Kopi TIMES

Menakar Nilai Tasawwuf dalam Pancasila

Jumat, 02 Juni 2023 - 17:48 | 137.51k
Dr. Suheri, M.Pd.I; Ketua STAI At Taqwa Bondowoso.
Dr. Suheri, M.Pd.I; Ketua STAI At Taqwa Bondowoso.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin harus bisa menunjukan eksistensinya, keberadaannya dituntut mampu memberikan keamanan dan kenyamanan bagi semua makhluk di alam semesta ini.

Ibarat udara yang memberikan rahmat pada semua makhluk, meskipun tidak tampak eksistensinya namun amat berharga dan tidak bisa dinilai dengan rupiah, hakikatnya bernilai vital bagi kelangsungan ekosistem makhluk. Cahaya Islam haruslah seperti mentari yang lebih banyak memberi manfaat pada siapapun yang disapanya, tidak menuntut pernah menuntut balasan. 

Advertisement

Agama Islam dibangun diatas 3 pilar yang kokoh, Rukun Islam sebagai pondasi, Rukun Iman sebagai penyanggah dan Ihsan sebagai assecories utama dalam menampilkan performance Islam yang  beretika dan berestetika. Bila porsi ketiganya tidak seimbang tentung akan mengganggu sendi-sendi peradaban Islam sendiri. Misalnya Rukun Islam yang melahirkan Syari’at terlalu diprioritaskan dan mengabaikan aspek yang lain, maka Islam tampil Islam yang kaku dan lebih mengedepankan casing dan atribut, demikian bila ranah Iman yang pendekatannya Tauhid terlalu diprioritaskan, maka wajah Islam tampil dengan sangar yang memunculkan agen-agen yang mudah mengkafirkan orang lain. 

Keduanya harus seimbang agar citarasa ber Islam proporsional. Keseimbangan kedua kompoisi tersebut diintegrasikan dengan mengkombinasikan dengan pilar ketiga yaitu Ihsan yang melahirkan konsep akhlak dan tasawwuf. Islam di Nusantara ini tampaknya disebarkan dengan mengedepankan potensi tasawuf yang dmanifestasikan dalam wajah islam yang fleksibel, adaptif dan berimprofisasi dengan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom), wajah Islam diramu dengan penuh cinta dan perdamaian yang tidak konfrontatif. 

Karena penyebar Islam awal memang banyak dipelopori oleh para ahli tariqat dan kaum sufi yang mensinergikan dua arus pendekatan yakni teoretis dan praktis, ilmi dan amali, Islam tidak disebarkan dengan menggunakan ayat-ayat pedang dalam penyebaran dan membangun peradaban Islam di Nusantara. Oleh karena itu, Islam awal lebih menekankan pada penyadaraan Nilai-nilai kemanusiaan agar tidak terbangun tradisi kebencian dan saling membenci. 

Melalui tasawuf dan kaum sufi tersebut ajaran cinta sufistik  diracik dengan wajah Islam yang progresif, kontekstual dalam dinamis. Dengan tradisi sufi, nilai tasawuf dalam menanamkan karakter-karakter bangsa terbangun dalam jiwa anak-anak bangsa hingga kini.

Karakter luhur yang sudah menjadi identitas bangsa tersebut menjadi salah satu elemen perekat kebhinekaan bangsa ini, bila implementasi Ihsan diabaikan apalagi dinegasikan, justru gugusan sejarah bangsa ini kehilangan mata rantai yang akan kembali mencerai-beraikan rangkaian, menjadi serpihan-serpihan yang sulit dirajut kembali dalam nalar sejarah bangsa ini secara utuh. 

Nilai tasawwuf tasawuf melengkapi khazanah eksoteris Islam dalam membangun dan mengembangkan peradaban Nusantara. Di tanah air, tasawuf tidak hanya dijumpai di ruang-ruang privat dan kelas-kelas eksklusif, tetapi juga kontribusinya mengalir dalam ruang publik dan interaksi sosial. Eksistensinya seperti air laut yang akan mengambil bentuk lahiriah berupa gelombang-gelombang ombak, namun tetap tidak merusak hakikat mereka sebagai air laut, air laut menjelma menjadi garam yang meningkatkan cita rasa masakan, meski orang tidak pernah menyebutnya dalam nama masakannya, misalnya nasi goreng garam atau soto garam ayam.

Pada titik inilah tasawuf menemukan posisinya dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Artinya setiap orang bukan hanya berpotensi menikmati hakikat cinta sufi, tetapi juga benar-benar mengalaminya dalam kesadaran personal dan sosial. Bahkan aroma cinta sufi tertanam dalam Pancasila bangsa ini.

Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, mencerminkan bahkan muara dari cinta sufi yaitu meleburnya jiwa dengan kesempurnaan absolut dan keindahan tertinggi sang Maha Esa sebagai Realitas Tertinggi dalam Bertauhid, dalam tasawwuf kita kenal konsep Mahabbah (Cinta) milik Rabi'atul Adawiyyah, Wahdatul wujud (Kesatuan Wujud) Ibnu 'Arabi, Ittihad (kebersatuan) Abu Yazid Al Busthomi, Hulul milik Al Hallaj, Manunggal Ing Kaulo Gusti  yang dikonsepsikan Syekh Siti Jenar, Ma'rifatullah Imam Ghazali.

Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. mencerminkan cinta makhluk kepada Tuhan. Nilai-nilai tasawuf mengajarkan bahwa cinta pada Allah berdampak pada mencintai kesan-kesannya. Manusia adalah kesan terindah Allah. Maka, mencintai manusia merupakan akumulasi lipatan cinta akan ciptaanNya. Sebaliknya, merendahkan martaban manusia, berbuat tidak adil serta menghilangkan nilai-nilai keadaban, menciptakan ketimpangan dan kepincangan dalam cinta.

Maka, dalam mencintai Tuhan harus menggunakan norma dan adab; mencintai Tuhan tanpa mencintai makhluk sama tidak adilnya dengan cinta makhluk tanpa cinta Tuhan. Di sinilah tampak menonjol keadilan terhadap kemanusiaan sebagai adab yang harus digunakan dalam mencintai Tuhan.

Ketiga, Persatuan Indonesia. sebagai butir yang menjadi ciri khas Indonesia dan tidak akan sama dengan bangsa lain. Menggambarkan pada puncak pengalaman sufi, cinta tertinggi adalah peleburan diri dengan Tuhan dan, yang dimanifestasi secara konkret dalam keinginan bersatu dengan Indonesia, dengan manusia, dengan alam, dengan lingkungan, dengan tumpah darah dan tanah airnya sendiri. 

Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Merajut cinta pada selain Tuhan hanya sekedar membina hubungan emosional dengan Tuhan, tetapi harus melebur dan terlibat aktif di tengah masyarakat untuk memastikan fungsi dan peran sufi di perjalanan ruhani terakhir, yakni perjalanan keempat, sebagai agen penyempurna (al-mukammil) berdasarkan nilai-nilai kebenaran Ilahi dan kemaslahatan insani.

Pada titik inilah kita menyadari tawasuf sebagai unsur kemasyarakatan yang berbasis di atas kebijaksanaan. kata rakyat diambil dari ra'iyah. Sebagai wujud menjalankan titah pencipta sebagai kholifah di muka bumi yakni siap memimpin dan siap dipimpin.

Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Yang didorong nilai-nilai tasawuf untuk bersikap adil sepanjang pelaksanaan misi kholifah Allah. Dengan kecintaan pada nilai keadilan, peran penyempurna sosial terlaksana secara utuh bahkan lebih merata daripada nilai kedermawanan.

Nilai-nilai tersebut tercermin dalam lima butir Pancasila. Tasawuf dapat dipastikan sebagai satu komponen penguat nilai-nilai asas kehidupan berbangsa dan bernegara kita, memadukan nilai-nilai Islam dan Nilai-nilai luhur bangsa menjadi identitas Indonesia. Pengamalan butir-butir Pancasila senafas dengan arus tasawuf dalam membina bangsa. Demikian sebaliknya, pengalaman bertasawuf akan berkontribusi positif pada pengamalan Pancasila. Tidak hanya kalangan sufi, semua orang pasti mencintai nilai ketuhanan, keadilan, keberadaban, persatuan, kebenaran, kebijaksanaan dan kemaslahatan.

Pada konteks hubungan tasawuf dan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara inilah, berbagai elemen dan unsur masyarakat Indonesia perlu juga didorong untuk bersama-sama kaum sufi dan pecinta tasawuf menggali lebih dalam lagi khazanah tradisi Islam ini dan memperkaya pemahaman serta kesadaran kita sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi persoalan, melampaui tantangan dan mendorong kemajuan bangsa dan negara.

***

*) Oleh: Dr. Suheri, M.Pd.I; Ketua STAI At Taqwa Bondowoso.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES