Kopi TIMES

Tantangan Pengawasan Partisipatif Pemilu 2024

Rabu, 15 Maret 2023 - 11:08 | 64.05k
Ahmad Zairudin, - Dosen Hukum Tata Negara Universitas Nurul Jadid; - Peneliti Pusat Kajian dan Konsultasi Hukum (PUSKAKUM) UNUJA; - Peneliti Netfid Jawa Timur.
Ahmad Zairudin, - Dosen Hukum Tata Negara Universitas Nurul Jadid; - Peneliti Pusat Kajian dan Konsultasi Hukum (PUSKAKUM) UNUJA; - Peneliti Netfid Jawa Timur.

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Tantangan menuju Pemilihan Umum tahun 2024 (Pemilu 2024) sangat kompleks. Banyak sekali indikasi yang mengarah kepada hal yang berpotensi terjadi pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu.

Seperti yang terjadi baru-baru ini, tudingan kepada KPU atas dugaan kecurangan verikasi partai politik yang berujung dilaporkannya para komisioner KPU ke DKPPP. Belum selesai sampai disitu, persiapan pesta akbar demokrasi ini dikejutkan oleh putusan Pengadilan Negeri (PN) yang memutuskan menghukum KPU untuk menunda tahapan pemilu sampai tahun 2025.

Begitu beragamnnya persoalan-persoalan yang menyelimuti pesta akbar ini, semua perhatian benar-benar tersorot kesana. Dan ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para penyelenggara pemilu, khususnya Bawaslu yang ditugasi oleh UU (UU No 7 Tahun 2017 Tentang Penyelengga Pemilu) untuk mengawasi jalannya pelaksanaan pemilu. 

Menjelang pemilu 2024, dalam melakukan pengawasan, Bawaslu tidak dapat berjalan sendiri. Lembaga ini butuh partner yaitu masyarakat. Pelibatan masyarakat untuk membantu Bawaslu dalam pengawasan pemilu di seluruh wilayah yang akan dipantau (wilayah Indonesia). Pelibatan masyarakat juga untuk membantu memecahkan ragamnnya kompleksitas persoalan dalam penyelenggaraan pemilu. 

Dalam setiap perhelatan kontestasi pemilu kita patut curiga ada penumpang gelap yang akan berpotensi memanfaatkan situasi, berkontestasi curang dan menghalalkan segala cara, saling berebut pengaruh dengan politik uang, jualan isu agama, ras dan antargolongan serta potensi pelanggaran lainnya. Namanya juga kontestasi politik, kepentingan untuk menang akan dilakukan. Masalahnya apakah kekuatan civil society mampu mengawal? (Nur Elya Anggraini, Catatan Orang dalam 2022)

Dalam penyelenggaraan pemilu ini butuh banyak mata dan telinga untuk mengawasi segala jalannya pemilu yang terindikasi akan banyak bentuk pelanggaraan dan kecurangan. Penting kiranya Bawaslu untuk melibatkan masyarakat untuk melakukan pengawasan partisipatif, karena banyak temuan pelanggaran dalam pemilu berawal dari adanya temuan atau aduan dari masyarakat.

Pengawasan partisipatif ini perlu didorong dan harus menjadi komitmen bersama demi mewujudkan pemilu luber dan jurdil, transparan dan akuntabel. Pelibatan Lembaga Pengawas Pemilu seperti JPPR, KIPP, Netfid, POSNU dll) tentu diharapkan dapat meningkatkan fungsi pencegahan dan pengawasan sedini mungkin. Hal ini untuk menjaga kemurnian pemilu sehingga tidak dirusak oleh perilaku oknum yang tidak bertanggung jawab yang dapat merusak sendi-sendi demokrasi.

Design pengawasan partisipatif sebenarnya adalah upaya melibatkan masyarakat untuk melakukan pengawasan dan mengawal proses penyelenggaraan pemilu ke arah yang lebih baik. Kolaborasi Bawaslu dengan masyarakat harus dapat menekan atau meminimalisir potensi kecurangan.

Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan jika berpedoman pada Perbawaslu Nomor 5 tahun 2022. Dalam Pasal 21 tentang kerja sama pengawasan ayat 1, adalah untuk mengoptimalkan Pengawasan penyelenggaraan Pemilu, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten atau Kota dapat melakukan kerja sama dengan instansi, lembaga, dan/atau pihak terkait. Ayat 2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam pasal 22, Pengawas Pemilu dalam melaksanakan Pengawasan penyelenggaraan Pemilu melibatkan partisipasi pihak terkait yang dilakukan dengan berkoordinasi dengan instansi atau lembaga terkait atau bekerja sama dengan kelompok masyarakat.

Selain berpedoman kepada UU No 7 tahun 2017, perbawaslu ini menegaskan bahwa untuk menciptakan pemilu yang bersih, luber, jurdil memang harus ada peran masyarakat di dalamnya, khususnya ikut terlibat mengawasi jalannya pelaksanaan pemilu.  

Tantangan Pengawasan Partisipatif

Walaupun sudah ada aturan yang mengatur tentang peran serta masyarakat dalam pengawasan, namun yang berkaitan dengan bagaimana cara mengawasi, siapa yang harus diawasi dan bagaimana cara melaporkan jika ada temuan pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu, mulai tahapan hingga akhir babak pelaksaan pemilu, harus ada juga yang terlibat.

Hal – hal yang bersifat teknis ini masih belum banyak dibahas dan diketahui oleh masyarakat pada umumnya. Tidak sedikit temuan oleh masyarakat tidak berlanjut kepada laporan dikarenakan minimnya pengetahuan mereka. Pelatihan-pelatihan tentang pengawasan partisipatif biasanya hanya berputar di lingkaran lembaga pemantau seperti JPPR, Netfid, KIPP, POSNU saja, dan mentok hanya sampai pada tingkatan Kabupaten saja.

Bagaimana pada tingkatan Kecamatan, Desa bahkan sampai kepada lapisan RT/RW dan masyarakat bawah sendiri, mereka sulit sekali tersentuh. Padahal segala bentuk kecurangan yang terjadi berada pada level bawah, di mana masyarakat bawah lebih mudah untuk dipengaruhi oleh hal-hal yang berbau manipulatif.

Hasil kajian JPPR menyebutkan, tujuan pelibatan dan keterlibatan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan dan pemantauan proses penyelenggaraan pemilu, diantaranya yakni: Pertama, usaha partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pemilu yang dapat berlangsung secara demokratis, sehingga hasilnya dapat diterima dan dihormati oleh semua pihak.

Kedua, pengawasan dan pemantauan juga termasuk usaha untuk menghindari terjadinya proses pemilu dari kecurangan, manipulasi, permainan serta rekayasa yang dapat menguntungkan pihak-pihak tertentu dan merugikan kepentingan rakyat banyak.

Ketiga, Masyarakat juga dapat mengawasi para penyelenggara pemilu supaya tidak terjebak dalam permainan politik yang dapat memicu terjadinya pelanggaran kode etik  sehingga merugikan pihak-pihak tertentu yang berkontestasi (Ramadhanil, 2015).

Oleh karenanya apabila keberadaan pengawasan partisipatif dalam pemilu menjadi salah satu elemen penting di dalam penyelenggaraan pemilu dari awal hingga akhir. Bila negara ingin melibatkan mereka dalam titik ini, maka negara dalam hal ini (Bawaslu) harus juga berani berinvestasi untuk memberikan pelatihan dan skill kepada mereka. Karena melakukan pengawasan tanpa kemampuan pengawasan diibaratkan seorang prajurit berperang tanpa ilmu dan pedang. Hal ini sama saja dengan mengantarkan nyawa sendiri. Misalkan ada temuan dan ada laporan terhadap dugaan tindak pidana pemilu, jika tidak paham teknis dan mekanismenya, bisa saja si pelapor dilaporkan balik, bisa juga diancam atau diintimidasi. 

Contoh lainnya seperti pengawasan yang harus dilakukan pasca pemungutan dan penghitungan suara, tidak kalah pentingnya dibanding pengawasan pada saat pra pelaksaan pemilu. Tidak banyak masyarakat yang paham akan begitu pentingnya melakukan pengawasan terhadap proses setelah pemungutan dan penghitungan suara.

Seperti yang disampaikan oleh Hadar Nafis Gumay, Anggota KPU RI periode 2017-2022, (Ramadhanil, 2015) bahwa perjalanan suara pasca penghitungan di TPS, adalah hal yang sangat krusial. Proses rekapitulasi di PPS, kemudian bergeser ke PPK, diteruskan ke KPU Kabupaten atau Kota, dan kemudian di KPU Provinsi, adalah titik penting yang tidak boleh lepas dari pengawasan dan pemantauan publik.

Pada proses perjalanan suara tersebut, potensi kecurangan dan hilangnya suara sangat besar. Setidaknya, hal ini terkonfirmasi nanti ketika melihat permohonan sengketa hasil pemilu di pemilihan legislatif 2024. Nah di sini peran pengawas yang sudah dilatih dengan skill kemampuan dapat dihandalkan.  

Kompleksitas pelanggaran dalam pemilu menjadi tantangan sendiri dalam melakukan pengawasan. Selain pengawasan partisipatif, kita tetap harus tetap mendorong Bawaslu untuk dapat menjalankan tugas, kewenangan serta fungsinya dengan sebaik mungkin.

Ketegasan, keberanian, tidak memihak adalah senjata yang utama. Bawaslu tidak boleh “masuk angin” oleh tekanan apapun. Slogan “Bersama Bawaslu Awasi pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadialan Pemilu” harus terus menerus digelorakan sehingga cita-cita luhur pemilu Luber dan Jurdil akan tercapai.

***

*) Oleh: Ahmad Zairudin, - Dosen Hukum Tata Negara Universitas Nurul Jadid; - Peneliti Pusat Kajian dan Konsultasi Hukum (PUSKAKUM). UNUJA; - Peneliti Netfid Jawa Timur.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES