Kopi TIMES

Telaah di Balik Keputusan untuk Childfree

Sabtu, 20 Mei 2023 - 07:22 | 125.61k
Dr. Ike Herdiana, M.Psi.,Psikolog.; Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya.
Dr. Ike Herdiana, M.Psi.,Psikolog.; Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya.

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Fenomena childfree, menarik untuk ditelaah. Pro dan kontra sudah pasti ada.

Namun betulkah sebagian besar dari kita agak ‘tabu’ dengan keputusan seseorang untuk tidak memiliki anak?. Mengapa memilih childfree tampak ‘keliru’ dalam kacamata sebagian besar masyarakat kita?

Advertisement

Childfree bukanlah fenomena yang baru. Sebelumnya sudah banyak orang memilih childfree karena beberapa faktor yang mendorongnya. Namun barangkali, kemajuan teknologi juga berpengaruh terhadap terbangunnya opini masyarakat tentang suatu fenomena sosial tertentu. Ketika isu ini dilempar melalui media sosial, maka orang yang concern menjadi lebih banyak, terlepas pada pro dan kontranya. Sama halnya dengan keputusan untuk memiliki anak, Chidfree merupakan sebuah keputusan yang sifatnya personal.

Namun, informasi keputusan yang sudah dibagi secara luas, maka akan menjadi percakapan di ranah publik. Selama keputusan diambil secara bertanggungjawab, seharusnya hal tersebut tidak harus memberatkan pihak manapun. Setiap orang pasti akan menghormati setiap keputusan, selama tidak merugikan siapapun. Sebagai masyarakat melek teknolong dan informasi, kita semua dituntut untuk bijaksana menanggapi setiap informasi yang kita terima dari dunia maya. 

Stigma Terhadap Perempuan yang Memilih Childfree

Terdapat problematika kuasa dalam memahami tubuh perempuan. Tubuh perempuan dalam konstruksi sosial masyarakat kita sama sekali tidak memiliki kuasa. Perempuan dan tubuhnya dipandang sebagai potensi biologis yang ketika menikah, kodratnya harus difungsikan untuk tujuan reproduktif. Jika tidak, maka dianggap tidak normal dan melekatlah stigma terhadapnya. Perempuan yang memilih childfree maka ia dianggap melawan konstruksi gender dalam masyarakat kita.

Kita bertumbuh dalam masyarakat yang memiliki cara pandang khusus tentang perempuan. Perempuan ‘harus’ menjadi seorang Ibu, dan untuk menjadi Ibu, perempuan harus memiliki anak. Saat ini, childfree dianggap sebagai sebuah pilihan dewasa. Orang yang memilih chidfree secara sadar akan memahami bagaimana respon masyarakat terhadap dirinya. Bahkan harus diiringi dengan kesiapan mental untuk menghadapinya.

Ellen Walker (2012) mengungkapkan beberapa pendapat masyarakat kepada orang yang memilih childfree. Mereka dianggap orang dewasa yang tidak bertanggunjawab dan tidak dapat menjadi model peran yang baik bagi anak-anak; mereka dianggap tidak mampu mengasuh anak; memiliki kehidupan yang tidak lengkap; tidak menyukai anak-anak dan dianggap mengalami tekanan hidup yang disebabkan karena tidak memiliki anak. Padahal mungkin saat memutuskan untuk childfree, seseorang sudah mempertimbangkan banyak hal tanpa harus merasa takut jika dalam kehidupan mereka atau dalam pekerjaan mereka nanti akan banyak berhadapan dengan anak-anak.

Ellen Walker (2011) mengatakan bahwa orang yang memilih childfree tidak perlu meminta maaf atas pilihannya. Mengasuh anak adalah keputusan besar dalam hidup manusia dan bersama keputusan tersebut muncul pengorbanan serta tanggung jawab. Bertemu dengan anak-anak dalam konteks yang lain merupakan bentuk tanggungjawab lainnya, misalnya tanggungjawab pekerjaan yang telah dipilih. 

Timbang Menimbang di balik Keputusan Childfree

Menjadi orangtua secara umum menjadi mimpi sebagian besar orang yang menikah. Namun saat ini tidak sedikit orang mempertimbangkan banyak hal dalam memutuskan menjadi orangtua. Bahkan kemudian mendorong mereka untuk lebih realistis dengan situasi yang dihadapi dan memutuskan untuk childfree. Dibalik keputusan tersebut, setiap orang pasti akan menimbang keuntungan dan kerugian memilih childfree.

Ellen Walker (2012) mengungkapkan keuntungan memilih childfree salah satunya adalah mereka memiliki lebih banyak waktu untuk perawatan diri, menghabiskan waktu bersama pasangan dan berelasi dengan orang lain. Selain itu mereka mendedikasikan waktu yang dimiliki pada karir dan minat lain untuk kebutuhan pribadi juga lingkungan. Realitanya, pengasuhan meminta waktu yang cukup banyak dari keseluruhan hidup manusia, sehingga mereka seringkali mengalami kelelahan dan kehilangan antusiasme ketika harus mengerjakan tugas terkait karir atau pengembangan diri mereka.

Dampak jangka panjang dari childfree adalah berkurangnya populasi dunia sehingga mendukung pemulihan dari sumber daya alam yang semakin berkurang. Namun demikian, Ellen Walker (2012) juga menjelaskan bagaimana pertimbangan childfree didasari oleh pemikiran tentang kerugian dari keputusan tersebut. Kehidupan tanpa anak dijelaskan membuat seseorang sering merasa kurang relevan ketika mereka berada dalam kelompok teman sebaya, di mana yang lain memilih kehidupan memiliki anak, sehingga dalam setiap pertemuan pembicaraan tentang anak selalu muncul; merasa kehilangan apa yang dianggap orang banyak sebagai peran penting dalam hidup; dan merasa tidak memiliki siapapun yang akan merawat atau menemani masa tua mereka.

Meski menjadi orangtua memiliki keuntungan, namun menjadi orangtua juga adalah sebuah pilihan hidup. Bagi orang dewasa, pilihan hidup yang matang bertanggungjawab akan membawa mereka pada penerimaan konsekuensi seberat apapun yang akan mereka temui atas pilihan mereka.

***

*) Oleh: Dr. Ike Herdiana, M.Psi.,Psikolog.; Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES