
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Ibadah salat juga bisa usang sebagaimana baju yang sering dikenakan. Betapa banyak orang salat yang merasa kebingungan karena tidak menemukan kelezatan di dalamnya. Keadaan batin sebelum salat tak berbeda dengan keadaan sesudahnya. Sehingga salat yg dikerjakan terasa berat, capek dan melelahkan.
Rasulullah pernah bersabda: "Betapa banyak orang berdiri salat yang dia dapatkan adalah capek dan lelah”. (HR.Ahmad).
Advertisement
Dampaknya seseorang yang ingin salat cepat selesai. Salat yang seharusnya menjadi wasilah terhubung dan bertemunya batin seorang hamba dengan Tuhan, menjadi hambar tak ada rasa.
Pelaksanaannya pun menjadi tergesa dan sekadarnya. Bahkan kadang thumakninah ditinggalkan hanya karena ingin cepat selesai. Padahal thumakninah adalah ruknun min arkanis shalah. Salah satu rukun di dalam saalat. Ketika salah satu rukun salat tidak terselenggara, maka salat itu batal demi hukum.
Untuk meningkatkan kualitas ibadah salat, kita layak sedikit mengingat kembali dawuhnya Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah: Yang artinya sebagai berikut.
“Menghadap kepada Allah, rahasia salat, ruh dan intinya ialah keberadaan seorang hamba yang menghadap Allah secara totalitas. Sebagaimana ia tidak dibolehkan memalingkan wajahnya dari kiblat Allah ke kanan atau ke kiri. Maka tidak semestinya pula ia memalingkan hati dari Rab-nya kepada selain-Nya.”
Ka’bah adalah Baitullah yang menjadi kiblat wajah dan badan seorang hamba. Sedangkan Rabbul Bait (Allah) Tabaraka wa Ta’ala adalah kiblat hati dan ruhnya. Maka sejauh mana seorang hamba menghadap Allah dalam salatnya, maka sejauh itu pula Allah menghadap kepada hamba-Nya, dan jika ia berpaling maka Allah juga berpaling darinya.
Lebih lanjut Imam Ibnul Qoyyim menjelaskan: Yang artinya sebagai berikut:
Menghadap Allah dalam salat ada tiga kedudukan, yaitu:
1. Memperhatikan hatinya. Sehingga, ia (seorang hamba) menjaganya dari bisikan dan lintasan-lintasan pikiran yang bisa menggugurkan atau mengurangi pahala salatnya.
2. Menghadap kepada Allah dengan merasa diawasi oleh-Nya. Sehingga, seolah-olah ia melihat Allah (sehingga mampu menghayati pengaruh nama dan sifat-sifat-Nya).
3. Memperhatikan makna-makna firman-Nya dan perincian peribadatan salat agar ia dapat menunaikan hak shalat.
Dengan menyempurnakan tiga kedudukan trsebut, maka terwujudlah penegakan salat yang sebenarnya. Keadaan menghadap dan perhatian Allah kepada seorang hamba tergantung kondisi itu juga.
Jika seorang hamba tegak berdiri di hadapan Allah, maka berarti ia menghadap kepada Allah dengan menghayati Kemahamandirian dan Keagungan-Nya. Jika ia bertakbir, maka berarti ia menghadap kepada Allah dengan menghayati Kemahabesaran-Nya”. (Dzauqush Shalah, Ibnul Qoyyim).
Dari penjelasan singkat di atas, kita diajari bahwa pada saat melaksanakan ibadah salat maka harus membangun kesadaran dengan kuat. Sebab, kita sedang berada di depan Allah. Sedang beraudiensi, tersambung dan "berjumpa" dengan-Nya.
Dia melihatmu saat engkau berdiri shalat. Alladzi yaraka hina taqum.
Saat takbir ada yang kau agungkan, siapa; Allah.
Saat baca fatihah engkau sedang berdialog, dengan siapa; Allah.
Saat rukuk, ada yang kau rukui, siapa; Allah.
Saat i'tidal ada yang kau sanjungi, siapa; Allah.
Saat tersungkur sujud, ada yang kau sujudi, siapa; Allah.
Saat duduk di antara dua sujud, ada yang kau mintai, kau sambati, siapa; Allah.
Saat baca tahiyat, ada yang kau hormati dan puji, siapa; Allah
Allah ada di dekatmu (fainni qarib)
Allah meliputi segala sesuatu (innahu bikulli syaiin muhith).
Sehingga salat menjadi sesuatu yang indah dan menyenangkan. Menghadirkan ketenangan, keharuan dan kebahagiaan. Rasa dada yang lapang, ketentraman yang dalam, akan Allah turunkan ke dalam hati seorang hamba. Saat ia datang kepada-Nya dengan penuh keikhlasan, cinta, rindu dan kesungguhan.
Nabi pun pernah dawuh: "...qurrata 'aini fis shalah; kebahagiaan dan kegembiraan hatiku ada dalam shalat". (HR. An-nasai).
Datangnya bulan suci Ramadan, bisa dijadikan momentum untuk memperbaiki kualitas salat kita. Baik salat wajib maupun salat sunnah. Jaddid shalataka. Restart salat kita sekarang juga. Semoga. (2, bersambung)
***
*) Penulis adalah H. Edy Musoffa, S.Ag. MHI, Pengasuh Pesantren Mahasiswa UNU Yogyakarta.
*) Artikel rubrikasi Kajian Ramadan Bersama UNU Yogyakarta (KAMANDANU) ini merupakan hasil kerjasama TIMES Indonesia dengan UNU Yogyakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Amar Riyadi |
Publisher | : Rochmat Shobirin |