Kopi TIMES

Fenomena “ No Viral No Justice “ dan Transformasi Keadilan di Indonesia

Senin, 10 Juli 2023 - 16:00 | 125.16k
Abdi Fahmil Hidayat, Mahasiswa Prodi Hukum dan Peneliti Pusat Kajian dan Konsultasi Hukum Universitas Nurul Jadid.
Abdi Fahmil Hidayat, Mahasiswa Prodi Hukum dan Peneliti Pusat Kajian dan Konsultasi Hukum Universitas Nurul Jadid.

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGOKeadilan merupakan nilai yang selalu diperjuangkan oleh manusia. Namun dalam aktualisasinya, cita-cita untuk menggapai keadilan tidak pernah tuntas dan tidak pernah selesai dibahas. Hal ini menunjukkan bahwa keadilan telah menjadi suatu keharusan dalam sejarah peradaban manusia. Dalam negara hukum seperti Indonesia, upaya untuk mencapai keadilan tidak bisa diabaikan.

“Negara Indonesia adalah negara hukum”, demikian pernyataan yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3). Pernyataan tersebut mengharuskan bahwa dalam sebuah negara hukum persoalan-persoalan sosial yang berkaitan dengan hukum harus diselesaikan melalui jalur hukum.

Advertisement

Hukum dalam sebuah negara hukum selalu berkaitan erat dengan aparat penegak hukum. Dalam menegakkan keadilan, hukum membutuhkan aparat penegak hukum sebagai pihak yang berperan sangat penting untuk menegakkan keadilan agar hukum memiliki kekuatan untuk mengatur ketertiban sosial, keteraturan, dan keadilan dalam masyarakat.

Namun belakangan ini keadilan di Indonesia nampak ternodai dengan munculnya fenomena “no viral no justice.” Fenomena “no viral no justice” secara tidak langsung membuka ruang digital menjadi alat penegak hukum yang dilakukan oleh masyarakat (civic engagement). Pemikiran ini timbul sebagai respons terhadap fenomena "no viral no justice" yang berarti tidak ada keadilan jika belum viral yang ditujukan kepada Polri sebagai aparat penegak hukum. 

Fenomena “no viral no justice” merupakan fenomena di ruang publik yang kian pesat berkembang di masyarakat saat ini. Masyarakat mendesak polri agar tidak pandang bulu dalam menegakkan keadilan. Seperti halnya suaramerdeka.com pernah merilis Rabu (26/04/2023) kasus penganiayaan oleh Aditya Hasibuan seorang anak mantan kepala bagian Bin Ops Direktorat Narkoba Polda Sumatera Utara AKBP Achiruddin Hasibuan yang dilakukan terhadap seorang mahasiswa bernama Ken Admiral beberapa waktu lalu menjadi puncak kekecewaan masyarakat terhadap institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Diketahui, penganiayaan tersebut terjadi pada tanggal 21 dan 22 Desember 2022 di Medan, Sumatera Utara. Kasus tersebut menjadi viral lantaran diunggah oleh akun Twitter @mazzini_gsp, Selasa 25 April 2023.

Mengapa penegakan hukum di Indonesia baru dilakukan setelah viral?

Pertanyaan tersebut berfokus pada persoalan Polri sebagai aparat penegak hukum yang belum memiliki integritas yang tinggi, belum bekerja secara profesional menurut kode etik aparat penegak hukum, dan belum memiliki moralitas dan kepribadian sebagai aparat yang konsisten dalam penegakan hukum seperti yang diharapkan oleh masyarakat.

Selain itu ketidaktegasan yang dilakukan aparat penegak hukum dalam mengikuti prosedur hukum juga turut menyebabkan hukum menjadi tidak adil bagi para pelanggar hukum yang memiliki status sosial tinggi. Salah satu contohnya adalah mereka yang memiliki akses terhadap hukum. Hukum yang dijalankan oleh aparat penegak hukum yang tidak konsisten tersebut secara tidak langsung telah menindas masyarakat yang tidak mempunyai akses terhadap hukum. Hal demikian memperlihatkan bagi mereka yang tidak memiliki akses terhadap hukum, keberadaan hukum bahkan menjadi begitu tegas dan cenderung diskriminatif

Menanggapi permasalahan tersebut, masyarakat tentu merasa tidak puas dan merasa ditindas oleh hukum yang diskriminatif tersebut. Hal tersebut tentu berlawanan dengan konsep negara hukum, karena dalam negara hukum setiap warga negara sama dan sederajat di hadapan hukum. Rasa tidak puas ini akhirnya telah melahirkan sikap pesimis masyarakat terhadap hukum dan aparat penegak hukum. 

Keraguan dan tidak ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum dan aparat penegak hukum tersebut membuat hukum semakin tidak berdaya dan tidak mampu untuk memenuhi rasa keadilan publik, sehingga tidak dapat merespons persoalan hukum yang semakin kompleks di dalam masyarakat.

Oleh karena itu, diharapkan keterlibatan masyarakat (civic engagement) yang bisa berperan aktif dan bijak dalam memanfaatkan media sosial. Keterlibatan masyarakat (civic engagement) melalui media sosial ini diharapkan dapat mempengaruhi penegakan hukum yang ada di Indonesia, sehingga terwujudnya keadilan hukum bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Transformasi ruang digital menjadi alat penegak hukum merupakan hal yang sangat efektif untuk menyikapi lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Dengan adanya fenomena “no viral no justice” yang terjadi belakangan ini diharapkan sebagai kontrol sosial yang efektif dan juga efisien. 

Dengan demikian, adanya fenomena “no viral no justice” yang terjadi di ruang digital ini telah membuka jalan bagi masyarakat untuk ikut turut serta dalam mewujudkan keadilan dengan cara yang cukup praktis. Dalam hal ini maksudnya adalah dimanapun dan kapanpun kini kita dapat berpartisipasi dalam menegakkan keadilan dengan memiliki gadget dan jaringan internet.

Ruang-ruang keadilan terdorong oleh perkembangan teknologi untuk menjadi lembaga saluran penegakan hukum yang transformatif sesuai dengan asas tuntutan perkembangan keadilan masyarakat. Oleh karena itu pentingnya bagi Pemerintah beserta seluruh aparat penegak hukum untuk perlu mengoptimalkan media sosial sebagai alat aduan masyarakat dalam mencari keadilan.

***

*) Oleh:  Abdi Fahmil Hidayat, Mahasiswa Prodi Hukum dan Peneliti Pusat Kajian dan Konsultasi Hukum Universitas Nurul Jadid.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES