Mengenang Kiai Hefni; Penghafal Al Quran yang Rendah Hati

TIMESINDONESIA, JAKARTA – "Yang dikubur itu bukan cuman jasadnya, sekalian dengan ilmunya ikut terkubur. Oleh karena itu, manfaatkan betul waktu kita berkumpul, bersuhbah dengan para alim..." (KH. Hefni Mahfudh)
Mendung masih menyelimuti PP Nurul Jadid. Kiai Haji Muhammad Hefni Mahfudh, pengasuh wilayah tahfidz Zaid bin Thabit di pesantren yang didirikan Kiai Zaini Munim ini wafat pada Rabu 21 Juni 2023.
Advertisement
Kiai Hefni adalah menentu dari almarhum Kiai Haji Hasan Abdul Wafi, kiai allamah penyusun salawat nahdiyah.
Bukan hanya PP Nurul Jadid yang berduka. Jelas, duniapun berduka, karena Allah telah mengangkat ilmu dari dalamnya.
Ya, ilmu sirna dari dunia dengan cara Allah mewafatkan ulama. Seperti kutipan dauh Kiai Hefni di atas, bukan hanya jasad, ilmu beliau juga turut terkubur, sirna dari dunia.
"Siapapun yang tidak bersedih dengan wafatnya ulama, dia termasuk orang munafiq" begitu pesan kuat Nabi Muhammad.
Kiai Hefni adalah salah satu ulama "mahal" dewasa ini. Mahal karena beliau langka. Ya, ulama dengan tiga predikat sekaligus; hafidh, alim dan sufi. Tentu predikat ini boleh jadi subjektif. Tetapi, sebagai santri, saya merasakan langsung bagaimana beberapa predikat tersebut ada pada sosok beliau.
Sebagai penghafal Al Quran (hafidh), predikat beliau masyhur. Jejak hafalan al Quran beliau dapat disaksikan langsung melalui keberadaan wilayah Zaid bin Tsabit, tempat khusus bagi para calon penghafal al aquran mengikat sanad kehafidhan dengan beliau. Di tangan beliau, telah lahir banyak penghafal Al Quran.
Rutinitas beliau terkonsentrasi pada membimbing para santri mentaqrir hafalan mereka. Ketika masih nyantri, setiap berkunjung ke wilayah Zaid bin Tsabit, saya selalu melihat beliau khusyuk menyimak hafalan santri secara sorogan. Energi beliau seperti tiada habisnya. Padahal, belakangan saya mendengar kesehatan beliau sering terganggu.
Selain hafidh, beliau juga sedikit di antara Kiai yang memiliki kedalaman pengusaasaan literatur turats yang mu'tabarah. Kombinasi penguasaan al Aquran dengan kacakapan menguasai kitab kuning membuat Kiai Hefni bernilai mahal. Sebab tidak banyak ulama Indonesia yang memiliki penguasaan alquran dan turats sekaligus.
Selain mentashih bacaan Al quran para santri penghafal, Kiai Hefni memiliki jadwal rutin mengajar kitab kuning baik wetonan maupun sorogan. Atensi Kiai Hefni terhadap penguatan keterampilan membaca kitab kuning, juga termanifestasi ke dalam kebijakan beliau menerapkan metode belajar cepat membaca kitab kuning, amtsilati di wilayah yang beliau bina tersebut.
Menariknya, kiai Hefni juga menguasai Alfiyah Ibnu Malik. Alfiyah, yang berarti 1000 bait (lebih tepatnya 1002 bait), adalah bait bait atau nadham gramatika nahwu yang sangat fenomenal di dunia Islam, khususnya pesantren.
Nadham Alfiyah dikarang oleh Syekh Muhammad ibnu Malik, ulama Andalusia abad ke-13, yang juga guru dari pengarang kitab Majmu’ Imam Nawawi. Dalam hal ini, saya sangat bersyukur, secara sorogan, bisa mentashih sekaligus mengikat sanad hafalan Alfiyah kepada Kiai Hefni.
Di atas semua itu, setiap orang yang mengenal dan berjumpa akan semakin kagum dengan kerendahan hati beliau.
Sikap tawadhu' dan menjauhi popularitas (khumul) semakin mencerminkan bahwa Al Quran bukan hanya menjadi hafalan, tetapi juga mewujud ke dalam sikap dan tindakan. Inilah laku sufisme Kiai Hefni yang melengkapi kedua predikat beliau sebagai kiai hafidh dan alim.
Di antara para Kiai di pesantren Nurul Jadid, mungkin Kiai Hefni yang paling jarang mendapat sorotan masyarakat.
Beliau juga cukup jarang mengisi acara keagamaan yang menghadirkan masa besar seperti pengajian. Apalagi tugas beliau membimbing hafalan santri memang membutuhkan konsentrasi dan ketekunan.
Mungkin sikap khumul ini yang justru membuat sosok Kiai Hefni semakin menjadi panutan. Seperti kata Syekh Ataillah Assakandari " Benamkanlah eksistensimu di dalam bumi ketidakpopuleran, sebab tanaman yang tumbuh dari biji yang tidak dikubur, hasilnya tidak akan memuaskan".
Akhirnya, setiap manusia pasti mati. Namun nama mereka tidak selalu ikut terkubur bersama fisiknya yang mati. Sebagian tetap 'abadi', karena dunia terus mengingat dan menyebut nama mereka yang penuh dedikasi.
Kiai Hefni, secara fisik telah wafat meninggalkan dunia. Tetapi, nama beliau akan selalu terkenang dalam banyak Legacy kebaikan yang ditinggalkannya. Kata Syekh Hasan bin Ali Abul Mahasin, seperti dikutip Syekh Azzarnuji dalam kitab ta’lim, “Orang orang bodoh itu sudah mati sebelum kematian mendatangi mereka. Sementara orang alim, tetaplah hidup meski fisik mereka mati”. Falyatanabbah
*) Penulis DR Dodik Harnadi ,wakil ketua Lazisnu Kabupaten Bondowoso
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
_______
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |