
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Puasa Ramadan adalah sebuah kewajiban bagi setiap muslim. Baik laki-laki maupun perempuan. Kewajiban ini telah ditegaskan dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 183. Yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Kewajiban puasa ini berlaku untuk orang yang baligh, berakal, muda dan mampu menjalankan puasa. Adapun orang-orang yang udzur maka boleh untuk tidak melakukan puasa. Syekh Nawawi Al Bantani dalam kitab Kasyifat asy-Syaja mengatakan ada enam orang yang boleh tidak berpuasa di bulan Ramadan. Yaitu, musafir, orang sakit, orang jompo (tua yang tak berdaya), wanita hamil, orang yang tercekik haus (sekiranya dia akan mendapatkan kesulitan besar jika tidak minum), dan wanita yang menyusui.
Advertisement
Lalu bagaimana orang yang di siang hari Ramadan bekerja berat, semisal petani yang sedang panen, buruh pasar, buruh perkebunan dan pekerjaan lain yang menguras keringat di siang hari? Sementara mereka tidak dapat menunda pekerjaanya di malam hari atau setelah Ramadan, tidak pula melakukannya sebelum Ramadhan tiba.
Syekh Ibrahim al-Baijuri (Syekh Al- Azhar tahun 1236 H sampai 1276 H) menulis dalam kitabnya Hasyiyah al-Bayjuri ala Fath al-Qarib sebagai berikut:
Bagi orang yang sakit, jika penyakitnya parah dia boleh meninggalkan niat berpuasa sejak malam. Jika sakitnya tidak parah, misalnya dia demam pada satu waktu dan reda pada waktu yang lain, dan ketika hendak memulai puasa dia sedang demam, maka dia boleh tidak berniat sejak malam harinya. Jika tidak demikian maka dia harus berniat pada malam harinya, maksudnya karena tidak adanya udzur pada waktu akan melakukan puasa,yaitu pada waktu niat.
Hukumnya sama dengan orang yang sakit, yaitu buruh panen, buruh tanam, buruh rontok dan sejenisnya. Mereka itu harus berniat pada malam harinya. Kemudian jika mereka perlu berbuka puasa, mereka boleh berbuka. Jika tidak perlu maka tidak diperbolehkan berbuka. Tidak diperbolehkan bagi mereka untuk meninggalkan niat dari asalnya (sejak malam), seperti yang dilakukan oleh sebagian orang jahil.
Dari paparan Syekh al-Baijuri di atas bisa kita simpulkan bahwa para pekerja berat boleh tidak berpuasa di siang hari Ramadan jika mereka tidak kuat menjalankannya, tetapi mengganti puasanya setelah Ramadan. Hal ini juga sesuai dengan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 286 yang artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Meski begitu para pekerja berat ini harus tetap berniat puasa pada malam harinya, sebab udzur yang memperbolehkan puasa, yakni tidak mampu, belum terjadi pada malam hari melainkan pada siang hari ketika mereka bekerja.
Niat puasa pada malam hari bagi para pekerja berat yang mungkin tidak kuat berpuasa menjadi sebuah kewajiban, karena pada hakikatnya segala kekuatan datang dari Allah. La hawla wala quwwata illa billah. Makan dan minum hanyalah sekedar sarana, adapun kekuatan yang sesungguhnya adalah pemberian dari Allah subhanahu wa ta’ala, seperti yang disampaikan oleh Syekh Yusri Rusdi, seorang ulama sekaligus seorang dokter asal Mesir.
Betapa banyak orang yang makan bergizi tapi tidak kuat berpuasa karena lemahnya kemauan. Sebaliknya, ada orang yang tidak makan sahur dan siang harinya bekerja dia tetap kuat berpuasa karena niatnya kuat.
Hal senada juga disampaikan oleh KH. Marzuki Mustamar, Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur pada sebuah ceramahnya. Beliau mengatakan bahwa para pekerja berat tetap harus tabyitunniat (berniat pada malam hari) meskipun siangnya kemungkinan tidak kuat puasa.
Karena tidak kuat puasa adalah bersifat dzanni (baru prasangka). Beliau mencontohkan ada orang yang berencana gotong royong ngecor masjid. Malamnya tidak niat karena membayangkan betapa beratnya pekerjaan itu. Tapi yang terjadi adalah molen cor nya rusak, sehingga tidak jadi ngecor dan puasanya juga batal karena tidak melakukan niat.
Wallahu a’lam.
***
*) Penulis adalah Ahmad Hujaj Nurrohim, Lc., M.H, Dosen Prodi Studi Islam Interdisipliner Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta.
*) Artikel rubrikasi Kajian Ramadan Bersama UNU Yogyakarta (KAMANDANU) ini merupakan hasil kerjasama TIMES Indonesia dengan UNU Yogyakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Amar Riyadi |
Publisher | : Rochmat Shobirin |