
TIMESINDONESIA, MALANG – Koalisi dan oposisi menjadi dua kata yang kerap disebut-sebut dalam dunia politik. Menurut Hafidz Muftisany dalam bukunya yang berjudul Hukum Koalisi dan Oposisi Menurut Islam, Koalisi adalah partai atau gabungan partai dengan memiliki tujuan yang sama dengan pemerintah yang dibentuk dalam periode tertentu. Sedangkan oposisi adalah partai maupun gabungan partai yang posisinya berada di luar koalisi pemerintah dalam periode waktu tertentu dengan tujuan menentang kebijaksanaan pemerintah.
Hakikat koalisi dan oposisi pada dasarnya yaitu, “Koalisi” dilansir dari situs kompas.com menurut Encyclopaedia adalah kelompok orang yang mengkoordinasikan perilaku secara terbatas, untuk mencapai tujuan kelompok atau bersama. Mereka bersatu membentuk suatu kelompok koalisi dengan sifat sukarela, dan menjadi bagian dari kelompok koalisi didasari untuk memenuhi kepentingan masing-masing dengan melalui cara yang sama yakni tujuan yang terbentuk dalam kelompok koalisi itu sendiri. Koalisi sendiri sebenarnya tidak hanya tentang dunia politik, melainkan juga berlaku untuk bidang yang lainnya, karena hakekat dari “Koalisi” itu sendiri secara gampangnya adalah bergabung untuk mewujudkan cita-cita yang ingin dicapai oleh individu atau suatu kelompok namun tidak dapat dicapai sendiri. Gambaran atau contoh dari koalisi misalnya, terdapat organisasi pemuda di masyarakat sebagai pencinta lingkungan yang ingin mengadakan penghijauan pada suatu daerah, karena organisasi pemuda tersebut tidak memiliki kuasa atas daerah itu, maka mereka perlu berkolaborasi dengan pemerintahan setempat agar mengeluarkan kebijakan atau mengadakan program penghijauan yang nantinya program ini didukung oleh organisasi pemuda pecinta lingkungan, sama halnya gambaran dari koalisis dalam dunia politik.
Advertisement
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Sedangkan “Oposisi” berasal dari bahasa Inggris Opposition yang berarti “berlawanan”, secara garis besar oposisi adalah suatu individu atau kelompok yang posisinya berlawanan atau tidak satu tujuan dengan kelompok yang lain. Tapi ketika kata oposisi disandingkan dengan koalisi maka lebih menjorok kepada dunia politik, yang mana dalam dunia politik, oposisi ini hakikatnya gabungan dari partai politik yang berfungsi megkritisi dan mengawal arah kebijakan pemerintah agar berjalan pada rel yang sesuai dengan undang-undang (Munadi, 2019). Dalam jurnalnya Munadi juga menyatakan oposisi dapat berupa kata-kata, tindakan, dan bentuk masukan lain yang meluruskan dan mendorong segala sesuatu agar berada di jalan yang sesuai.
Koalisi dan oposisi adalah dua posisi yang menjadi penyeimbang pada jalannnya suatu kebijakan khususnya pada berjalannya kebijakan pemerintah. Suatu tatanan pemerintahan dalam melahirkan dan menjalankan kebijakan yang baik bagi masyarakatnya tidak hanya membutuhkan dukungan melainkan sanggahan atau korektif dari pihak oposisi menjadi hal yang paling perlu diperhatikan, karena di posisi oposisi tidak semerta-merta hanya menentang melainkan oposisi menjadi pihak yang mengkritisi terhadap kebijakan yang dilahirkan terkait resiko-resiko yang memungkinkan bisa terjadi baik untuk masyarakat maupun kondisi pemerintahan itu sendiri. Seperti pernyataan seorang pakar politik Eep Saifullah Fatah terkait oposisi yaitu setiap ucapan atau perbuaan yang meluruskan kekeliruan serta menggaris bawahi dan menyokong segala sesuatu yang sudah benar.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Dalam prosesnya, koalisi di dunia politik terbentuk melalui dukungan terhadap seorang calon pemimpin pemerintahan. Mereka bergabung didasari dengan kepentingan masing-masing kelompok, ketika seorang calom pemimpin tersebut jadi, namun satu orang saja yang yang berkuasa akan lemah tanpa adanya dukungan dari partai koalisi. Oleh karena itu partai yang telah mendukung seorang calon yang telah jadi, dalam melahirkan kebijakan dan menjalankan pemerintahan akan berkolaborasi dengan partai koalisi. Di sinilah kepentingan dari partai koalisi terpenuhi, mereka dapat menyampaikan tujuan yang dibangun dalam partai politiknya masing-masing melalui lahirnya sebuah kebijaksanaan.
Disinilah saatnya kelompok oposisi memainkan perannya, kelompok oposisi sendiri adalah dari kelompok diluar koalisi, yakni kelompok atau partai yang pada dasarnya tidak menaruh dukungan kepada calon pemimpin tersebut. Namun fenoma saat ini baik kelompok koalisi maupun oposisi menjadi ajang untuk menyalahgunakan peranannya, yang mana sebagai koalisi banyak bermunculan demonstrasi masyarakat melalui tulisan “terlalu banyak koalisi minim oposisi”. Munculnya demonstrasi masyarakat seperti itu mungkin didasari dari banyaknya kebijakan yang diproduksi oleh pemerintah yang didukung oleh kelompok koalisi lebih mengarah pada memberikan keuntungan pribadi atau menguntungkan para petinggi negara. Di sisi lain, kelompok oposisi juga mulai mengambil keuntungan melalui cela kebijakan yang ada, oposisi disalahartikan, akhir-akhir ini oposisi bukan lagi sebagai yang mengawasi, mengkoreksi, memberikan evaluasi, dan alternative kebijakan. Melainkan elit-elit politik saat ini memahami oposisi sebagai sikap untuk menentang atau menjegal kebijakan pemerintah (Munadi, 2019).
Oleh karena itu, untuk saat ini sangat dibutuhkan insan-insan yang mengemban dalam dunia politik ini adalah mereka yang paham betul hakikat dari koalisi dan oposisi. Karena koalisi dan oposisi ini pada dasarnya dapat dipandang melalui dua prespektif yakni koalisi dan oposisi ini sebagai kultural dan juga sebagai structural. Sudut pandang sebagai kultural koalisi dan oposisi adalah kebutuhan mutlak, yakni sekecil apapun keputusan baik yang harus dijalankan oleh individu ataupun keputusan untuk orang banyak, perlu adanya dukungan agar bisa berjalan dan perlu pengawasan dan koreksi agar sesuai dengan kebutuhan dan tujuan. Sedangkan dari sudut pandang structural, sebagai seorang pemimpin yang memegang kuasa, juga perlu melakukan kerjasama dan kolaborasi sesuai dengan structural yang telah ditetapkan pada undang-undang dalam menjalankan kekuasaannya, selain itu secara structural juga terdapat pihak pengawas dalam jalannya pemerintahan.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.