Cawe-Cawe Politik Golongan Tua dalam Urusan Pilpres 2024

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – BERPOLITIK meraih kekuasaan tidak mengenal batasan usia, tua atau muda boleh-boleh saja. Di negara demokrasi, tua muda tidak ada bedanya, sama-sama berpeluang sukses, asal mendapatkan kepercayaan rakyat. Sistem demokrasi selalu menempatkan kedaulatan di tangan rakyat. Rakyat berdaulat memutuskan pilihannya, tidak membedakan antara golongan muda dan golongan tua.
Di belahan dunia lainnya, golongan tua justru lebih mendapatkan kepercayaan rakyat dibandingkan dengan golongan muda. Sekedar contoh, politisi golongan tua yang sukses diantaranya Donald Trump, terpilih menjadi presiden Amerika Serikat (AS) pada saat berusia 70 tahun. Joe Biden, presiden AS kini, terpilih pada saat berusia 78 tahun. Bahkan Joe Biden resmi maju dalam pilpres 2024. Kalau terpilih kembali, Joe Biden berusia 83 tahun. Mahathir Mohamad terpilih secara demokratis menjadi Perdana Menteri (PM) Malaysia pada berusia 92 tahun.
Advertisement
Konteks keindonesiaan dalam tulisan ini mendasarkan pada batasan usia di atas 65 tahun disebut golongan tua. Di bawah 65 sampai 18 tahun termasuk golongan muda.
Diantara mereka (golongan tua) ibarat sinar, ada yang mulai redup atau pudar, masih bersinar dan ada pula yang terang benderang. Terang benderang seperti sinar "mercusuar" yang dijadikan arah petunjuk para "nahkoda" atau "nelayan" dalam berlabuh ke "dermaga politik".
Golongan tua yang sinarnya pudar otomatis tidak bisa dijadikan penerang atau tidak dapat diandalkan lagi petunjuk-petunjuknya. Cukup didengar agar tidak tersinggung, tapi tidak diikuti demi kemandirian golongan muda. Kata lagu, "Pak tua sudahlah. Engkau sudah terlihat lelah, oh ya. Pak tua sudahlah. Kami mampu untuk bekerja" (Pak Tua, Elpamas, 2003). Golongan tua yang masih bersinar kuat, tetap menjadi magnet (daya tarik) dari berbagai golongan dan kalangan, baik tua maupun muda.
Kualitas hidup dan kesehatan tidak selalu berhubungan dengan usia. Dalam hal musik, Rhoma Irama (76) tetap eksis melebihi musisi golongan muda. Rhoma Irama tetap menjadi magnet dalam bermusik, meski termasuk golongan tua kesehatannya sangat prima. Golongan muda, meski usia sekitar 40 tahunan, soal kualitas hidup ada pula yang malah kena stroke, jantung koroner, diabetes, ginjal dan penyakit degeneratif lainnya.
Untungnya, budaya timur mayoritas menaruh hormat kepada golongan tua. Golongan tua, mendapat penghormatan sebagaimana orang tua sendiri. Kadang seperti dalam dunia persilatan, semakin tua semakin sakti. Golongan tua dipercaya memiliki tuah. Kata-kata dari golongan tua bak "sabda pandita ratu" harus diikuti, kalau tidak ingin kualat.
Golongan muda yang berani berpolitik melakukan intrik "potong generasi" bakal dikenang sebagai generasi muda yang durhaka kepada orang tua. Biasanya golongan muda yang "mengkudeta" golongan tua, di akhir karir politiknya juga dibayang-bayangi dirinya bakal dikudeta oleh golongan muda. Peralihan kekuasaan dengan cara yang tidak alami (sesuai sistem demokrasi) cenderung menciptakan kepemimpinan dualisme. Banyak dualisme keorganisasian di Indonesia karena ambigunya peraturan dan keputusan hukum yang tidak objektif. Golongan muda mesti berhati-hati dalam berpolitik. Sebab golongan tua masih mungkin mengkudeta golongan muda.
Penghormatan kepada orang tua, di lingkup keluarga sendiri, para politisi tidak segan-segan menunjukkan sikap sungkem mencium kaki ibunya. Rida dan doa orang tua, mesti pertama kali yang ditunjukkan dulu. Sanksi sosial terjadi apabila tidak menunjukkan rasa hormat kepada orang tua. Apalagi orang tuanya sendiri. Itulah sebabnya, golongan tua di Indonesia leluasa atau tidak salah, ikutan "cawe-cawe" dalam urusan politik praktis meraih kekuasaan. Golongan tua sadar, perseteruan di antara mereka, tidak perlu diwariskan kepada golongan muda. Golongan muda bakal mengarungi zaman dan tantangan yang berbeda.
Golongan tua kata Surti dalam Sinetron "Putri Yang Ditukar" (2010-2011), diurutkan dari "pancaran sinarnya" adalah Prabowo Subianto (71), Megawati Soekarnoputri (76), Surya Paloh (71), Luhut Binsar Panjaitan (75), Mahfud MD (66) Susilo Bambang Yudhoyono (73), Yusril Ihza Mahendra (67), Jusuf Kalla (81), Amien Rais (79), Wiranto (76) dan banyak lagi lainnya yang sinarnya tidak kelihatan atau sesungguhnya telah sirna.
Pancaran sinar Prabowo Subianto di urutan pertama dengan alasan; pertama ketua parpol Gerindra, kedua sekaligus capres 2024 yang diusung partainya dan ketiga pejabat negara (Menhan) yang sempat berpidato dalam forum international institute for Strategic Studies (IISS) di Shangri-La Singapura. Terlepas pro-kontra isi pidato proposal perdamaian Rusia-Ukraina, Prabowo Subianto dinilai "The New Soekarno"
Kedua Megawati Soekarnoputri dengan alasan; pertama ketua parpol PDIP, pemenang pemilu 2019, penerus geneologis politik Soekarno, kedua bisa "menyuruh (pemilik veto)" orang untuk menjadi capres dan cawapres, ketiga ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), lembaga pemerintah nonkementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Ketiga Surya Paloh dengan alasan; pertama ketua parpol NaSdem, kedua sosok yang mencapreskan Anies Baswedan dan ketiga memiliki pengaruh kuat di dunia media.
Keempat Luhut Binsar Panjaitan dengan alasan; pertama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), kedua sosok penjaga keberlanjutan program Pemerintahan presiden Jokowi, dan ketiga memiliki jaringan dengan investor luar dan dalam negeri. Terkenal sebagai menteri yang serba bisa dengan "seabrek" jabatan.
Kelima Mahfud MD (66) dengan alasan; pertama menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pada pemerintahan Jokowi, kedua akademisi dan profesional yang pandangannya cenderung disukai rakyat dan ketiga sukses mengawal kasus-kasus besar seperti Kasus Sambo dan Tragedi Kanjuruhan.
Keenam Susilo Bambang Yudhoyono (73) alasannya; pertama menjabat Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, yang Ketua Demokrat saat ini Agus Harimurti Yudhoyono, putra pewaris politiknya digadang-gadang menjadi cawapres 2024, kedua Presiden ke 6 Republik Indonesia dan ketiga terkenal piawai menciptakan "lagu melow" dan dunia luar mengenang sebagai “pemimpin sejati” yang membawa kemajuan bagi Indonesia dan dunia.
Ketujuh Yusril Isa Mahendra dengan alasan; pertama tokoh dengan wawasan (spektrum politik) yang komplit dengan pengalaman jabatan di era lima Presiden dari Soeharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono, kedua kapasitas akademisi dan profesionalitas yang tidak diragukan dan ketiga sukses sebagai pimpinan tim hukum hadapi sengketa pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kedelapan, sembilan, sepuluh dan seterusnya diantara Jusuf Kalla, Amien Rais, Wiranto dan tokoh golongan tua lainnya.
Cawe-cawe golongan tua pada urusan pilpres 2024 dapat dibaca peran sentral di balik munculnya capres dan cawapres, yaitu Ganjar Pranowo dengan pasangan cawapresnya yang bakal "ditentukan" oleh Megawati Soekarnoputri. Prabowo Subianto ditentukan karena kapasitas dirinya sendiri yang didukung oleh golongan tua lainnya. Terakhir, dibalik Anies Baswedan, ada peran sentral Surya Paloh.
Golongan tua selain Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto dan Surya Paloh, boleh dibilang langkah politiknya tidak sekuat mereka. Golongan tua lainnya cenderung "gimmick" baik mengikuti atau berseberangan dengan langkah politik dari ketiga nama golongan tua di atas. Gimmick cawe-cawe politik dari golongan tua hari ini adalah soal "politisasi" mimpi.
* Didik P Wicaksono. Pemerhati Dinamika Politik Lokal dan Nasional. Aktivis Community of Critical Social Research Universitas Nurul Jadid (UNUJA) Paiton Probolinggo
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Sholihin Nur |