Kopi TIMES

Sikap Altruisme Orang Jawa

Kamis, 06 Juli 2023 - 19:00 | 80.40k
Hammam Nashiruddin, Mahasiswa Interdiciplinary Islamic Studies Konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Hammam Nashiruddin, Mahasiswa Interdiciplinary Islamic Studies Konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Jika berbicara mengenai budaya Jawa erat kaitannya dengan nilai-nilai kehidupan yang humanis. Banyak terdapat nilai dan filosofi hidup yang bisa diterapkan pada kehidupan sehari-hari dari budaya Jawa. Entah itu berasal dari kitab, cerita rakyat, tokoh, maupun nilai-nilai yang sifatnya turun-temurun. Banyak sekali istilah atau pepatah Jawa yang mengandung nilai kehidupan yang harmonis dalam saling tolong menolong diantaranya urip iku urup, Memayu hayuning bawana, ambrasta dur hangkara,  luwih becik pager mangkok, tinimbang pager témbok dan masih banyak lainnya. 

Pepatah ini tidak lain untuk  menyeimbangkan antara hak dan kewajiban seseorang. Mengapa hak dan kewajiban perlu diseimbangkan? Agar terciptanya kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga dapat mengurangi kecemburuan sosial. Maka dari itu orang Jawa membuat pepatah-pepatah sebagai pedoman dalam hidupnya, agar terciptanya keseimbangan sosial dalam masyarakat khususnya orang Jawa. Mari kita bicarakan lebih mendalam pepatah ini dengan kacamata psikologi sosial.

Advertisement

Altruisme

Ketiga pepatah di atas jika kita baca dengan kacamata psikologi sosial, kita akan mengenal istilah altruisme. Menurut Myers (2010) Altruisme merupakan sebuah motif untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa menyadari kepentingan diri sendiri. Altruisme juga dapat didefinisikan sebagai tindakan memberi bantuan kepada orang lain tanpa adanya antisipasi akan reward atau hadiah dari orang yang ditolong (Hadori, 2014). 

Istilah altruisme (altruism) pertama kali digunakan pada abad ke-19 oleh seorang filsuf bernama Auguste Comte. Altruisme berasal dari bahasa Yunani 'alteri' yang berarti orang lain. Penggunaan istilah 'alteri' oleh Comte pada dasarnya menjelaskan bahwa setiap orang yang hidup di muka bumi ini memiliki sebuah tanggung jawab moral untuk melayani umat manusia sepenuhnya, sehingga setiap orang harus memiliki sikap dan perilaku yang tidak hanya mementingkan diri sendiri, tetapi lebih mengutamakan kepentingan orang lain (Hadori, 2014).

Jika kita cermati sikap altruisme ini sama dengan kata urui iku urup. Di mana seseorang yang hidup harus menjadi individu yang baik, baik disini bukan hanya bagi dirisendiri melainkan bermanfaat untuk orang lain. Urip iku urup (hidup itu harus menyala) bisa kita ibaratkan sebagai sebuah lilin yang menerangi kita ketika gelap gulita, meskipun tubuhnya habis namun semasa hidupnya (urip) ia berguna, bermanfaat, menyala (urup). Karena pada dasarnya orang Jawa memiliki filosofi hidup yang amat sakral, di mana hidup itu menuju kefanaan, kita ada dari ketiadaan, dan diadakan oleh zat yang sempurna. Maka itu (urip iku urup) hidup harus bermanfaat bagi sesama, sampai pada tubuh kita menemui fana (kefanaan/tiada).

Urip iku urup dalam hidup ini adalah menjadi berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Hendaklah dalam hidup tidak tersibukkan untuk memperkaya dirisendiri saja. Akan tetapi berusaha untuk menjadi bermanfaat bagi sesama, meski tidak seperti lilin yang rela terbakar hingga habis, paling tidak sedikit bermanfaat, sempatkan waktu untuk menolong, biasakan peduli kepada sesama. Seperti itulah gambaran hidup yang berpegang akan pepatah urip iku urup.

Namun perlu kita garis bawahi, bahwa altruisme ini merupakan sebuah tindakan membantu seseorang. Sedangkan urip iku urup merupakan sebuah pedoman hidup (ideologi) orang Jawa dimana mengharuskan seseorang yang hidup menjadi lebih baik, salah satunya adalah sikap altruistik (altruism) ini, seseorang membantu sesama tanpa memperhitungkan imbalbalik di dunia.

Lebih lanjut, bahwa seseorang harus menjadi lebih baik ini tercermin dari istilah selanjutnya yakni memayu hayuning bawana, ambrasta dur hangkara yang memiliki makna manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak. Jelas pasalnya altruisme (menolong) kepada sesama tidak lain adalah untuk menjamin kehidupan sesama seperti; memastikan keselamatan (tidak melukai). Sikap altruistik juga akan menimbulkan rasa kebahagiaan, entah itu kepada diri sendiri yang merasa puas dapat membantu, serta jelas membahagiakan seseorang yang kita bantu. Yang pada akhirnya akan menumbuhkan rasa cinta, aman, serta kemakmuran dimana dalam pepatah Jawa ini diakhiri dengan memberantas kejahatan dan ketamakan.

Lalu bagaimana dengan egoisme hidup yang menganggap seakan hidup ini tidak memiliki kebebasan untuk diri sendiri, kita diharuskan membantu, peduli, kepada orang lain. Hal ini juga disinggung dalam pepatah lain yang mana “ngono yo ngono, ning aja ngono”. Membingungkan, banyak kata terulang dengan konsonan dan dasar kata yang sama, namun maknanya berbeda. Sitiap seseorang memiliki kebebasan bertindak dan berperilaku di dunia.

Tidak ada yang melarang untuk melakukan sesuatu dan mengambil keputusan (ngono yo ngono). Tetapi, perlu diperhatikan norma yang berlaku dan juga menghargai hak orang lain (ning aja ngono). Budaya Jawa begitu kaya akan pepatah yang mengatur, membatasi, serta anjuran dalam kehidupan untuk mencapai keharmonisan, rasa aman, nyaman, dan keselamatan. Becik ketitik ala ketara menggambarkan segala perbuatan tidak dapat disembunyikan dan akan mendapat balasan, nrima ing pandum menerima semua pemberian, dan hidup harus penuh usaha dan perjuangan untuk mencapai kesuksesan jer basuki mawa beya.

Untuk mengakhiri percakapan singkat dalam artikel ini, jelas bahwa altruisme memiliki dampak positif bagi kehiduan kita. Dengan menolong sesama kita meringankan beban mereka, dan menumbuhkan rasa cinta, saling peduli, serta saling menjaga. Sesuai pepatah Jawa luwih becik pager mangkok, tinimbang pager témbok. Tembok setinggi apapun, dibangun serapat mungkin, jika orang disekitar kita tidak peduli dan tidak merasa bertanggung jawab akan kedamaian bersama (keamanan rumah oranglain/kita), hal itu akan berdampak buruk terhadap kita. Sedangkan jika kita sering berbaik hati, suka memberi, keamanan rumah kita sedikit terjamin oleh kepedulian tetangga. Dengan tanpa kita meminta imbalan atas perbuatan baik kita, mereka (tetangga) akan dengan sendirinya memperhatikan dan melindungi kita beserta keluarga, sebagai rasa terimakasih, serta kedekatan yang terjalin dari sikap baik, suka menolong kita.

Kesimpulan

Altruisme atau perbuatan menolong orang lain tanpa mengharap reward, yang semata-mata dilakukan karena kita peduli terhadap orang lain. Orang Jawa ingin menciptakan hidup yang harmoni, penuh kasih dan sejahtera melalui filosofi hidup yang tertuang dalam banyak istilah kata. memayu hayuning bawana, ambrasta dur hangkara hidup harus menjaga kerukunan saling membantu dan saling berguna. Urip iku urup hidup haruslah menyala, menerangi, memberi serta menjadi lebih baik (berkilau, terang). Dan pada akhirnya membentuk tatanan yang seimbang, harmonis, saling peduli terhadap sesama, saling memberikan keamanan dan kenyamanan yang terkandung dalam kata luwih becik pager mangkok, tinimbang pager témbok. 

***

*) Oleh: Hammam Nashiruddin, Mahasiswa Interdiciplinary Islamic Studies Konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES