihatkan para pelaku kekerasan memiliki kedangkalan berpikir dan ketidakmampuan menilai secara kritis. Mereka menganggap pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia  dan pembantaian dengan senjata merupakan hal yang biasa, lumrah dan wajar. Artinya baik aparatur negara maupun masyarakat sipil dapat terlibat dalam kekerasan dan banalitas kejahatan. Manusia –manusia Indonesia tidak mempunyai hati nurani dan tumpul nalarnya dalam melakukan tindakan kejahatan. 

Masyarakat Indonesia, dalam hal ini pelaku kekerasan yang mengalami ketumpulan nurani dan ketidakmampuan berpikir tanpa mengikuti aturan hukum dan perintah dari pimpinan. Akan tetapi, faktanya pelaku kejahatan sebagai warga negara sudah tidak menghargai adanya “hukum”, hukum mulai diterabas oleh tindakan kekerasan tanpa memperhitungkan konsekuensi dari tindakannya. Banalitas kejahatan dapat dilakukan oleh siapa saja, sejauh manusia yang bersangkutan telah kehilangan nurani dan kemampuan berpikir kritis, termasuk oleh kalangan intelektual. 

Dengan demikian, negara harus berfungsi dan menata kembali aturan hukum untuk menjaga martabat bangsa Indonesia dengan adanya banalitas kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kekerasan. Ketahanan nasional dan keamanan dalam melindungi warganya ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Polri dan TNI. Maka dari itu, pelaku kekerasan fisik yang dilakukan oleh anak Pejabat di Kemenku yakni Mario Dandy Satriyo terhadap David , anak dari pengurus GP Ansor harus dapat ditegakkan  agar martabat negara Indonesia masih terjaga. Semoga. 

***

*) Oleh : Syahrul Kirom, M.Phil, Kader GP Ansor dan Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES