Pemuda Sebagai Edukator Masyarakat Dalam Menghadapi Dinamika Politik dan Isu Sara

TIMESINDONESIA, BANTEN – Fenomena politik suku, ras, agama, dan antargolongan yang selanjutnya disebut SARA dalam pemilihan kepala negara atau pemilihan kepala daerah masih berpotensi muncul dalam dinamika politik di Indonesia. Terlebih lagi pada tahun 2024 akan diadakan pemilu serentak yang kemudian terdapat ancaman politik di dalamnya.
Kasus politik SARA pernah terjadi sebelumnya di Indonesia, kasus pertama yaitu Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017 lalu. Survei mengungkapkan bahwa sekitar 71% warga Jakarta kala itu khawatir dengan semakin menguatnya isu SARA selama Pilkada DKI Jakarta.
Advertisement
Kekhawatiran mengenai isu SARA ini semakin meningkat akibat Pilkada DKI Jakarta pada awal tahun 2017 ketika terdapat kelompok Islam yang memanfaatkan isu agama untuk menyudutkan Calon Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang berdarah etnik Cina dan beragama Kristen.
Pada saat itu calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengalami serangan politik SARA yang dilakukan oleh pendukung lawan politiknya yang bisa disebut buzzer. Calon Gubernur Basuki yang pada saat itu juga tengah diadili dalam kasus penistaan agama menjadi dirugikan dengan menguatnya isu SARA.
Politik SARA tidak hanya menjadi ancaman bagi orang yang terjun langsung di dunia politik, tetapi juga dapat menjadi ancaman pada persatuan yang kemudian dapat menimbulkan perpecahan antar masyarakat. Isu SARA yang digunakan dalam di dunia politik dapat menimbulkan kebencian terhadap suatu kelompok sehingga perlahan tapi pasti akan merusak persatuan dan kesatuan yang ada di masyarakat.
Politik sudah seharusnya menjadi sebuah alat penengah suatu konflik, namun pada nyatanya politik SARA ini malah mempertajam suatu konflik dengan menyeretserta masyarakat dalam konflik perebutan kekuasaan. Hal ini juga diperkeruh dengan peran media massa yang terus memberitakan hal-hal semacam ini demi kepentingan media tersebut tanpa melihat dampak dari penyebaran berita-berita tersebut.
Belum lagi dengan kondisi masyarakat Indonesia yang masih kurang dalam literasi. Menurut Program for International Student Assessment (PISA) Indonesia menjadi bagian dari 10 negara yang memiliki tingkat literasi rendah di tahun 2019, di peringkat 62 dari 70 negara. Faktor ini mengakibatkan masyarakat Indonesia sulit membedakan antara opini berisi ujaran kebencian dan SARA dan fakta yang beredar di ruang publik.
Rendahnya tingkat pendidikan dan literasi lah yang membuat masyarakat mudah termakan dengan isu SARA dan perpecahan. Politik SARA menurut penulis lebih berbahay daripada politik uang dikarenakan politik SARA dampaknya jangka panjang.
Politik SARA yang sering digunakan di tahun politik ini tidak lain merupakan sebuah cara yang dilakukan sekelompok oknum yang memiliki kepentingan untuk mencapai tujuan mereka, sehingga masyarakat harus mulai memahami hal tersebut agar tidak mudah dipecah belah oleh isu SARA tersebut. Banyaknya masyarakat Indonesia yang masih terprovokasi politik SARA membuktikan bahwa kemampuan dan kesadaran masyarakat dalam menyikapi perbedaan SARA di wilayah nusantara masih sangat kurang.
Oleh karena itu penulis mengidentifikasikan bahwa masalah dari banyaknya dampak buruk dari politik SARA di masyarakat kita ini dikarenakan minimnya pemahaman dan edukasi masyarakat untuk membedakan mana isu yang dapat memecah belah dan mana yang merupakan sebuah fakta.
Pemuda memilika peran yang sangat penting dalam dinamika politik di Indonesia dan dalam hal ini pemuda memiliki peran yang penting dalam menanggulangi politik SARA yang terjadi di Indonesia. Pemuda merupakan komponen penting suatu bangsa yang perlu dilibatkan dalam pembangunan.
Pemuda juga sering dikaitkan sebagai penggerak roda perubahan suatu bangsa, oleh karena itu pemuda di sini sangat penting perannya sebagai agen perubahan suatu bangsa karena pemuda memiliki kemampuan dalam menganalisis sehingga mereka dapat membedakan mana politik yang berpotensi memecah belah dan mana yang tidak.
Pemuda sebagai Edukator untuk Meningkatkan Awareness Mengenai Politik SARA di Masyarakat
Pemuda adalah orang yang sedang berada pada usia produktif dan mempunyai karakter khas yang kuat, seperti revolusioner, optimis, berpikir maju dan memiliki semangat yang tinggi. Pemuda merupakan generasi penerus bangsa yang memiliki tanggung jawab yang besar dan peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, khususnya dalam hal ini menjadi edukator di masyarakat mengenai bahaya dari politik SARA.
Pemuda juga memiliki peran sebagai pendekar intelektual dan sosial, yang berarti bahwa pemuda selain mempunya sebuah gagasan, pemuda juga berperan sebagai agen perubahan suatu bangsa. Pemuda harus mempunyai sifat kritis dan peduli terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat termasuk pada kondisi saat ini, di mana pada tahun 2024 akan diadakan pemilu serentak dan menjadi pesta demokrasi di negara kita.
Oleh karena itu peran pemuda di sini sangat penting dalam memberikan edukasi pada masyarakat dikarenakan pada tahun tersebut ancaman politik SARA dan isu-isu SARA akan menjadi alat bagi oknum-oknum untuk mencapai tujuan kelompok tertentu.
Pemuda memiliki jiwa dan karakteristik yang mana dapat membawa perubahan dan dipercaya oleh masyarakat dalam menghadapi isu-isu tertentu. Masyarakat juga percaya bahwa pemuda dapat membawa perubahan bangsa menjadi lebih baik.
Pendidikan menempati posisi yang amat strategis dalam pembangunan bangsa, terutama untuk jangka panjang. Pemuda harus berperan sebagai edukator di masyarakat mengenai ancaman politik SARA, dimulai dari lingkungan kecil seperti keluarga, tetangga, dan lain-lain, kemudian lingkungan yang lebih besar seperti melalui media sosial atau mengadakan sosialiasi atau penyuluhan secara berkala di daerah yang berbeda-beda.
Pemuda dapat bekerja sama dengan komunitas-komunitas dan juga pemerintah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait ancaman politik SARA dan mempererat kesatuan di masyarakat. Pemuda juga dapat melaksanakan pendidikan pada masyarakat dengan memanfaatkan media-media informasi dan komunikasi dengan menyebarluaskan konten-konten positif dan edukatif mengenai cara membedakan isu SARA yang dapat memecah belah dan fakta yang sebenarnya terjadi sehingga masyarakat tidak mudah termakan berita bohong atau hoaks.
Pemanfaatan media sosial oleh pemuda dalam memberikan edukasi pada masyarakat sangat penting dilakukan. Hal ini dikarenakan pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai angka 56% dari jumlah penduduk 268,2 juta atau 150 juta sebagai pengguna aktif media sosial.
Oleh karena itu penyebaran konten-konten positif dan edukatif harus dilakukan untuk meminimalisir dampak dari politik SARA dan perpecahan di masyarakat. Dengan menyebarkan konten-konten positif dan edukatif maka akan mampu menciptakan awareness di masyarakat akan bahaya dari ancaman politik SARA dan masyarakat juga mampu bersikap positif ketika dihadapkan langsung dengan politik SARA yang terjadi.
Kesimpulan
Politik SARA merupakan ancaman bagi masyarakat dan memiliki efek jangka panjang yang dapat menimbulkan konflik sosial di masyarakat. Tingkat pemahaman masyarakat akan ancaman politik SARA juga masih sangat rendah sehingga hal ini menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan.
Pemuda yang memiliki peran sebagai pendekar intelektual dan sosial memiliki tanggung jawab dalam menanggulangi dan mengurangi dampak dari ancaman politik SARA. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh pemuda dalam mencapai tujuan tersebut ialah dengan menjadi edukator dan memberikan pendidikan atau edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan awareness masyarakat akan bahaya dari politik SARA dan menciptakan masyarakat yang lebih cerdas dalam berpandangan terhadap isu SARA yang terjadi.
***
*) Oleh: Muchammad Ari Fahrizal, Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.