Membongkar Stigma: Mengatasi Rasa Malu Dalam Mempelajari Seksualitas

TIMESINDONESIA, MALANG – Pemahaman dan pendekatan yang tepat dalam pembelajaran seksualitas tidak seharusnya membuat seseorang merasa malu. Sebaliknya, pelajaran seksualitas yang komprehensif dan akurat seharusnya bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang penting dan mendukung dalam aspek kehidupan yang fundamental ini.
Sayangnya, stigma dan rasa malu terkait dengan seksualitas masih ada dalam masyarakat kita. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor seperti budaya, agama, norma sosial, dan kurangnya pendidikan seksual yang memadai. Namun, penting untuk memahami bahwa rasa malu ini bukanlah respons yang seharusnya muncul dalam proses pembelajaran seksualitas yang sehat dan aman. Namun kasus kekerasan seksual mulai menyasar lembaga pendidikan.
Advertisement
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis ada sekitar 10 kekerasan seksual terhadap anak di sekolah sepanjang awal Januari sampai 18 Februari 2023. Dari kasus ini setidaknya membuat 86 anak jadi korban kekerasan seksual baik laki-laki maupun perempuan (Kompas, 21/2/2023). Artinya, lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi peserta didik malah berwajab seram dan menakutkan. Tidak menjamin keamanan.
Seksualitas sendiri ialah aspek alami dalam kehidupan manusia yang melibatkan identitas gender, orientasi seksual, dan ekspresi seksual. Namun, seiring berjalannya waktu, masyarakat telah menciptakan stigma dan rasa malu yang terkait dengan mempelajari dan membahas topik seksualitas. Stigma ini mempengaruhi individu secara negatif, menghambat pemahaman yang benar, dan mengganggu kesehatan seksual. Oleh karena itu, sangat penting untuk membongkar stigma dan mengatasi rasa malu dalam mempelajari seksualitas agar kita dapat mengembangkan pemahaman yang sehat dan positif tentang aspek penting ini dalam kehidupan kita.
Alih-alih menjadikan sebagai topik diskusi menemukan titik tengah mengenai seksualitas. Melainkan kita justru menjadi seksualitas sebagai bahan sakral, tabu dan mungkin barang yang tidak layak disentuh. Tetapi bahayanya tampak di depan mata. Untuk itu, mempelajari seksualitas dan menjadikan sebagai bahan ajar bagi anak-anak di lembaga pendidikan bukan perkara tabu lagi. Seharusnya demikian. Hal ini berangkat dari pemahaman bahwa anak-anak sepatutnya mengetahui bahaya seksualitas, minimal di lingkungannya sendiri.
Salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya stigma adalah pandangan masyarakat terhadap seksualitas sebagai topik yang tabu. Seksualitas sering kali dianggap sebagai sesuatu yang pribadi dan tidak pantas untuk dibahas secara terbuka. Agama, budaya, dan norma-norma sosial juga memainkan peran dalam menciptakan rasa malu terkait dengan seksualitas. Pemahaman yang terbatas dan pandangan yang konservatif tentang seksualitas membuat individu merasa enggan untuk mencari pengetahuan yang lebih baik dan mengembangkan pemahaman yang positif tentang tubuh dan kehidupan seksual mereka.
Namun, penting untuk diingat bahwa seksualitas adalah bagian alami dari kehidupan manusia. Memahami dan menghormati tubuh serta kebutuhan seksual kita adalah langkah penting menuju kesejahteraan dan kebahagiaan. Jika kita mengabaikan pendidikan seksual dan merasa malu untuk mempelajarinya, kita berisiko mengalami masalah kesehatan dan kehidupan seksual yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, mengatasi rasa malu adalah kunci untuk memperoleh pengetahuan yang benar dan sehat tentang seksualitas.
Satu cara efektif untuk mengatasi rasa malu adalah dengan meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kita tentang seksualitas. Pendidikan seksual yang komprehensif dan akurat harus diberikan kepada individu sejak dini. Ini akan membantu menghilangkan ketidakpastian dan rasa malu yang terkait dengan topik tersebut. Pendidikan seksual yang inklusif juga penting, yang mencakup isu-isu seperti identitas gender, orientasi seksual, kekerasan seksual, dan perlindungan diri. Melalui pemahaman yang lebih baik, individu dapat membentuk sikap yang positif terhadap seksualitas dan mengatasi rasa malu yang mungkin mereka alami.
Selain pendidikan seksual yang komprehensif, penting untuk menciptakan ruang aman dan terbuka di mana individu dapat berbagi pengalaman, pertanyaan, dan ketidakpastian mereka tentang seksualitas. Kelompok diskusi, forum online, atau kelompok pendukung adalah tempat-tempat yang aman untuk berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki minat serupa dan mengatasi rasa malu yang mungkin dirasakan. Melalui dialog terbuka, kita dapat saling mendukung dan belajar satu sama lain, memperkuat pemahaman dan kesadaran kolektif tentang seksualitas.
Peran media juga penting dalam membongkar stigma dan mengatasi rasa malu terkait dengan seksualitas. Media memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk pandangan masyarakat. Oleh karena itu, media harus bertanggung jawab dan menyajikan informasi yang akurat dan mendukung tentang seksualitas. Melalui representasi yang positif dan pendekatan yang tidak memihak, media dapat membantu menghilangkan stigma dan rasa malu yang ada dalam masyarakat terkait dengan topik ini.
Selain itu, dalam konteks pendidikan formal, kurikulum sekolah juga perlu mencakup pendidikan seksual yang komprehensif. Guru dan pendidik memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan di mana siswa merasa nyaman untuk mengajukan pertanyaan dan berdiskusi tentang seksualitas. Melalui pembelajaran yang terbuka dan mendukung, mereka dapat membantu mengatasi rasa malu yang mungkin dialami siswa dan memperkuat pemahaman yang benar tentang seksualitas.
Membongkar stigma terkait dengan seksualitas adalah langkah penting dalam masyarakat yang inklusif dan sehat. Mengatasi rasa malu yang seringkali terkait dengan mempelajari seksualitas membutuhkan pendidikan seksual yang akurat, menciptakan ruang aman untuk diskusi terbuka, peran media yang bertanggung jawab, dan pendekatan yang inklusif dalam kurikulum pendidikan. Dengan mengambil tindakan ini, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung individu dalam mempelajari dan memahami seksualitas mereka dengan bebas dan tanpa rasa malu. Ini adalah langkah penting menuju kesehatan seksual dan kesejahteraan yang lebih baik bagi semua.
***
Penulis: Muhammad Nafis S.H,. M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.