Kopi TIMES

Perempuan Dalam Ruang Kontestasi Ber-Tadarus

Jumat, 31 Maret 2023 - 13:15 | 73.97k
Nuzulia Febri Hidayati S.H.I., M.H, Sekprodi Fakultas Dirasah Islamiyah UNU Yogyakarta.
Nuzulia Febri Hidayati S.H.I., M.H, Sekprodi Fakultas Dirasah Islamiyah UNU Yogyakarta.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Dalam struktur sosial masyarakat, perempuan tidak hanya memunyai peran domestik. Tetapi juga peran publik. Pada abad ke-19, perempuan semakin menyadari kenyataan bahwa di luar sektor domestik telah terjadi perkembangan yang sangat pesat. Pada saat yang sama mereka juga menyadari bahwa norma-norma di sektor domestik cukup membatasi perempuan untuk melakukan peranan yang lebih luas. 

Limitasi semacam itu menjadi basis tumbuhnya keinginan baru bagi perempuan untuk ikut serta terlibat di wilayah publik. Mereka memerjuangkan hak-hak yang sama dengan kaum laki-laki. Seperti, memperoleh pengetahuan, keterampilan, pendidikan tinggi, aktualisasi diri dan lain sebagainya. 

Advertisement

Termasuk ketika membincangkan ibadah perempuan seringkali dibatasi ruang dan waktu. Seperti, mengamalkan salat tarawih bagi perempuan diutamakan di rumah, tidak perlu ke masjid lalu ikut bertadarus. Sebab, hal tersebut dianggap dapat menimbulkan fitnah dan alasan lain dengan mengatasnamakan agama.

Dalam kehidupan sehari-hari. Posisi perempuan sebagai anggota masyarakat memunyai hak melibatkan dirinya dalam kehidupan publik. Juga perlu menjalin interaksi karena kepentingan memajukan sosial kemasyarakatan. Tak kalah dengan momentum Ramadan yang penuh dengan semangat fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) sebagaimana termaktub dalam firman Allah surat Al-Baqarah ayat 148, perempuan tentu merasa terpanggil untuk berkontribusi, berkompetisi dengan segala kompetensi yang dimilikinya. 

Salah satu wujud aktualisasi sederhana bagi seorang perempuan di bulan Ramadan, yang merupakan representasi dari ibadah mahdhah sekaligus ibadah ghairu mahdhah ialah keikutsertaan mereka dalam forum mengaji atau ber-tadarus secara bersama-sama diikuti oleh komunitas, kelompok ataupun jama’ah. 

Bertadarus begitu familiar diamalkan pada bulan Ramadan. Baik dikalangan masyarakat kecil, muda ataupun tua. Tidak memandang gender laki-laki maupun perempuan. Tadarus Alquran secara berjamah seolah menjadi tradisi yang senantiasa dilanggengkan karena mempunyai nilai religiusitas kedekatan kepada Allah SWT sekaligus mempunyai dimensi kedekatan antar sesama makhluk-Nya. 

Sehingga, kian hari, peranan jamaah perempuan tidak kalah mendominasi dalam rangka merealisasikan pesan-pesan Alquran yang dikonsep menjadi sebuah gerakan perempuan tadarus berjamaah. Hal ini bisa ditemukan pada ruang-ruang terbuka. Seperti, di masjid, surau, mushola, tempat-tempat belajar, dan ruang virtual dengan segala macam viturnya ataupun ruang-ruang tertutup lainnya dimana komunitas perempuan berkumpul dan menjalankan aktifitasnya. 

Bahkan, pada tradisi masyarakat tertentu, kontribusi jamaah perempuan bertadarus di bulan Ramadan sengaja dikonstruk lebih lama durasinya, lebih banyak jamaahnya dan lebih padat jadwalnya dibandingkan jamaah laki-laki. Hal itu disebabkan karena secara kuantitas perempuan memang tidak sedikit.  Kedua, secara kualitas perempuan sudah tidak lagi dipertanyakan kompetensinya dalam hal mengaji serta mengkaji Alquran.

Potensi perempuan dalam ruang kontestasi tadarus juga semestinya diimplementasikan dalam bentuk kontestasi yang lebih luas lagi. Hal ini sebagaimana interpretasi makna tadarus itu sendiri. Yakni, bukan hanya dimaknai membaca cepat atau membaca kilat dengan seni irama nada baca. Namun, dimaknai mengkaji subtansi kandungan ayat-ayat Alquran untuk kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sosial. 

Kesadaran menyelami lebih dalam akan ayat-ayat Alquran setelah membacanya adalah “mempelajari atau mengkaji”. Sebagiamana dalam surat 12 ayat 2 : Innaaa anzalnaahu quraanan ‘arabiyyal la 'allakum ta'qiluun.

Disitu Allah menegaskan keberadaan Alqur'an, “sesungguhnya Kami menurunkan kalam Allah yang qadim sebagai Alqur'an, yaitu bacaan yang berbahasa Arab, bahasa induk masyarakat pertama pada zaman Nabi agar kamu mengerti maknanya dan paham akan isi dari pesan-pesan yang terkandung di dalamnya, sehingga kamu mampu memahaminya dengan akalmu”. Statmen ayat terakhirnya adalah “agar kalian menggunakan akal”

Konteks tadarus bagi perempuan diperluas implementasinya kedalam bentuk kontestasi kajian keilmuan dan teks-teks Alquran. Seperti, pengajian keagamaan, diskusi seputar ubudiah dan syariat Islam, mubalighah untuk mengisi ceramah bakda tarawih, kajian shubuh, kultum dan sejenisnya. 

Dengan demikian, perempuan tidak bisa dianggap lagi terbatas akal dan perannya dengan alasan hanya mampu membunyikan lantunan ayat-ayat Alquran dengan seni suara saja. Para perempuan seringkali dihalang-halangi dengan dalih bahwa suara perempuan adalah aurat yang harus disimpan. 

Bahkan, ide dan gagasannya juga tertolak. Akan tetapi progresifitas pada momentum Ramadan di era modern dengan kecanggihan teknologi dan peradaban baru ini, aktualisasi perempuan semakin terbuka lebar, lebih dari sekedar itu perempuan berhasil menepiskan stereotip negative masyarakat terhadap kaum hawa. 

Syekh Wahbah az-Zuhaili rahimahullah juga mendukung dengan statmennya bahwa "suara perempuan menurut mayoritas ulama bukanlah aurat karena dahulu para sahabat Rasulullah SAW mendengarkan perkataan dari istri-istri Nabi Muhammad untuk mempelajari hukum-hukum agama.

Keterlibatan perempuan dalam ruang kontestasi bertadarus merupakan salah satu bukti bahwa upaya pembebasan perempuan dari tradisi jahiliyah yang mana perempuan selalu dipandang lemah akalnya.

Terbelakang. Tidak diprioritaskan bahkan selalu di underestimate untuk persoalan ibadah. Anggapan itu semua sudah semakin luntur dan hilang. Sebaliknya, yang muncul justru prestasi keaktifan perempuan di ruang-ruang kontestasi bertadarus seperti Ramadan saat ini. Dalam makna sempit dan luas menegaskan bahwa perempuan sudah beberapa langkah lebih maju dengan potensi yang dimilikinya. (7, bersambung).

***

*) Penulis adalah Nuzulia Febri Hidayati S.H.I., M.H, Sekretaris Prodi Fakultas Dirasah Islamiyah UNU Yogyakarta.

*) Artikel rubrikasi Kajian Ramadan Bersama UNU Yogyakarta (KAMANDANU) ini merupakan hasil kerjasama TIMES Indonesia dengan UNU Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Amar Riyadi
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES