Kopi TIMES

Meneladani Etika Profetik Kuntowijoyo di Tengah Demoralisasi Ruang Digital

Selasa, 27 Juni 2023 - 14:12 | 133.29k
Achmad Fauzan Syaikhoni, Mahasiswa IAIN Kediri Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Achmad Fauzan Syaikhoni, Mahasiswa IAIN Kediri Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, KEDIRI – Dewasa ini, kebutuhan manusia dalam mencari informasi dan berkomunikasi bukan lagi sebuah masalah. Keberadaan internet dan media sosial sudah menjadi teman akrab di setiap harinya.

Di Indonesia sendiri, jumlah pengguna internet mencapai angka 212,9 juta dalam laporan We Are Social pada Januari, 2023. Dari jumlah tersebut, 98,3 persen penggunanya menghabiskan waktu selama 7 jam 42 menit setiap harinya. Sementara jumlah pengguna media sosial tercatat sebanyak 167 juta dengan total durasi penggunaan setiap harinya selama 3 jam 18 menit.

Advertisement

Di samping rentetan angka yang fantastis tersebut, juga tidak luput dari masalah yang cukup krusial, khususnya bagi moral manusia. Sebagaimana survei pada tahun 2021 yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC) dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat setidaknya 30 sampai 60 persen pengguna internet di Indonesia terpapar hoaks ketika mengakses ruang digital. Bersamaan dengan itu, perusahaan Microsoft dalam laporannya Digital Civility Index (DCI) pada tahun 2021, mengemukakan bahwa warganet Indonesia menduduki posisi terbawah se-Asia Tenggara dalam hal kesopanan berkomunikasi di dunia maya. 

Semua fakta tersebut bukan tanpa sebab, salah satu di antaranya adalah fasilitas media sosial yang memungkinkan demoralisasi itu terjadi. Segala bentuk informasi dan komunikasi selalu berorientasi pada sensasionalitas dengan berdasarkan like, comment, dan followers. Sehingga tidak mengherankan jika ruang digital dipenuhi perilaku amoral seperti konten prank yang merugikan, konten menjual rasa iba seperti mandi lumpur, hate speech, atau diskriminasi budaya, agama, gender, dan ras dalam bentuk teks. Ruang publik digital akhirnya hanya berisi perwujudan egoisitas yang tidak membawa kemanfaatan secara sosial. Dan di titik inilah diskursus etika dalam konteks digital perlu digaungkan.

Dalam berbagai pemikiran mengenai etika, khazanah keilmuan Islam di Indonesia memiliki banyak pemikir yang menyumbang teori-teori etika. Salah satu di antaranya adalah Kuntowijoyo; seorang sastrawan, budayawan, sejarawan dan cendekiawan muslim. Meskipun oleh sebagian kalangan beliau lebih dikenal sebagai sejarawan, tapi pergerakan intelektualnya dalam bidang ilmu sosial memberi dampak yang amat penting, khususnya dalam diskursus etika profetik. Membaca etika profetik ala Kuntowijoyo secara kontekstual adalah hal yang menyegarkan di tengah demoralisasi ruang digital sekarang.

Paradigma Etika Profetik Kuntowijoyo

Secara mendasar, pemikiran Kuntowijoyo mengenai etika profetik berangkat dari pembacaannya terhadap Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 110:

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ

Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah (QS. Ali Imran 110).”

Menurutnya, intisari yang dapat diambil dari ayat tersebut meliputi tiga butir dasar etika sosial, yaitu humanisasi sebagai derivasi dari amar ma’ruf, liberasi sebagai derivasi dari nahi munkar dan transendensi sebagai derivasi dari iman billah (Kuntowijoyo, 2006, hlm. 96). Ketiganya secara bersamaan mengandaikan sebuah perintah kenabian. Sehingga dari situ etika sosial dari Kuntowijoyo disebut dengan etika profetik. Ketiga butir etika profetik tersebut saling berkelindan sebagaimana surat Ali-Imran ayat 110 yang dijadikan asas. Maka itu, memahaminya juga tidak bisa secara parsial. 

Humanisasi dalam pengertian amar ma’ruf bukan hanya bagaimana memanusiakan manusia, melainkan juga bagaimana seseorang melakukan humanisasi dengan berdasarkan liberasi dan transendensi. Liberasi dalam pengertian nahi munkar merupakan cara seseorang menjadi bebas dengan menyatukan kepeduliannya terhadap kebebasan manusia lain dan dirinya sendiri. Demikian juga dalam transendensi atau iman billah, yang berarti semua tindakan humanisasi dan liberasi didasarkan pada kesadarannya sebagai makhluk Tuhan. Dengan kata lain, segala tindak-tanduk manusia tidak lepas dari kekuatan di luar kemampuannya.

Jika ditelaah secara mendalam, ketiga etika profetik Kuntowijoyo bukan hanya bermuara pada dimensi eksistensial, melainkan juga dimensi spiritual. Menurut (Kuntowijoyo, 2018, hlm. 11), sikap keagamaan atau spiritual jangan hanya berhenti secara personal. Untuk menghadapi tantangan zaman, wujud spiritualitas itu juga harus dilakukan dalam bentuk aksi sosial. Di titik inilah pemikiran etika profetik Pak Kunto terasa kontekstual dan transformatif.

Kontekstualisasi dan Refleksi dalam Ruang Digital

Mengamalkan ketiga butir etika profetik dalam ruang digital sebenarnya tidak lebih sulit daripada bersusah payah meng-upload konten-konten yang penuh amoral atau mengetik ujaran kebencian. Dalam ruang digital, yang dibutuhkan adalah kesadaran kita sebelum melakukan ‘klik’ pada ponsel. Ruang digital, sebagaimana yang dikemukakan oleh (Terry, 2007) adalah tempat bagi mereka yang mempunyai identitas baru dari dunia nyata. Oleh karena itu, sebelum melakukan ‘klik’, kita perlu menyadari bahwa ruang digital berisi beragam manusia yang pada dasarnya sama-sama mempunyai pikiran dan hati. 

Maka di sini, etika profetik Kuntowijoyo akan terasa indah jika menjadi dasar kesadaran tersebut. Seseorang akan berpikir terlebih dahulu sebelum mengklik ponsen; meng-upload konten ataupun mengetik sebuah kalimat. Sebab ia akan menyadari, betapapun jarak menghilangkan identitas asli dan interaksi kebertubuhan, ia tetap berada pada ruang yang berisi tanggung jawab kemanusiaan. Bersamaan dengan itu, kebebasan yang pada mulanya dibatasi oleh sensasionalitas like, comment dan followers akan dilampaui oleh posisinya sebagai makhluk Tuhan. Keberadaannya dalam ruang digital tetaplah sebagai manusia dan hamba yang mengemban pesan-pesan khalifatullah. 

Demikian juga, sebagai penikmat konten atau informasi di ruang digital, seseorang perlu menyadari kalau dirinya sedang berada dalam ruang yang berisi beragam informasi yang tidak jelas sumbernya darimana. Maka, untuk mengambil informasi di ruang digital sebagai pengetahuan, pertama-tama ia perlu menyadari bahwa informasi yang diambil akan berdampak, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Dengan begitu, seseorang akan menjadi bebas secara amar ma’ruf nahi munkar.

Sebenarnya tidak begitu sulit jika egoisitas kita dalam meraih sensasionalitas dikesampingkan. Dengan adanya etika profetik tersebut, kita akan menyadari bahwa apa-apa yang di-upload ke ruang digital haruslah berorientasi pada kapabilitas. Perihal apakah dapat mengundang sensasionalitas akan mengikuti seiring kesadaran moral menjadi landasannya. Yang menjadikan sulit hanyalah imajinasi kita tentang kebebasan melakukan apapun di ruang digital. Padahal, disadari atau tidak, hal itu justru memenjarakan diri kita dalam ruang yang hanya berpikir bagaimana supaya viral dan bukan bagaimana supaya manfaat. 

***

*) Oleh; Achmad Fauzan Syaikhoni, Mahasiswa IAIN Kediri Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES