
TIMESINDONESIA, MALANG – Ulama mempunyai posisi tersendiri dalam masyarakat Islam, meskipun telah terjadi beberapa perubahan dalam bidang penekanan dan bidang garapannya, mereka tetap memiliki posisi penting sampai sekarang. Hal ini dikarenakan pengetahuan agamanya yang benar-benar paham dan menguasai, ini juga didukung oleh beberapa ayat Alqur’an dan hadits Nabi yang menunjukkan posisi penting seorang ulama.
Ulama dalam ajaran Islam berkedudukan sebagai waratsah al-anbiya’ (pewaris para Nabi) yang secara historis sosiologis memiliki otoritas dalam keagamaan karena itu ulama sangat dihormati dan disegani baik gagasan maupun pemikirannya. Dalam berbagai dimensi gagasan dan pemikirannya tersebutdipandang. Kategori, kualifikasi dan ciri khas ulama ditentukan oleh tiga kriteria penting, yaitu bibit, bebet, dan bobot.
Advertisement
Keulamaan seseorang dihubungkan kepada asal-usul keturunan, pendidikan dan kualitas keilmuan yang melekat dan dimiliki oleh orang tadi. Seorang alim yang besar dimungkinkan akan melahirkan anak keturunannya sebagai alim pula karena faktor keturunan biasanya menyiratkan adanya potensi kuat yang diwarisi oleh sang ayah atau orang tuanya, tetapi tidak menjadi kemutlakan seorang ulama mewariskan keulamaannya kepada keturunannya. Potensi keulamaan ini ditempa dan dikembangkan melalui jalur dan jenjang pendidikan yang pada urutannya akan menjadikan dia memiliki bobot keulamaan dengan tingkat kualitas keilmuan yang tinggi. Dalam hubungan ini, tidak tertutup kemungkinan faktor pendidikan juga memainkan peranan yang lebih jauh dominan yang bisa mengantarkan seseorang yang bukan keturunan ulama menjadi ulama.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Dalam literasi sejarah Islam Indonesia, Negara kita adalah Negara besar yang telah melahirkan para tokoh-tokoh ulama besar yang telah diakui dunia. Sejarah mencatat beberapa ulama Indonesia pada masa lalu pernah berkiprah hingga namanya dikenal di Mekkah dan Madinah, bahkan dunia. Sebagian menghabiskan hidupnya dengan mengajar di sana, sebagian lagi pulang ke Indonesia.
Sepatutnya kita bangsa Indonesia dan umat Islam bangga dan mengikuti jejak langkah para ulama pendahulu kita yang telah membawa nama harum bangsa karena dikenal dunia. Melalui ketulusan mereka yang terus mendidik anak bangsa, hingga membuat umat makin cerdas dan terus berkembang menjalankan fungsinya sebagai umat yang membawa kebaikan ditengah-tengah masyarakat.
Beberapa tokoh ulama nusantara yang mendunia adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupun masalah sehari-hari yang diperlukan, baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Sosok ulama biasanya disegani dengan banyaknya ilmu agama yang dimilikinya membuat para ulama menjadi sebuah panutan.
Ulama tak hanya berasal dari mekkah namun ada ulama dari Nusantara yang mendunia dan terkenal dimana-mana. Nusantara ini merupakan daerah dengan letak geografis di Asia Tenggara yang meliputi setidaknya Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Dari nusantara, lahir 5 ulama besar nusantara yang dikenal seluruh dunia diantaranya: Syeikh Sayyid Utsman Betawi,Syekh Muhammad Yasin al-Fadani, Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi Rahimahullah, Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari dan Syeikh Nawawi Al Bantani.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGIwww.unisma.ac.id
Para ulama Nusantara sejak dahulu banyak yang sudah menggali keilmuan agama Islam dari tanah kelahirannya langsung, Makkah. Banyak juga yang mendalaminya di belahan Arab lainnya, seperti di Madinah, Kairo, hingga Baghdad.
Kepulangan mereka ke Tanah Nusantara membawa keilmuan yang luas dan mendalam, tidak justru membawa kebudayaan Arab yang dipaksakan di Nusantara. Mengutip Budayawan Ngatawi Al-Zastrouw menyebut bahwa para ulama Nusantara itu memiliki mekanisme pemertahanan diri. "Ulama punya self defense mechanism," para ulama dulu percaya diri dengan kebudayaannya. Meski bertahun-tahun menimba ilmu di Timur Tengah, tak lantas mereka menjadi Arab. "Begitu pulang gak jadi orang Arab,".
Belakangan, ada orang yang gemar kearab-araban usai pulang dari Timur Tengah. Hal tersebut, menurutnya, karena mereka sudah terlepas dari akar tradisinya. Orang tersebut, sudah mengalami kebangkrutan budaya sehingga tidak lagi percaya diri dengan kebudayaan asalnya. Untuk menutupi itu, ia harus membangun tembok berupa pakaiannya atau lainnya. "Mengalami kebangkrutan budaya. Ben (biar) dikira saleh, biar dikiria Islam niru Arab”.
Sejarah memberikan petunjuk bahwa para ulama nusantara sudah jelas peranannya bukan hanya dalam kehidupan beragama, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sejak masuknya Islam di Nusantara. Dinamika ajaran yang disampaikan oleh ulama, kiyai, ustadz, pemimpin organisasi Islam dan para cendikiawan Muslim telah menanamkan dan menimbulkan sikap perlawanan terhadap penindasan, kezaliman dan penjajahan yang kemudian berkembang menjadi sikap membela tanah air dan bangsa serta membangkitkan semangat patriotisme.
Kedudukan ulama yang tinggi dalam masyarakat sangat mempengaruhi perkembangan Islam. Maka, penghargaan setinggi-tingginya atas jasa-jasa mereka walaupun hanya dalam bentuk tulisan atau literasi mengenai mereka agar dapat terus dikenang oleh generasi yang akan datang. ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA)
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |